"Apa kamu takut?" tanya Mark sembari mengusap pipi Jessy yang memerah.
"Sedikit."
Jawaban Jessy membuat Mark merasa gemas. Wajah polos wanita itu benar-benar menarik.
"It's okay. Kita memang baru pertama melakukannya," kata Mark.
Jessy mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Ia tak kuasa menyaksikan tubuh indah Mark yang tampak kokoh sebagai tempat bersandar.
"Ayolah, kenapa kamu seperti malu-malu begini? Bukankah ini sudah biasa untukmu dan pacarmu?" tanya Mark yang melihat Jessy seakan tak mau melihatnya.
"Aku ... Belum pernah melakukan yang seperti in," lirih Jessy.
"Apa?" Mark terkejut. Ia kira hal semacam itu sudah biasa dilakukan orang yang telah berpacaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Perjodohan
"Mom, aku benar-benar tidak mau jika caranya seperti ini!" tegas Justin.
Malam ini ibunya menyuruh dia mengenakan pakaian yang rapi. Niatnya sudah jelas, keluarga besar berencana untuk menjodohkan dia dengan seorang putri pengusaha.
"Kamu sudah tahu watak Oma seperti apa, kan?" kata Ibu Magda.
Justin tak bisa membantah. Ia terpaksa mengikuti langkah sang ibu masuk ke dalam sebuah ruang pertemuan yang telah dipersiapkan. Di ruangan tersebut, telah ada kakek dan neneknya serta keluarga calon wanita yang ingin dikenalkan padanya.
"Oh, akhirnya jagoanku datang juga," sambut Tuan Wilson, kakek dari Justin.
Lelaki paruh baya itu selalu bangga kepada cucunya yang memang cerdas dan tampan. Sang kakek langsung memeluk Justin begitu tiba di ruangan. Dengan senangnya ia membawa Justin untuk duduk di sebelahnya.
Justin tampak memasang ekspresi enggan berada di sana, sementara yang lain merasa bahagia dengan pertemuan tersebut.
"Cucu Anda sangat tampan, Tuan Wilson," puji Nyonya Russel.
"Hahaha ... Putrimu juga sangat cantik, Nyonya Russel. Bukankah mereka sangat serasi untuk dijodohkan?" sang kakek turut memuji putri dari keluarga Russel.
Ellena tersipu malu mendapat pujian dari kakek. Ia mencuri-curi pandang ke arah Justin yang telah berhasil menarik perhatiannya pada pertemuan pertama itu.
Justin sengaja menghindari kontak mata dengan Ellena. Ia sama sekali tidak tertarik dengan pengaturan yang dilakukan orang dewasa. Pikirannya dipenuhi oleh Jessy. Seharusnya Jessy yang ada di sana saat ini. Ia tidak ingin menikah dengan wanita selain Jessy.
"Justin kuliah dimana?" tanya Tuan Russel.
"Saya berkuliah di kampus XX," jawab Justin.
"Oh, kamu berkuliah di tempat ibumu sendiri?" tanya Tuan Russel memastikan.
"Hahaha ... Benar, Tuan Russel. Putraku memang berkuliah di tempatku juga. Rencananya untuk S2 baru dia akan berkuliah di luar negeri," sambung Ibu Magda.
"Nyonya Magda memang hebat, meskipun sibuk sebagai pengusaha masih aktif pula sebagai dosen. Rencana Justin mau lanjut S2 dimana?"
Justin tidak menjawab. Kalau boleh jujur, ia sudah tidak mau berkuliah. Ia ingin langsung bekerja setelah lulus dan menikahi Jessy.
"Tentu saja kuliah di Inggris, di tempat ayahnya berada," sambung Nyonya Wilson, nenek Justin.
Mendengar nama ayahnya disebut, Justin semakin malas berada di sana. Makanan enak yang tersaji rasanya hambar di dalam mulut.
"Oh, Iya. Kenapa Tuan Jonathan tidak ada di sini?" tanya Tuan Russel.
Kini giliran wajah Tuan dan Nyonya Wilson yang berubah masam.
"Suamiku orang sibuk, sepertinya dia tidak bisa hadir malam ini," jawab Ibu Magda berusaha mencairkan suasana.
"Ellena sendiri kuliah dimana?" tanya Tuan Wilson.
"Saya berkuliah di Amerika Serikat mengambil jurusan Manajemen dan baru masuk semester ketiga," jawab Ellena.
Wanita itu tampak begitu anggun baik dari penampilan maupun tutur katanya. Wajar jika keluarga Wilson sangat menyukainya dan berharap bisa menjadikan Ellena Russel sebagai pendamping hidup Justin.
"Ini nanti kalau Justin dan Ellena menikah, siapa yang mau mengalah pindah kuliah?" tanya Nyonya Russel.
Justin sama sekali tidak bisa berkutik di sana. Segala obrolan yang bertentangan dengan keinginannya, ia tak bisa membantah.
"Justin tentunya tidak akan keberatan kalau harus pindah tempat kuliah. Apalagi untuk menemani wanita secantik Ellena," kata Nyonya Wilson.
"Menurut saya, kalau memang keduanya mau tetap kuliah di kampus masing-masing, itu tak masalah. Jaman sekarang bisa ambil kuliah daring. Lagipula, meskipun berjauhan, mereka bisa saling berkunjung dengan pesawat. Itu bukanlah hal yang merepotkan," kata Ibu Magda menengahi.
"Ellena juga tidak keberatan kalau pindah ke kampus Justin. Kami malah akan lebih bahagia karena bisa lebih dekat sengan Ellena," mata Nyonya Russel.
"Kalau memang kita sama-sama sudah cocok, sebaiknya segera menentukan tanggal pernikahan mereka," kata Tuan Wilson.
Justin berhenti menggerakkan sendok makannya. Ia sama sekali tidak dimintai persetujuan atas perjodohan itu. Jika harus segera menikah, ia merasa belum sepenuhnya siap.
"Apa itu tidak terlalu cepat? Ayah berikan waktu untuk Justin dan Ellena saling mengenal dulu. Takutnya mereka kaget tiba-tiba harus menikah," kata Ibu Magda yang seolah bisa membaca kegundahan yang ada dalam pikiran putranya.
"Kalau menunda-nunda pernikahan yang ditakutkan bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Mereka bisa saling mengenal setelah menikah," kata Tuan Wilson.
Ibu Magda merasa sedikit tersindir dengan perkataan ayahnya. Dia dulu memang lebih dulu hamil sebelum menikah dengan ayah Justin.
"Kalau kami juga tidak masalah dengan pernikahan di usia muda. Mereka juga tetap bisa berkuliah meskipun sudah menikah," kata Tuan Russel.
Perbincangan tentang perjodohan masih berlanjut. Justin berusaha mengabaikan meskipun setiap ucapan mereka menjadi beban bagi pikirannya.
Setelah dua jam berlalu, keluarga Russel pulang. Tersisa Justin bersama ibu dan kakek neneknya.
"Lain kali kamu harus lebih ramah jika bertemu dengan orang lain, Justin. Sikapmu tidak baik jika nanti jadi pengusaha," kritik Tuan Wilson.
"Aku memang tidak menyukai rencana Opa kali ini. Aku tidak mau dijodohkan!" Justin baru bisa mengutarakan isi hatinya.
"Hahaha ... Kamu bicara apa, Justin? Perjodohan merupakan hal yang wajar di keluarga kita," kata sang kakek.
"Apa mungkin Justin sudah punya pacar?" tanya sang nenek.
"Justin tidak punya pacar. Aku sudah sering menanyakannya," kata Ibu Magda.
"Jadi, tidak masalah kan, kalau kita memilihkan jodoh untuknya? Ellena juga wanita yang cantik, cerdas, dan anggun. Dimana lagi bisa menemukan wanita sebaik itu," kata sang nenek.
"Mungkin dia hanya ingin fokus belajar, Oma."
"Memangnya pernikahan bisa mengganggu fokus belajar? Apalagi Justin anak yang cerdas, Opa yakin baik urusan kampus dan rumah tangga juga akan baik-baik saja,"
Justin menghela napas. Ia masih memikirkan dampak apa jika mereka tahu dirinya sudah punya pacar. Mungkin Jessy akan kena masalah karena hal itu. Mereka tidak mungkin membiarkan Jessy mendekati cucu tunggal kesayangan keluarga Wilson.
Perjodohan dengan keluarga Russel sebenarnya hanya untuk kepentingan bisnis semata. Ia tahu kakeknya tengah menangani proyek besar pembangunan industri pengolahan minyak kelapa sawit. Sementara, keluarga Russel memiliki puluhan ribu hektar perkebunan sawit. Jika kedua keluarga bisa bersatu, maka bisnis mereka akan lebih lancar.
realistis dunk