Ketika kesetiaan seorang istri tak berarti dimata suami. Bagaimana kah usaha Tari menghadapi pengkhianatan yang di lakukan oleh suaminya? ikuti terus kisah Tari yang ingin membalaskan rasa sakit hatinya terhadap Dimas.
"kau salah besar jika menganggapku lemah Mas, lihatlah nanti apa yang akan aku lakukan terhadapmu dan gundikmu itu! Tak ada kata maaf untuk sebuah pengkhianatan. Akan ku kembalikan kau ke tempat asalmu, dasar laki-laki tak tahu diri. Bersiaplah, kau harus merasakan rasa sakit hatiku ini berkali lipat. Ku pastiak kau akan memelas berharap kata maaf dariku. Kau telah memilih musuh yang Salah Mas!" - Mentari
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kiki Purwanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
Akhirnya aku dan Bik Ijah sampai di rumah Ayah, ku lihat mobil Radit sudah terparkir di halaman rumah. Radit selalu ku libatkan dalam hal apapun, selain tangan kanan Ayah, Radit juga orang kepercayaan keluargaku. Memang antara aku dan Radit tak Ada ikatan saudara, hanya saja Radit adalan anak dari teman Bunda. Keluargaku dan keluarga Radit memang sangat dekat sekali.
Orang tua Radit menetap di Inggris, meneruskan perusahaan Yang di wariskan oleh kakeknya Radit. Sedangkan Radit menetap di Indonesia karena ia ingin mandiri, tak ingin bergantung pada kedua orang tuanya. Alhasil, dia lebih memilih bekerja di perusahaan Ayah dengan kemampuan yang dia miliki.
Jika kalian bertanya kenapa aku tak menikah saja dengan Radit, biar ku beri tahu, sebenarnya dulu memang kedua orang tua kami berencana menjodohkan kami berdua, namun sayangnya sepertinya memang Radit bukan jodohku, kami menolak perjodohan itu, selain aku sudah menganggap Radit sebagai kakak, rasa di hati ku pun tak Ada sama sekali untuk Radit, apalagi sekarang Radit sudah memiliki calon istri dan mereka akan segera menikah.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀
"Assalamualikum" ucapku bersama Bik Ijah
"Waalaikumsalam" jawab Ayah dan Radit serentak
Sama halnya dengan Bik Ijah, Ayah dan Radit tak berkedip melihat ku. Menelisik penampilanku dari atas hingga ke bawah
"Masha Allah, ini beneran anak Ayah?" Ucap Ayah sambil memegang pundakku
"Iyalah anak ayah, memang siapa lagi" jawabku sedikit merajuk
"Wah, ada Yang hijrah nih ceritanya. Alhamdulillah, semoga selalu istiqomah ya Tari" ucap Radit
"Amin ya Allah amin" jawabku
🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Bik Ijah ku suruh untuk masuk ke dalam kamar menemani Adam, biarkan saja Adam dan Bik Ijah bermain di dalam kamarku selagi nanti aku membahas semua masalah yang ada.
Tak lama, mobil yang ditumpangi Mang Udin beserta mertua sampai di kediaman Ayah. Setelah berbasa-basi menanyakan kabar, akhirnya aku mulai menceritakan semua masalah yang ada secara rinci tanpa kurang satu apapun.
Terlihat gurat-gurat kecewa dan marah di muka semua orang. Bahkan Ibu mertua sampai tak henti-hentinya menangis. Ku ucapkan beribu maaf jika aku membongkar semua kebusukkan Mas Dimas, bukannya ingin membuka aib rumah tanggaku, namun disini posisiku benar-benar tak menguntungkan, aku butuh orang lain untuk membantuku dalam menghadapi masalah ini. Mungkin juga suatu saat nanti Maya akan kembali menggunakan cara-cara sihir untuk menghancurkan keluargaku.
"Maafkan Bapak Tari, besan. Saya selaku orang tua Dimas benar-benar malu dengan apa yang sudah Dimas lakukan ini, jujur saya merasa gagal mendidik anak laki-laki saya satu-satunya" ucap Bapak sambil terisak
Kulihat Ibu dan Riri pun tak kalah sedih, keduanya hanya bisa menangis sambil berpelukan satu sama lain. Melihat pemandangan seperti itu, jujur saja membuat hatiku teramat sakit.
"Sudahlah, besan tak perlu meminta maaf. Ini bukan salah besan. Mungkin ini memang takdir dan ujian yang harus dilalui oleh Tari. Kita sebagai orang tua hanya bisa mendukung Yang terbaik untuk semuanya. Dan mendo'akan agar Dimas bisa kembali ke jalan yang di ridhoi Allah" ucap Ayah
"Jadi, sekarang apa yang akan kamu lakukan Tari?" Tanya Radit padaku
"Untuk sekarang, keluarkan Maya dari perusahaan Dit. Mungkin ini juga tak akan mudah, Maya pasti tidak akan terima jika dia dikeluarkan secara tidak hormat. Tapi mau bagaimana lagi, apa yang dia lakukan sudah sangat tak bisa di toleransi lagi. Untuk memantau Maya dan Bayu, aku sudah perintahkan Darto untuk melihat pergerakkan mereka. Mungkin nanti aku akan mendatangi Ibunya Maya. Dan untuk Mas Dimas sepertinya aku akan mencoba bertanya kepada ustadz yang mampu meruqiah. Dan untuk kedepannya, mungkin nanti aku akan fikirkan lagi" ucapku dihadapan semua orang
Semua mengangguk mendengar penuturannku. Tapi mereka tetap mewanti-wanti padaku agar terus berhati-hati. Apalagi Maya bisa menghalalkan segala cara untuk mencapai ambisinya.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Bapak dan Ibu serta Riri pun berjanji akan selalu membantuku semampu mereka. Bapak juga akan berusaha membantuku untuk menyadarkan Mas Dimas dari pengaruh sihir Maya.
Namun selain itu, aku juga meminta maaf jika nantinya aku tak bisa lagi mempertahankan rumah tanggaku bersama Mas Dimas. Baik Ayah atau pun mertuaku tak ada yang membantahnya. Mereka hanya berharap semoga keputusan Yang ku ambil adalah keputusan Yang terbaik.
Setelah membicarakan masalahku, Ayah menawarkan Bapak untuk mengolah satu tempat makan Yang baru saja dibuka oleh Ayah. Memang, setahun kebelakang, Ayah mencoba peruntungan menjadi pengusaha kuliner. Alhamdulillah, tahun ini Ayah sudah bisa membuka satu cabang restoran di dekat tempat wisata di daerah rumah Mertua.
Tapi Bapak dan Ibu menolak itu, katanya tidak enak. Biarlah mereka sekarang seperti ini. Mereka takut, jika Mas Dimas tau, Mas Dimas akan kembali berulah lagi. Tapi jika nanti Bapak dan Ibu berubah fikiran, mereka akan menghubungiku.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Sore hari, kami kembali ke rumah masing-masing. Padahal aku sudah menawarkan kepada Mertua dan Riri agar menginap saja di rumahku. Namun mereka menolak, katanya lain kali saja mereka akan menginap disini.
Ku minta Mang Udin untuk kembali mengantarkan Bapak, Ibu serta Riri kembali ke rumah. Sedangkan aku dan Bik Ijah kembali ke rumahku.
Sampai di rumah, aku bergegas membersihkan diri dan beristirahat. Mungkin jika besok aku tak ada halangan, aku akan pergi ke rumah Ibunya Maya. Aku ingin mengetahui bagaimana kah Maya menurut orang tuanya.
Aku akan pergi di temani oleh Sugeng saja, untuk berjaga-jaga saja takut terjadi apa-apa. Karena aku belum mengetahui bagaimana sifat Ibunya Maya. Bukannya ingin bersuudzon, tapi tak apakan jika aku bersiaga saja.
Ku hubungi Sugeng untuk bersiap-siap besok mengantarkanku ke rumah Ibunya Maya. Dan Sugeng pun menyetujuinya. Kami akan berangkat agak siang saja karena jaraknya pun tak terlalu jauh.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Aku sudah bersiap untuk pergi ke rumah Ibunya Maya. Setelah pamit pada Bik Ijah dan menitipkan Adam, mobil Yang ku tumpangi melaju ke rumah Ibu Maya.
Di pertengah jalan, sengaja aku membeli beberapa makanan untuk aku bawa ke rumah Ibunya Maya. Beberapa kue kering dan brownies menjadi pilihanku.
Usai membeli beberapa makanan, perjalanan menuju ke rumah Ibunya Maya kami lanjutkan. Tak berapa Lama akhirnya kami sampai di daerah rumah Ibunya Maya, namun untuk sampai disanan harus dilanjutkan dengan berjalan kaki. Karena mobil tak bisa masuk.
Ku minta Sugeng untuk memarkirkan mobil di lapangan yang tak jauh dari gang. Setelah itu kami melanjutkan dengan berjalan kaki, sengaja aku menyuruh Sugeng untuk ikut turun bersamaku.
Akhirnya, kami sudah sampai di depan rumah Ibunya Maya. Bukan rumah lebih tepatnya kontrakan petak yang berjajar. Gegas ku ketuk pintu kamar kontrakan yang dihuni oleh Ibunya Maya.
Tok
Tok
Tok
"Assalamualaikum" ucapku
Tak membutuhkan waktu lama, dari dalam terdengar sahutan dari seorang wanita.
"Waalaikumsalam. Tunggu sebentar" jawab Ibunya Maya
Setelah pintu di buka, ku lihat di depanku berdiri seorang wanita paruh baya. Ku taksir umurnya sekitaran 50 tahun, dengan keadaan yang bisa di bilang memprihatikan.
"Maaf Ibu jika saya menganggu, apa benar ini dengan Ibunya Maya Larasati?" Ucapku
"I-iya benar, Ma-Maya adalah anak Ibu. Mbak ini siapa ya?" Ucapnya terbata
"Oh, perkenalkan Bu, saya Mentari. Panggil saja Tari, saya ini temannya Maya pas masa kuliah" jawabku berbohong. Ampuni hamba ya Allah jika harus berbohong seperti ini. Batinku.
"Oh begitu, iya saya Ibunya Maya. Panggil saja Ibu Susi. Mari silahkan nak masuk. Tapi maaf keadaannya seperti ini" ucap si Ibu yang ku ketahui bernama Bu Susi itu
Aku pun mengangguk sambil berjalan ke dalam, ku berikan kode kepada Sugeng agar menunggu saja diluar. Sugeng pun mengerti dan menjawab dengan anggukan kepala saja.
"Loh, itu Yang laki-laki kenapa gak ikut masuk nak?"
"Nggak Bu, katanya di rumah saja" jawabku
"Silahkan duduk nak, tapi maaf Ibu gak ada kursi jadi cuman bisa lesehan aja di karpet"
"Nggih Bu tidak apa-apa. Ini juga sudah nyaman"
"Ya sudah, Ibu bikinkan minum dulu ya" ucap Bu Susi
Aku pun hanya menganggukan kepala. Melihat sikap Bu Susi sepertinya Ibunya Maya ini adalah orang yang baik dan santun. Tapi kenapa kelakuan anaknya seperti, ah sudahlah tak perlu ku jabarkan.
Bu Susi kembali dengan membawa tiga gelas air teh hangat. Yang satu ia berikan kepada Sugeng, dan Yang dua lagi untukku dan Bu Susi.
"Maaf ya nak, Ibu cuman bisa nyuguhi air teh hangat saja"
"Tak apa Bu, maaf loh jika saya merepotkan"
"Ya nggak atuh nak, merepotkan apa sih. Oh iya, ngomong-ngomong nak Tari ini ada perlu apa ya datang kesini?"
"Emm, begini Bu. Saya cuman mau tau saja kabar dari Maya. Soalnya sudah Lama saya tidak berjumpa dengan Maya" jawabku berbohong lagi
Hening sejenak, sebelum Bu Susi menghembuskan nafas panjang
"Untuk itu, Ibu juga tidak tau bagaimana kabar Maya sekarang Nak. Maya pergi dari rumah sudah Lama. Sekitar 5 tahun yang lalu. Semenjak itu, dia tak pernah lagi pulang ke rumah kami yang dulu" jawab Bu Susi
Dari nadanya, aku tau ada luka dalam yang coba ditahan oleh Bu Susi. Kesedihan akan putrinya Yang tak pernah kembali pun bisa terlihat jelas dimukanya.
"Memangnya kenapa Maya sampai tak pulang Bu? Maaf jika saya terlalu lancang menanyakan soal hal ini"
"Dulu, Ibu dan alm Bapaknya Maya tak sengaja memergoki Maya dan seorang laki-laki tengah berbuat hal yang harusnya dilakukan oleh suami istri, Bapaknya Maya sangat marah besar, disamping berzina, Maya juga ternyata suka meminum miras dan mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Alm. Suami saya sangat murka dan marah besar pada saat itu. Didikan agama yang selama ini kami tanamkan kepada Maya tak ada yang Maya terapkan sama sekali. Dari kejadian itu, Maya pun pergi meninggalkan rumah, setelah kepergian Maya dari rumah, suami Ibu sakit-sakitan sampai akhirnya meninggal dunia. Rumah yang kami miliki pun harus rela Ibu jual untuk pengobatan Bapaknya Maya. Setelah Bapaknya Maya meninggal, hidup Ibu menjadi sendiri, sampai akhirnya Ibu tinggal disini dan menggantungkan hidup dari warung kecil-kecilan yang ibu buka" jawan Bu Susi lagi
"Apakah Maya tahu jika Bapaknya sudah tiada Bu?" tanyaku lagi
"Belum, sampai saat ini Maya belum tahu jika Bapaknya sudah tiada. Ibu berusaha menghubungi Maya, namun hasilnya sia-sia saja. Dari kepergiannya meninggalkan rumah, no telfonnya sudah tak pernah aktif lagi".
Huuffttt.
Ku hembuskan nafas panjang, benar-benar keterlaluan Maya. Dia hidup bergelimang harta sedangkan Ibunya disini terlunta-lunta hidup sendiri. Bukannya berbakti kepada orang tua malah menyakiti hati orang tuanya begitu dalam.
Aku sudah tak bisa berkata apa-apa lagi setelah mendengar semuanya dari mulut Ibunya Maya secara langsung. Aku hanya bisa menguatkan Bu Susi untuk saat ini, berharap Bu Susi selalu di beri kesehatan dan umur yang panjang, diberikan kesabaran yang tak terhingga.
Setelah dirasa cukup mendapat informasi dari Bu Susi, aku pun pamit undur diri. Ku berikan makanan yang sudah ku beli dan memberikan sedikit rezeki yang aku miliki untuk Bu Susi. Hitung-hitung tambahan untuk modal.
Awalnya Bu Susi menolak semua pemberianku, tapi aku terus saja memaksanya agar mau menerima semua yang ku berikan. Aku berjanji jika nanti bertemu dengan Maya, akan ku minta Maya pulang dan menengok Bu Susi. Setelah Bu Susi menerima semua pemberianku, aku dan Sugeng pun pamit untuk undur diri.
Sepanjang perjalanan pulang, hatiku masih saja berkecamuk memikirkan Maya. Tak habis fikir ada anak yang seperti itu, dia hanya memikirkan dirinya sendiri dan obsesinya saja. Ya Allah, jauhkanlah sifat seperti itu dari diriku. Aku ingin terus berbakti kepada Ayah, membahagiakan dia di sisa usianya.
Baiklah, setelah ini mungkin aku akan meminta Darto untuk menyelinap kedalam rumah Maya untuk menemukan sertifikat rumah yang di diami Maya dan Mas Dimas sekarang. Aku yakin, rumah itu di beli dengan uang yang mereka gelapkan dari perusahaanku.
Bersiaplah kau Maya, kali ini akan ku ambil satu persatu darimu.
Bersambung....