DERITA ISTRI KETIGA

“Kemana lagi kita mencari Bella, Na. Ini sudah tiga hari,“ ujar Alex frustasi mengacak rambutnya.

“Bagaimana kalau kita pasang iklan di tv, media sosial lainnya.”

“Kau gila! Itu tidak mungkin. Kamu mau dia di ketahui banyak orang, kamu mau wajah dia terekspos ke media dan semua orang tahu dia jadi penyebab aku dan Irene berpisah. Bisa-bisa dia di benci semua orang, jangan menambah beban dia. Cukup orang kita saja yang mencarinya.”

Anna hanya bisa diam, ia juga tidak tahu harus melakukan apa lagi.

“Mas bisa lacak dari ponselnya. Siapa tahu ada titik terang.”

“Masalahnya ponselnya tidak ia bawa.”

“Dari nomor rekeningnya. Kita bisa tahu terakhir dia transaksi menarik uang.”

““Kau benar!” Alex lalu mencoba mentranfer uang di rekening Bella.

“Sudah aku kirim. selanjutnya kita ke kantor bank untuk mencari data dirinya dan melacak terakhir dia bertransaksi.”

“Tapi Harus melibatkan polisi, Mas!”

“Biar aku yang mengurusnya.”

Alex kemudian mengenakan jasnya dan keliar dari ruangan kerjanya. Alex akan mencari informasi melalui nomor rekening Bella.”

Disisi lain, Bella berjalan menyusuri trotoar untuk mencari pekerjaan. Namun ia belum belum menemukan lowongan kerja.

Belle merasa lelah, ia pun duduk di bangku yang ada di trotoar. Lalu ia minum air putih yang beli di warung.

“Sabar ya, Nak.Doakan Ibu dapat pekerjaan.” Bella melihat gedung dan beberapa ruko diseberang jalan. Akhirnya ia menemukan tulisan lowongan pekerjaan.

“Lowongan,” gumamnya penuh semangat. Ia dengan sangat hati-hati, bangkit lalu menyebrang. Dengan sangat hati-hati ia menyebrang jalan dan akhirnya sampai tempat yang ia maksud. Bella memberanikan diri masuk ke dalam restoran tersebut.

“Permisi?” salam Bella pada petugas kasir di depan.

“Iya, Mbak bisa saya bantu?”

“Maaf Mbak. Apa benar disini ada lowongan pekerjaan?”

“Iya, Mbak. Mbaknya mau melamar.”

“Iya Mbak, saya mau melamar kerja disini jadi apa saja. tidak apa-apa.”

Petugas kasir tersebut pun melihat Bella dari atas sampai bawah dan pandangannya terhenti di perutnya.

“Mbak hamil? Maaf Mbak, Kami tidak menerima Ibu hamil untuk bekerja disini. Sudah peraturan.”

“Begitu ya Mbak. Tapi saya bisa kok, Mbak.”

“Maaf ya Mbak. Ini sudah peraturan. Kami tidak ingin terjadi sesuatu pada Ibu hamil.”

“Iya, Mbak. Maaf, terima kasih.” Bella keluar dengan sangat kecewa. Tetapi ia tidak putus asa. Ia berjalan mencari lowongan lain.

Pada Akhirnya Bella belum berhasil mendapatkan pekerjaan. Kemudian ia memutuskan untuk pulang, ia juga merasa sudah lelah dan lapar. Bella memutuskan untuk membeli makan siang dan minuman di warung yang tidak jauh dari tempat ia menyebrang tadi.

Ia makan begitu lahapnya sampai pemilik warung terus memperhatikannya. Sepertinya Bella sangat kelaparan. Bagaimana tidak biasnya di rumah ia sudah makan apa saja yang sudah di siapkan Mbok Imah, mulai dari sarapan cemilan dan minuman semua di sediakan dan sekarang ia harus sedikit menahan rasa lapar itu demi sedikit menghemat uangnya.

Pemilik warung pun mendekati Bella sambil membawakan segelas jus jeruk, ia tahu Bella sedang hamil serta seolah tahu apa yang di alami Bella.

“Neng, ini jus jeruk buat neng.”

“Maaf, Bu. Tapi saya tidak memesan jus jeruk.”

“Tidak apa-apa. Gratis buat kamu.” Pemilik warung tersebut tersenyum dan Bella hanya mengangguk sambim tersenyum haru.

“Terima kasih, Bu.” Bella begitu terharu tanpa sadar meneteskan air mata. Namun ia cepat- Cepat menghapus air matanya, ia bersyukur banyk orang yang baik padanya.

“Habiskan ya.”

“Iya, Bu. Terima kasih banyak.”

Bella melanjutkan makannya, ia sedikit malu banyak yang melihatnya. Setelah selesai makan ia pun membayar bangkit dan ingin membayar pesanannya.

“Bu, berapa semua?”

“Tidak, usah Nak.”

“Tapi, Bu?”

“Uangnya buat yang lain saja, ya.”

Bella tersenyum dan mengangguk tanda terima kasih. Lalu ia mengambil tas dan berkas lamaran pekerjaannya.

“Terima kasih banyak, Bu. semoga kebaikan Ibu Tuhan yang membalas.”

“Aamiin , hati-hati ya, Nak. di jaga kandungannya.” Balas Ibu tersebut. Bella tersenyum lalu keluar dari warung.

Bella berjalan menyusuri trotoar kembali dan ingin menyebrang. Saat hendak menyebrang ia sedikit ketakutan dan tidak berani melangkah karena lalu lalang mobil. Akan tetapi ia harus segera menyebrang agar secepatnya sampai rumah kontrakannya.

Saat melangkah hampir saja ia terserempet, beruntung seseorang langsung menarik lengannya.

“Kau mau mati!” serunya

Bella begitu ketakutan, jantungnya sudah hampir lepas dari dadanya.

“Bella?” ujar orang yang menyelamatkan dirinya.

“Dokter Wahyu!”

Rupanya orang yang menyelamatkan dirinya adalah dokter yang selama ini menangani kehamilannya.

“Kamu, ngapain disini. Suami kamu mencari-cari kamu. Aku hubungi Alex ya!”

Bella memegang tangan Wahyu dan memohon agar jangan menghubungi suaminya.

“Jangan dok. Saya mohon, Jangan memberi tahu Abang. Saya mohon.” Bella menangis memohon agar Wahyu tidak memberitahu keberadaannya.

“Saya memang pergi dari rumah. Saya sudah tahu kebenarannya. Abang tidak jujur pada saya, dok. Saya mohon Jangan memberitahu Abang.”

Wahyu menatap Bella. Ia kasihan dengan nasip wanita malang di depannya. pasti terjadi sesuatu antara Alex dan dirinya yang membuat ia kabur dan pergi dari Alex.

“Baiklah, Tapi kamu sekarang tinggal dimana? Biar saya antar. Kamu pasti kecapean. lihat wajah kamu. Bella, kamu sedang hamil. Kamu harus banyak istirahat.”

“Saya tinggal tidak jauh dari sini, dok.”

“Ya sudah, Ayo Saya antar.” Wahyu berjalan menuju mobilnya dan membukan pintu mobil untuk Bella.

Bella masuk kedalam mobil tak lama Wahyu juga masuk mobil.

“Dimana kamu tinggal?” tanya Wahyu sekali lagi.

“Lurus .... nanti belok kiri. Nanti turunkan saya di depan gang rumah saya saja. Karena mobil tidak bisa masuk.”

Wahyu melajukan mobilnya menuju tempat yang di maksud Bella.

“Belok kiri, dok!” ujar Bella memberitahu saat tiba di pertigaan jalan.

Wahyu menuruti ucapan Bella. Wahyu merasa Iba pada Bella, Pasti Bella sedang tidak baik-baik saja setelah mengetahui semuanya.

“Dok, berhenti di depan situ.”

Wahyu mengangguk dan sedikit memperlambat laju mobilnya. Wahyu memarkirkan mobilnya di depan toko yang khusus tempat parkir.

“Dok, terima kasih tumpangannya,” ucap Bella tersenyum tipis lalu ia menarik hendel mobil dan membuka pintu mobilnya.

“Kamu sudah makan?” tanya Wahyu sebelum Bella keluar dari mobil.

“Sudah, dok. Tadi di warung.”

“Sudah minum vitamin?” tanyanya lagi. Bella menggeleng.

“Vitaminnya ketinggalan di rumah dan saya belum kebidan deakat rumah kontrakan saya.”

Wahyu terdiam dan hanya memandangi Bella kelauar dari mobilnya. Bella berjalan sedikit lesu karena memang ia kelelahan dan mengantuk.

Diam-diam Wahyu mengikuti Bella. Ia hanya ingin tahu dimana tempat tinggal Bella, agar ia bisa memantau istri temannya itu.