Alma Seravina, seorang ibu tunggal yang bekerja sebagai Hostess di sebuah klub malam, harus menghadapi pandangan merendahkan dari masyarakat sekitarnya. Pekerjaannya yang unik, yang memerlukan dia untuk bekerja di malam hari, sering kali disalahpahami sebagai pekerjaan yang tidak pantas. Namun, Alma tetap mempertahankan pekerjaannya untuk membesarkan anak satu-satunya. Meskipun pandangan masyarakat membebani dirinya, Alma tidak pernah menyerah sedikitpun apalagi setelah mengetahui kondisi anaknya yang sedang sakit parah.
Di tengah kebingungan, tiba-tiba saja seorang pemuda yang usianya jauh di bawah Alma memasuki kehidupannya untuk balas dendam atas kematian tunangannya yang berkaitan dengannya. Namun, bukannya berhasil membalaskan dendam, Gevan justru malah terjebak nikah dengan Alma.
"Ayo menikah dan tandatangani kontrak ini!"
Alma tersenyum remeh, "Apa kamu bercanda? Aku tidak pantas jadi istri kamu, aku lebih pantas jadi kakak atau Tante kamu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wulan_Author, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24 Satu Miliar untuk Sum-Sum Tulang Belakang
Ibu Julia terus menatap ke arah Nyonya Wisma yang masih berdiri bersama putra dan beberapa pengawalnya dibelakang sana. Pak Bayu yang belum sadar pun masih sibuk bersama Alma yang terharu karena kini cucunya sudah siuman.
"Jika dia benar wanita itu, lalu kenapa dia begitu cantik? Berarti dia bukan wanita itu!".
Jantung Ibu Julia hampir copot saat tangan seseorang menyentuh pundaknya.
"Bu, kenapa kamu terlihat pucat?"
Ternyata Pak Bayu yang baru saja menyentuh pundak Ibu Julia untuk melihat kondisinya yang tiba-tiba saja pucat.
Ibu Julia menghela nafas panjang, "Kenapa kamu mengagetkan aku, Pak?" sentak Ibu Julia tanpa mengalihkan pandangannya dari Nyonya Wisma.
"Loh, kamu bengong? Dari tadi aku sudah memanggil nama kamu berkali-kali tapi kamu tidak menjawab! Ayo kita lihat kondisi Rose, dia sudah siuman dan bisa kita jenguk, Bu," tutur Pak Bayu.
Tanpa menunggu lama Ibu Julia langsung berdiri dan berlari masuk kedalam ruangan Rose bahkan sampai meninggalkan Pak Bayu. Sekilas, Pak Bayu kembali menoleh ke arah belakang, Pak Bayu hanya tersenyum tipis sambil membungkukkan sedikit badannya kepada Gevan dan Nyonya Wisma untuk menghormati mereka agar mereka tidak tersinggung karena Alma meninggalkannya begitu saja.
Noya Wisma hanya memalingkan wajahnya dengan acuh. Sebaliknya, Nyonya Wisma segera memerintahkan anak buahnya agar mereka membawa Gevan pergi dari tempat itu.
"Bawa putra ku kembali sekarang juga!" titah Nyonya Wisma.
Dua pengawal mengangguk dan langsung pergi menjalankan perintah sang Nyonya.
"Tidak! Aku tidak mau!"
Gevan memberontak namun kekuatannya tak sebanding dengan pengawal-pengawal yang sudah memeganginya dengan kuat.
Wanita paruh baya itu menatap tajam foto yang tergantung di dinding. "Aku tidak akan membiarkan Gevan menikah dengan wanita murahan seperti itu!" gumamnya.
Nyonya Wisma berlalu dari tempat itu menuju parkiran, namun saat sudah masuk kedalam mobil miliknya, tiba-tiba saja suara ricuh terdengar dari mobil dibelakangnya.
Nyonya Wisma yang merasa heran menurunkan setengah kaca mobilnya lalu bertanya apa yang sudah terjadi.
"Ada apa ini?"
Supir Nyonya Wisma menjawab, "Sepertinya Tuan Muda melarikan diri dan masuk kembali kedalam rumah sakit, Nyonya."
Nyonya Wisma mengepalkan tangannya dengan kuat sambil menghembuskan nafas kasar.
"Biarkan saja dia dahulu, nanti aku akan mengurusnya! Kita pulang dan perintahkan semua orang untuk kembali!" titah Nyonya Wisma dengan wajah kesal.
Seorang pengawal dan supir menganggukkan kepalanya dan langsung mengirimkan perintah kepada anak buahnya melalui pesan teks.
...****************...
"Rose, kamu sudah siuman sayang?"
Alma mendekap sambil mencium lengan mungil anaknya dengan penuh kasih. Walaupun sudah sadar, kondisi Rose masih sangat lemah, Rose belum bisa diajak bicara banyak.
"Syukurlah sayang kamu sudah sadar, Kakek akan berikan Rose hadiah setelah nanti Rose pulang," ucap Pak Bayu yang tak kalah bahagia.
Namun, berbeda dengan ibu Julia yang saat ini masih celingukan melihat ke arah luar ruangan ingin memeriksa apakah Nyonya Wisma sudah pergi dari sana.
Pak Bayu menoleh melihat tingkah aneh sang istri.
"Bu, kamu ini kenapa sih?" tanya Pak Bayu.
Ibu Julia langsung membenarkan gesturnya lalu menggelengkan kepalanya.
"Tidak kenapa-kenapa, aku hanya penasaran saja dengan pemuda tadi yang mengaku sebagai calon suami Alma yang kemudian pergi begitu saja mencampakkan anak kamu yang tadi masih berlagak sombong!" ketus Ibu Julia.
Alma yang juga merasa malu hanya bisa menundukkan wajahnya, ini semua gara-gara pemuda aneh itu.
"Sudahlah, jangan dipikirkan lagi, sebaiknya kamu lihat keadaan cucu mu yang baru siuman," ucap Pak Bayu sambil menyeret lengan Ibu Julia mendekat ke arah Rose.
Ibu Julia tersenyum hangat melihat kini cucunya sudah kembali siuman.
"Rose adalah anak yang hebat, Nenek bangga kepada Rose," puji Ibu Julia sambil mengusap rambut Rose.
Rose kecil hanya tersenyum kecil sambil menatap sang Nenek. Walaupun Ibu Julia sering berkata kasar dan terkadang membentak Rose, tetap saja dia adalah cucunya yang disayangi.
Alma bangkit, dia baru sadar jika Alma belum sempat menengok Jonathan. Walaupun enggan, tetap saja Alma harus melihatnya, bagaimanapun juga Jonathan sudah menolong nyawa Rose dan kini Alma berhutang nyawa padanya.
"Bu, Alma keluar sebentar, ada hal yang harus Alma urus dahulu," ucap Alma.
Ibu Julia kembali menghela nafas, "Kamu mau kemana? Mengejar laki-laki itu! Apa kamu sudah kehilangan harga diri kamu!" cibirnya.
"Alma hanya keluar sebentar untuk melihat kondisi Jonathan, bagaimanapun juga dia sudah menolong Rose, Bu."
"Pergi saja Nak, Rose biar ibu dan bapak yang jaga. Kamu benar, kita harus berterima kasih kepada mereka," sahut Pak Bayu.
Ibu Julia tak menghiraukan ucapan Alma dan Pak Bayu, wanita paruh baya itu hanya terdiam sambil menatap Rose.
"Kalau begitu Alma pergi dulu, terima kasih Pak."
Alma kembali berjalan menyusuri lorong rumah sakit, ruangan Rose dan Jonathan memang berbeda, Jonathan ada di atas dua lantai dari tempat Rose.
Alma kembali memeriksa ponsel miliknya, khawatir Royce atau Chaterine mungkin menghubunginya. Dan benar saja, banyak pesan masuk dari Chaterine dan beberapa pesan singkat dari Royce.
("Bagaimana kabar Rose? Apa sudah boleh dijenguk?" _ Chaterine.
(Alma, jangan lupa besok kamu harus masuk, banyak pelanggan yang kesepian karena kamu tidak ada di meja bartender. Salam untuk anakmu, Rose.") _ Royce.
(Bukti transfer seratus lima puluh juta dari Royce)
"Alma merasa bersyukur mempunyai teman seperti Royce dan Chaterine yang selalu memperhatikannya. Walaupun terkadang sikap mereka sering menjerumuskan.
Hari ini Madam tidak ada mengirim pesan kepada Alma, apa yang terjadi?
Bugh!
Seseorang menabrak Alma hingga ponselnya terjatuh.
"Kamu!" tunjuk Alma dengan wajah masam.
Gevan celingukan ke arah belakang, setelah memastikan aman, akhirnya Gevan bisa menyapa Alma.
"Akhirnya aku menemukan kamu di sini," ucap Gevan sambil memeluk Alma.
Alma yang merasa risih segera mendorong tubuh Gevan hingga pemuda itu hampir terjatuh.
"Apa kamu sudah tidak waras?" sentak Alma.
Gevan tersenyum datar, "Justru aku sangat waras, memang kenapa?"
Alma berdecak sebal, "Aku hampir tidak selamat gara-gara kamu! Apa kamu sengaja melakukan ini?" Lagi, Alma menegur Gevan.
Pemuda itu hanya tersenyum datar sambil memijat pelipisnya.
"Apa ini lucu?"
Gevan menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku hanya bahagia saja," ucapnya.
"Bahagia, kenapa?"
"Karena sebentar lagi kamu akan menjadi milikku!"
Alma mengerutkan keningnya, mungkin Gevan salah faham soal ucapannya tadi karena Alma tidak menyangkalnya. Tetapi, bukankah Gevan hanya ingin pernikahan kontrak? Lalu Alma juga akan mendapatkan uang jika dia mau menerima tawaran Gevan, apa harus dia terima sekarang?
Alma menggigit bibir bawahnya sambil melipat kedua tangannya.
"Apa kamu serius dengan tawaran itu?" tanya Alma.
Gevan langsung menganggukkan kepalanya, "Jika aku tidak serius untuk apa aku ada di sini!" tegasnya.
"Lalu tahu dari mana kamu jika saat ini aku sedang ada di rumah sakit?" lagi, Alma kembali bertanya.
"Apa sekarang itu penting?" jawab gevan, "Baiklah, bagaimana jika sekarang kita duduk di cafe yang ada di depan sana untuk membicarakan hal ini, bagaimana?" sambungnya.
Alma terdiam sejenak, namun sebelum pergi Alma harus melihat kondisi Jonathan terlebih dahulu.
"Baiklah, tapi aku ada urusan sebentar. Kamu boleh pergi duluan nanti aku menyusul," jawab Alma.
Gevan tersenyum sumringah, "Baiklah, aku akan menunggu kamu."
Gevan langsung pergi tanpa menoleh lagi.
Alma pun segera menuju ruangan Jonathan.
*Ruang Tulip Kuning*
Alma membuka kenop pintu dengan hati-hati.
"Permisi," ucap Alma.
Semua orang yang ada di ruangan itu menoleh serentak.
"Kamu! Sedang apa kamu di sini, hah?" Ibu Lily langsung menghadang Alma.
"Aku hanya ingin melihat keadaan, Jonathan Bu."
"Tidak usah! Putraku tidak akan jadi tumbal kamu lagi," ucap ibu Lily ketus.
Alma menghela nafasnya, "Bagaimanapun Jonathan sudah membantu Rose, Alma mohon tolong izinkan Alma melihat keadaan Jonathan, Bu," pinta Alma.
"Tidak.."
Ucapan ibu Lily belum rampung namun sudah disela oleh Jonathan yang baru saja siuman.
"Biarkan dia masuk, Bu."
Ibu Lily menoleh ke arah suara.
"Tapi sayang, dia .."
"Biarkan dia masuk!"
Ibu Lily tidak bisa menolak lagi jika Nathan memintanya masuk, dengan hati enggan dia pun akhirnya mengijinkan Alma masuk ke dalam ruangan.
Sebelum Alma mendekati Jonathan, ibu Lily terlebih dahulu menarik lengan Alma dengan kasar lalu berbisik.
"Jangan pernah sentuh putraku, kamu hanya boleh berbicara dengan dia dari kejauhan! Kamu itu pembawa sial!" bisiknya kepada Alma.
Alma hanya menunduk lalu berjalan menghampiri Jonathan.
"Bagaimana keadaan kamu sekarang?"
Jonathan tersenyum tipis, "Seperti yang kamu lihat, aku belum bisa melakukan apa-apa," jawabnya dengan datar.
Jonathan memang suka bercanda, sama seperti kakaknya dahulu.
"Kenapa kamu mau mendonorkan sum-sum tulang belakang untuk Rose? Tahu dari mana jika aku sedang membutuhkan pendonor?" tanya Alma lagi.
Jonathan kembali mengingat beberapa hari yang lalu saat dia mendengar dokter berkata pada Alma jika Rose sedang sekarat.
"Saat sedang mengantar Bapak cek up beberapa hari yang lalu, tidak sengaja aku melihat kamu dan ibu Julia sedang kebingungan mencari pendonor, saat itu keadaan Rose sedang kritis. Karena penasaran, aku ikut menjalani tes setelah kamu pergi. Dan yap, hasilnya positif," tutur Jonathan menjelaskan dengan detail.
Kini Alma mengerti, ternyata Jonathan juga tidak terlalu buruk.
"Terima kasih banyak, aku berutang nyawa kepadamu, Nat."
Alma tersenyum hangat sembari berkacamata.
"Apa maaf saja cukup? Cih, seseorang menyelamatkan nyawa anakmu, lalu apa yang akan kamu berikan kepada anakku?" tanya ibu Lily dengan ketus.
Alma menoleh, "Maksud ibu?" tanyanya.
"Berikan Nathan uang satu miliar untuk biaya pemulihannya!"
Deg.
"Satu miliar?"