Rhys Alban, terpaksa menikah dengan wanita bernama Celine Danayla Matteo, demi mempertahankan harta milik Keluarga Alban. Ia tak mau harta milik keluarganya jatuh ke tangan asisten pribadi Daddynya ataupun pada dinas sosial.
Celine yang sangat senang, menerima pernikahan tersebut, bahkan ia memaksa Rhys untuk menyatakan cinta padanya agar ia tak membatalkan pernikahan itu.
Namun, pernikahan yang didasari dari perjodohan tersebut membuat cinta Celine bertepuk sebelah tangan, juga membuat dirinya bagai hidup di dalam sangkar emas dengan jerat yang semakin lama semakin melukainya.
Hingga semuanya itu meninggalkan trauma besar dalam dirinya, pada cinta masa kecilnya. Apakah ia mampu memutus benang merah yang telah mengikatnya lama atau justru semakin membelit ketika ingatan Rhys kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pansy Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#27
“Rhys? Ada apa?” tanya Alice. Pasalnya Rhys sangat jarang menghubunginya, bahkan hampir tak pernah.
“Kamu di mana? Ada yang ingin kubicarakan denganmu.”
Celine tersenyum saat mendengar suara Rhys. Ya, Alice menggunakan speakerphone agar Celine bisa mendengar suara Rhys. Ia yakin, itu akan membuat hati Celine yang mungkin kuatir, bisa sedikit lega.
“Aku sedang ada perjalanan bisnis. Katakan saja ada apa,” sejak Rhys berlaku kasar pada Celine, Alice berucap sedikit acuh pada Rhys. Ia tak suka bila sepupunya itu berlaku kasar pada wanita.
“Tidak ada perjalanan bisnis di bagianmu, Al.”
Alice menghela nafasnya kasar. Memang akan sulit membohongi Rhys bila menyangkut pekerjaan. Bahkan dirinya yang bekerja di anak perusahaan Alban, yang dipegang Uncle Harry, Rhys bisa tahu seluk beluk pekerjaannya.
“Aku lelah. Aku meminta cuti untuk berlibur dan menenangkan pikiranku,” jawab Alice.
“Berapa lama?”
“Aku belum tahu, mungkin 1 minggu, mungkin juga lebih.”
“Cepatlah kembali. Aku membutuhkan pertolonganmu.”
“Baiklah.”
Setelahnya, Alice memutus panggilan tersebut, kemudin melihat ke arah Celine. Wanita itu terdiam, memejamkan matanya sambil memegang perutnya. Mungkin ia sedang memberitahu anaknya bahwa itu adalah suara Rhys, Dad-nya.
Sesaat kemudian, Celine membuka matanya dan melihat ke arah Alice, “Terima kasih.”
“Maafkan aku, Lin. Seharusnya aku mencegah dirimu untuk bercerai dengan Rhys. Kalau saja saat itu aku tak mengabulkan keinginanmu, mungkin kalian akan hidup sebagai satu keluarga yang utuh. Hanya saja aku tak tega melihatmu hidup dalam pernikahan yang menyiksamu,” kata Alice.
Celine menggenggam tangan Alice, “Aku sangat berterima kasih padamu. Untung saja kamu mengabulkan permintaanku, jadi aku bisa pergi. Aku pasti akan hidup dalam ketakutan di rumah itu, apalagi jika mereka tahu aku hamil. Rhys akan merebutnya dariku dan Eve … dia pasti tak ingin Rhys memiliki anak lain selain anak darinya.”
“Lin …”
“Kamu sudah bertindak benar dengan mengikuti keinginanku. Kamu membantuku menyelamatkannya, membantuku untuk tetap memilikinya,” Celine menyilangkan tangan di perut, seperti memeluk buah hatinya.
“Lin, aku berjanji akan selalu ada untukmu. Katakan padaku apapun keinginanmu. Aku tahu, wanita hamil itu biasa ngidam kan? Katakan padaku apapun yang kamu inginkan, mengerti?! Izinkan aku untuk selalu ada di sampingmu. Izinkan aku untuk membalas kebaikan Uncle Harry padaku.”
Celine tersenyum dan mengangguk. Keduanya berpelukan seperti saudara. Hari itu, Alice tidur bersama dengan Celine.
**
Pagi ini, Celine mengajak Alice ke tempat di mana ia bekerja. Awalnya Celine tak ingin, namun Alice terus memaksanya. Wanita itu seakan ingin tahu setiap hal yang dilakukan oleh Celine.
Celine berjalan menuju mejanya yang agak sedikit tinggi. Ia berada di area depan karena sekaligus merangkap resepsionis. Hal itu memudahkan Alice untuk memperhatikannya.
Alice memandangi pemandangan Desa Lauterbrunnen dari tempatnya duduk saat ini. Ia menikmati ketenangan dan merasa damai, sangat jauh dari suasana Keluarga Alban beberapa waktu ini.
Ia melihat jam di pergelangan tangannya dan melihat sepertinya ia sudah lama duduk di sana. Sungguh tak terasa. Ia pun berjalan ke sekitar dan mencari tempat makan.
Saat ia menemukannya, ia memesan dan meminta mereka membungkus makanan tersebut. Ia membawanya kembali ke tempat Celine bekerja.
“Makanlah dulu, ini sudah saatnya makan siang,” kata Alice sambil meletakkan sebuah tempat makan dari sebuah tempat makan yang tak jauh dari sana.
“Al, tak usah repot-repot,” kata Celine.
“Aku tak repot. Ini semua kulakukan untuk adikku dan keponakanku,” kata Alice, membuat Celine tersenyum. Sudah lama ia menginginkan sebuah persahabatan, terutama setelah kehilangan Rhys beberapa tahun lalu.
Alice yang tak ingin mengganggu makan siang Celine pun kembali ke tempat duduknya semula, di kursi depan sekolah. Dari tempatnya duduk, ia bisa dengan leluasa melihat apa yang dilakukan Celine.
“Kamu meminta Mommyku membawakanmu makanan lagi?!” Alice yang mendengar seseorang bicara dengan nada keras, apalagi di hadapan Celine, membuatnya langsung berdiri dan mendekat.
“Tidak, ini …”
“Ini apa? Kamu mau bilang kalau Mommyku membelikannya dan mengantarkannya ke sini?” Kata Albert lagi.
“Aku yang membawakannya!” kata Alice dengan mata yang menatap tajam ke arah Albert. Sudah cukup Celine mengalami hal tak mengenakkan di Keluarga Alban. Ia tak mau di sini pun wanita itu mendapatkan makian.
Albert menoleh ke samping, ke arah asal suara. Matanya menangkap seorang wanita yang belum pernah ia lihat, namun seakan menghipnotis dirinya.
“Jangan suka memarahi orang lain sembarangan! Bukankah kamu itu seorang guru? Belajarlah untuk mengendalikan cara bicaramu dan caramu bersikap, karena itu akan dilihat dan mungkin dicontoh oleh para anak didikmu,” kata Alice.
Albert yang sedikit merasa malu, memutar tubuhnya dan meninggalkan Celine dan Alice.
“Apa ia sering memarahimu?” tanya Alice.
“Tidak. Aku tahu apa yang ia lakukan adalah karena menyayangi Aunty Giza.”
“Aunty Giza? Pemilik Kamar sewa Lauterbrunnen?”
“Ya. Aunty Giza memiliki 2 orang putra. Albert dan Revan. Albert bekerja sebagai guru di sini, sementara Revan bekerja di luar negeri.”
“Revan? Rasanya aku tak asing dengan nama itu,” gumam Alice.
“Kamu harus melawan, Lin. Jika kamu tak salah, kamu harus membela dirimu sendiri. Jangan mau terima-terima begitu saja makian orang lain.”
Celine keluar dari mejanya dan mendekati Alice. Ia memegang lengan wanita itu, “terima kasih. Aku berjanji akan menjaga diriku dengan baik. Aku tak ingin kakakku ini terus mengkuatirkanku.”
“Itu baru adik yang baik,” Alice mengusap pucuk kepala Celine hingga keduanya tertawa.
**
Tokk tokkk tokkk
“Masuk!”
Rhys yang saat ini sedang melamun dan hanya diam menatap ke arah jendela, tak terlalu menggubris ketukan di pintu. Justru uang menjawab adalah Finn, yang kini tengah duduk di hadapan Rhys dan membantu sahabatnya itu memeriksa dokumen.
“Tuan, ada tamu,” kata Revan.
“Tamu?” Finn berpikir sejenak. Ia tak merasa mereka sedang menunggu siapapun. Ia bahkan sudah mengatakan pada Revan agar tak menjadwalkan meeting dengan siapapun karena ia ingin menyelesaikan beberapa laporan bersama Rhys.
Revan berjalan mendekat. Ia ingin memberitahukan pada asisten pribadi atasannya itu. Namun, baru ia melangkah masuk, tamu itu sudah mendorong pintu dan memaksa masuk.
“Rhys! Honey!”
🌹🌹🌹