Tangan Nakal Daddy
"Malam ini kita clubbing yuk, Jess. Malam minggu kamu libur kerja, kan?" tanya Fika.
"Aku memang libur kerja. Tapi, aku mau istirahat saja malam ini. Aku lelah," jawab Jessy sembari menurunkan sedikit jok mobil yang didudukinya agar posisi lebih nyaman.
"Ck! Nggak asik!" protes Fika sembari terus fokus pada kemudi mobilnya.
Jessy dan Fika merupakan teman satu jurusan di kampus. Mereka sudah saling mengenal sejak awal masuk kampus dan sekarang telah 4 semester dilalui bersama.
"Btw, hubungan kamu sama Justin bagaimana?" tanya Fika.
"Baik-baik saja. Memangnya kenapa?" Jessy terlihat santai menjawab pertanyaan Fika yang ditujukan padanya.
"Aneh sih, dia kok masih betah pacaran dengan orang sepertimu," ledek Fika. "Pacaran tapi jarang ketemu, ceweknya sibuk kerja tiap pulang kampus. Giliran malam minggu lebih milih tidur. Itu gunanya pacaran buat apa?"
"Kita kan baru pacaran, masa harus kelonan tiap malam? Aku kan nggak kayak kamu." Jessy membalikkan sindiran kepada Fika.
"Hahaha ... Padahal enak jadi aku. Jarang dikelonin tapi transferan masuk rutin. Belum nikah serasa sudah dinafkahin."
Fika mengerlingkan mata genit. Ia sama sekali tidak malu mengakui siapa dirinya. Fika selama ini mengaku sebagai simpanan seorang pengusaha. Tentunya ia tidak mengatakannya kepada setiap orang, hanya kepada Jessy karena mereka memang berteman baik.
Kehidupan Fika bisa dibilang penuh kemewahan. Wanita itu tinggal di sebuah apartemen dengan fasilitas mewah. Baju, tas, dan sepatu yang dikenakannya merupakan barang-barang bermerk. Bahkan ia diberikan mobil oleh lelaki yang menjadikannya simpanan.
Fika berasal dari keluarga biasa-biasa saja yang hidup di kampung. Kebutuhan hidup yang tinggi di kota membuatnya memutuskan untuk menjadi seorang wanita simpanan demi kehidupan yang layak dan mapan.
"Kamu pernah nggak sih, merasa bersalah sudah menjadi wanita simpanan? Pasanganmu kan sudah punya istri dan punya anak," tanya Jessy penasaran.
Sebagai seorang teman ia tak terlalu ingin mencampuri urusan temannya. Keputusan hidup dan resikonya tentu saja Fika yang berhak menentukannya.
"Yah, kadang aku pernah berpikir seperti itu, sih ... Tapi, semua itu kalah dengan realita yang aku hadapi. Hidup butuh uang, Jess. Saat ada orang yang berbaik hati menawarkan diri untuk memenuhi segala kebutuhanku, bagaimana aku bisa menolaknya?"
"Tapi ada maunya!" timpal Jessy.
"Hahaha ... Mana ada yang gratis di dunia ini? Buang air kecil di pom bensin saja harus bayar."
"Kamu sedang menyamakan dirimu dengan toilet umum?" sindir Jessy.
Fika manyun. Kalau saja yang berbicara bukan teman baiknya, ia pasti sudah menghajar wanita di sampingnya itu. "Perumpamaanmu kejam banget, ya!" gerutunya.
"Lah, kan kamu sendiri yang tadi membahas tentang toilet umum." Jessy membela diri.
"Yah, terserahlah!" Fika kelihatan pasrah. "Kalau dipikir-pikir aku memang kayak toilet umum yang dipakai sewaktu-waktu kalau diperlukan."
"Jangan tersinggung, aku kan hanya bercanda," Jessy sedikit merasa bersalah merasa bercandanya kali ini cukup berlebihan. Apalagi melihat Fika jadi kelihatan lemas karena perbincangan mereka.
"Hahaha ... Aduh, santai saja lagi! Kayak nggak biasanya kita membahas hal ini. Aku sih santai saja!"
Fika memang terlihat biasa-biasa saja dan tidak mudah tersinggung. Dia tipe wanita yang sepertinya tidak pernah meras susah di depan orang lain. Namun, Jessy merasa Fika melakukannya hany untuk menutupi perasaannya yang sebenarnya.
"Kamu nggak ada keinginan buat berhenti, Fik?" tanya Jessy.
"Hm. Berhenti, ya?" Fika terlihat memikirkan pertanyaan Jessy. "Aku tidak pernah memikirkan sampai sana. Mungkin kalau Mas Leon sudah bosan padaku, tidak perlu aku berhenti tapi dia yang akan membuangku."
"Sampai saat ini sih aku masih nyaman-nyaman saja seperti ini. Aku juga merasa kalau aku bukan pelakor."
"Tapi kamu tidur dengan suami orang, Fik."
"Iya, aku tahu. Aku hanya tidur dengan Mas Leon kalau dia mendatangiku. Hubungan kami hanya sebatas itu. Aku butuh uangnya dan dia butuh ... Tubuhku!"
"Ya ... dari pada jajan sembarangan di luar, kan? Aku juga menjaga diri hanya melayani Mas Leon saja."
Jessy mengalihkan pandangan ke samping. Ia tak bisa berkomentar apa-apa.
"Aku tuh nggak sampai punya niat jahat menghancurkan rumah tangga Mas Leon, Jess. Aku malah berharap kalau mereka bisa terus harmonis. Aku cukup jadi orang luar saja menikmati sebagian kecil uang Mas Leon. Aku ini wanita simpanan yang punya prinsip!"
Jessy ingin tertawa mendengar ucapan Fika barusan. Masalah orang memang beda-beda, begitu pula dengan jalan penyelesaiannya.
"Kamu sudah pernah tidur dengan Justin?"
"Sembarangan!" bentak Jessy saat mendengar pertanyaan Fika.
"Cuma tanya ... Lagi pula itu kan hal biasa."
"Aku kan sudah bilang kalau aku ini tidak sebebas kamu." Jessy agak kesal.
"Lalu kalian kalau pacaran ngapain? Cuma makan bareng atau nonton bareng, gitu?"
"Ya, apa salahnya begitu?"
Selama ini memang Jessy hanya menghabiskan waktunya untuk bekerja. Jika ada kesempatan pergi dengan Justin, paling untuk makan bareng, nonton bareng, atau belajar bareng.
"Kalau cuma nonton atau makan bareng sih nggak usah pacaran! Sama teman juga bisa!" oceh Fika.
"Nanti kalau aku ajak dia tidur bareng, kayaknya gak bakal mampu deh aku mintai apartemen sama mobil seperti Mas Leon kamu!" canda Jessy.
"Hahaha ...." perkataan Jessy menghibur Fika. "Makanya kalau pacaran sama yang lebih tua biar sudah mapan," kata Fika.
"Tapi kebanyakan yang sudah mapan juga sudah punya anak istri."
"Justin kan anaknya dosen, bisalah kalau kamu mau minta-minta yang agan mahalan. Dia lumayan kaya, loh!"
"Kalau mau kekayaannya, ngapain juga pacaran sama Justin? Harusnya aku pacaran sama papanya saja, kan?"
"Wah, ide bagus, tuh! Tumben otaknya jalan!" seru Fika bersemangat.
Jessy geleng-geleng. Ia rasa pemikirannya agak kacau gara-gara berteman dengan Fika.
"Kamu sudah pernah bertemu papanya Justin?"
"Belumlah!" jawab Jessy ketus.
"Iya juga, sih! Bu Magda saja tidak tahu kalau kamu sama Justin pacaran. Kenapa kamu nggak protes saja sama Justin, masa sudah satu tahun belum dikenalkan ke Bu Magda."
"Aku yang tidak mau," jawab Jessy.
"Kenapa, Jess? Bukannya Bu Magda suka sama kamu? Dia pasti senang kan, kalau anaknya pacaran sama mahasiswa kesayangannya?"
"Justru itu aku tidak mau. Hubunganku dengan Bu Magda sangat baik. Aku tidak mau hubungan itu rusak kalau tahu aku pacaran dengan putranya."
Jessy menghela napas. Ia memikirkan hubungannya yang cukup rumit dengan Justin. Belum tentu Bu Magda akan menyukainya kalau tahu hubungan mereka. Apalagi Jessy merasa kalau keluarganya tidak setara dengan keluarga Justin.
Jessy hanyalah anak yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya. Untuk membayar kuliah dan biaya hidup sehari-hari, ia harus bekerja sambilan di sebuah kafe. Ia tipe orang yang tidak mau terlalu merepotkan orang lain. Apalagi selama ini pamannya sudah banyak berkorban membiayai sekolahnya dari SD hingga SMA.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Safa Almira
syuka
2024-09-20
0
Siti Sri Wahyuni
Mampir 🙂
2023-11-04
1
Siti Halima Halima
jd penasaran
2023-09-18
0