"Haiii, Ganteng. Lagi joging, ya?" sapa Agatha setelah berada di depan Elvano. Kepalanya mendongak karena perbedaan tinggi mereka. Senyuman lebar tersungging di bibir manisnya.
Elvano berdecak malas, "Menurut, lo? Udah tahu, masih aja nanya."
Selain dingin dan tidak pandai berekspresi, mulut Elvano juga sedikit tajam. Membuat siapa pun yang mendengar ucapannya merasa sakit hati.
"Galak banget," cibir Agatha.
***
Ketika secercah cahaya datang menghangatkan hati yang telah lama membeku. Akankah mereka dapat bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kacang Kulit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27 - Seperti Mimpi
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu. Agatha masih berdiri di depan gerbang menunggu Keenan yang berjanji akan menjemputnya. Tetapi sampai hari menjelang sore pun, abangnya itu masih belum terlihat batang hidungnya.
Agatha terus menggerutu karena lelah menunggu. Karena sudah tidak sabar, Agatha memutuskan untuk menelpon Keenan.
Nada sambung terdengar, beberapa saat kemudian suara Keenan terdengar di seberang telepon.
"Hallo, kenapa dek?"
Agatha mendengus jengkel, bisa-bisanya Keenan bertanya seperti itu setelah membuatnya menunggu lama.
"Abang di mana sih? Katanya mau jemput, kok belum sampai?"
"Aduh, Abang lupa. Lima menit lagi ada meeting. Kamu pulang naik bus aja ya? Atau sama Chacha." Keenan merasa bersalah karena lupa menjemput Agatha. Padahal dia sendiri yang mengatakan akan menjemput adiknya itu.
"Gimana, sih!"
Agatha semakin kesal, Chacha sudah pulang sejak tadi karena tahu Keenan akan menjemputnya. Menunggu bus lewat akan sangat lama sedangkan hari sudah mulai sore. Ingin sekali Agatha memukul kepala abangnya itu.
"Maaf ya, Abang lupa." Keenan terus meminta maaf agar Agatha tidak marah padanya.
"Hm," jawab Agatha singkat. Malas mendengar kata maaf yang terus-menerus Keenan ucapkan. Dia terlanjur kesal.
"Abang tutup dulu telponnya ya, maaf banget sayang."
Telepon terputus.
Agatha berdecak kesal, sekarang gadis itu bingung bagaimana caranya dia pulang. Seharusnya dia naik bus yang berhenti di halte depan sekolah saja tadi. Hari semakin sore, kemungkinan bus akan lewat sekitar satu jam lagi.
Karena lelah berdiri, Agatha memutuskan untuk duduk di halte sambil memainkan ponselnya. Dia berniat memesan ojek online saja. Agatha meringis karena uang jajannya yang harus direlakan agar bisa segera pulang. Setelah ini, dia akan menagih ganti rugi pada Keenan.
Sebelum Agatha sempat memesan ojek, suara deru motor terdengar di telinganya. Tak lama kemudian, sebuah motor yang keluar dari gerbang berhenti tepat di depannya.
Agatha sangat-sangat mengenal siapa orang dibalik helm full face tersebut. Dia Elvano.
Deg
Jantung Agatha rasanya ingin melompat dari tempatnya. Mengapa Elvano mendadak sering muncul di depan matanya. Dan lagi, kenapa Elvano belum pulang? Agatha tahu betul hari ini bukan jadwal Elvano mengikuti ekstrakurikuler. Biasanya pemuda itu akan mengikuti ekskul basket pada hari Sabtu.
Elvano melepas helmnya kemudian menoleh ke arah Agatha tanpa turun dari motornya. Raut wajahnya terlihat datar seperti biasanya.
"Kenapa belum pulang?"
Agatha menelan ludahnya susah payah, telinganya yang sakit atau memang dia salah dengar? Entah kenapa suara Elvano terdengar lembut dan dingin disaat bersamaan.
"I-itu, belum dijemput." Sial, Agatha gugup. Biasanya tidak pernah seperti ini. Bahkan Agatha seringkali mengoceh tidak jelas ketika berada di dekat Elvano.
"Gue anterin."
"Hah? Apa?" Tanpa sadar Agatha berteriak. Tentu jawaban Elvano tidak pernah terlintas di benak Agatha. Dulu mungkin pernah, sekarang dia sudah berhenti berharap untuk itu.
"Pulang sama gue," jawab Elvano kembali. Bibirnya tersenyum sangat tipis. Bahkan Agatha tidak menyadarinya sama sekali.
Elvano memang belum pulang. Bukan karena ada urusan, tetapi pemuda itu sengaja mengawasi Agatha dari jauh. Elvano ingin mendekat, tetapi menunggu waktu yang tepat. Karena Agatha belum juga pulang, Elvan ingin menemaninya dari jauh sampai dia pulang.
Tapi sepertinya Agatha memang sedang membutuhkan tumpangan. Maka Elvano tidak akan menyia-nyiakan kesempatan.
"Gue gak salah denger?" tanya Agatha pelan. Wajahnya terlihat sangat terkejut meski binar dimatanya tidak bisa berbohong bahwa gadis itu senang.
"Enggak," jawab Elvano singkat. Pemuda itu menahan senyum ketika menyadari kegugupan Agatha. Dia pasti sangat terkejut dengan perubahan sikapnya. Ah, Elvano rindu Agatha yang banyak bicara seperti biasanya.
"Ke-kenapa?" Agatha bertanya kenapa Elvano mau mengantarnya pulang. Bukankah itu aneh? Ini benar-benar Elvano kan?
"Lo gugup?" tanya Elvano tanpa menjawab pertanyaan Agatha.
"Enggak," jawab Agatha cepat. Walaupun sebenarnya dia memang sedikit gugup. Ayolah, ini hanya Elvano, mengapa harus gugup? Seharusnya Agatha bersikap jual mahal dan menolak ajakan Elvano. Tapi dia tidak bisa, hatinya terlalu lemah.
"Ayo naik," perintah Elvano sembari menunjuk jok belakang motornya dengan dagunya.
Agatha menghela napas pelan, mencoba untuk bersikap tenang.
"Iya."
Agatha segera berjalan mendekati Elvano. Dengan hati-hati, gadis itu naik ke atas motor Elvano. Jantung Agatha tidak berhenti berdetak kencang sejak tadi. Untuk pertama kalinya Agatha bisa berada sedekat ini dengan Elvano. Rasanya menyenangkan dan mendebarkan.
"Pegangan," kata Elvano setelah memasang helmnya.
"Iya." Agatha bingung harus berpegangan pada apa. Akhirnya dia lebih memilih memegang ujung jaket milik Elvano.
Elvano melirik ke bawah, ke arah tangan Agatha yang terlihat gemetaran memegang jaketnya. Elvano tersenyum geli di balik helmnya.
"Bukan di situ," ujar Elvano, tangannya meraih tangan Agatha dan mengarahkannya untuk memeluk tubuhnya. Setelah itu Elvano segera melajukan motornya membelah jalanan Ibukota yang sangat ramai menunju rumah Agatha.
Motor melaju dengan kecepatan normal. Elvano sengaja ingin mengulur waktu agar kebersamaan ini tidak cepat berlalu. Sesekali matanya menatap kaca spion yang memantulkan separuh wajah Agatha.
"Kenapa tegang?" tanya Elvano dengan suara yang sedikit dikeraskan. Dia sedikit menoleh ke belakang agar Agatha mendengar pertanyaannya.
Agatha terkejut, "Eh, si-siapa juga yang tegang? Enggak, kok!"
Agatha merutuki dirinya dalam hati. Mengapa Elvano harus mengatakannya secara terang-terangan? Tidak bisakah pemuda itu berpura-pura tidak tahu?
Elvano mengarahkan kaca spion agar bisa menatap wajah Agatha lebih jelas.
"Tumben lo gak bawel." Elvano tidak berhenti tersenyum di balik helmnya. Sayangnya Agatha tidak melihat senyum itu. Andai gadis itu melihatnya, pasti dia akan berteriak dengan keras.
"Ihh, gue gak bawel kok," ujar Agatha sedikit kesal, wajahnya cemberut. Kegugupannya perlahan menghilang digantikan perasaan hangat yang menjalar ke dalam hatinya.
"Bawel," ledek Elvano.
Agatha tidak membalas, dia hanya tersenyum lebar sembari mengeratkan pelukannya.
Agatha menyandarkan kepalanya di punggung Elvano, matanya terpejam menikmati saat-saat seperti ini. Rasanya seperti mimpi, dia takut ketika dia membuka matanya, semua ini akan berakhir.
Sepertinya move on hanyalah sekedar rencana. Nyatanya, hatinya tidak bisa berbohong bahwa ia masih menginginkan Elvano.
...***...
Seneng gak kalian? ಥ‿ಥ
By the way, aku suka baca komen-komen kalian. Makasii yaa :)
Thor buat part 2nya dong, suka bnget soalnya Sma ni cs