Terjebak Cinta Om Duda

"Abel tunggu---"

"Jangan pernah memanggil keponakan ku dengan panggilan itu," ucap Roland sambil mengepalkan tangannya. Sungguh ia tidak rela Rigel memanggil Belva dengan nama panggilan kesayangannya. "Nama itu, hanya aku yang boleh memanggilnya."

Rigel memutar bola matanya malas, ia sudah tidak memiliki tenaga untuk berdebat dengan Roland. Rigel hanya ingin mengejar Abel. Entah mengapa ia merasa hatinya sangat sakit saat melihat Belva menangis.

"Sebaiknya Kamu pergi dari sini," ucap Rigel dengan ketus. Pria itu hendak pergi meninggalkan ruangannya. Tujuannya hanya ingin mengejar Belva. Namun ucapan Roland berhasil menghentikan langkahnya.

"Kenapa Kamu terlihat khawatir? Bukankah harusnya Kamu senang, karena tujuanmu menyakiti Abel sudah berhasil?" Roland menyeringai, ia bisa menangkap ada kekhawatiran di wajah mantan sahabatnya itu. "Jangan bilang Kamu benar-benar mencintai keponakanku?" Tanyanya penuh selidik.

Roland sangat yakin Rigel benar-benar mencintai keponakannya, namun tentu saja ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Roland tidak akan mengikhlaskan Belva bersama pria bodoh itu.

"Jangan bicara sembarangan, aku tidak mungkin mencintai keponakan bodoh mu itu," Rigel tersenyum smirk. Ia berusaha menyembunyikan kegundahan nya. "Apa Kamu tahu, justru keponakan mu lah yang sudah tergila-gila denganku."

Roland mengepalkan tangannya, ucapan Rigel benar-benar sudah membuat telinganya berasap.

"Baguslah kalau Kamu tidak mencintainya. Karena kalau sampai itu terjadi, aku tidak akan tinggal diam. Aku tidak akan membiarkan pria bodoh seperti mu mendapatkan wanita sesempurna Abel."

Deg

Entah mengapa ada rasa nyeri di hati Rigel saat mendengar apa yang baru saja Roland katakan.

"𝘈𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘬𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘙𝘰𝘭𝘢𝘯𝘥 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳, 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢. 𝘛𝘢𝘱𝘪, 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘩𝘢𝘵𝘪𝘬𝘶 𝘳𝘢𝘴𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵? 𝘈𝘱𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳-𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘫𝘢𝘵𝘶𝘩 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘈𝘣𝘦𝘭?"

Rigel menggelengkan kepalanya. Sekuat tenaga ia mencoba untuk menyangkal perasaannya pada Belva, namun lagi-lagi Roland kembali memancing kegusaran nya.

"Setelah Kamu membuat sahabatku satu-satunya meninggal, aku tidak akan membiarkan Belva menjadi korban kebodohanmu selanjutnya."

"Apa maksudmu?"

Roland hendak pergi meninggalkan ruangan Rigel yang terasa pengap itu, namun pertanyaan bodoh Rigel berhasil membuat Roland semakin menertawakan kebodohan pria itu.

"Jika otakmu masih berfungsi, cari tahu sendiri apa maksud ucapanku. Ternyata Kamu masih sama, bodoh!"

Setelah puas membuat Rigel penasaran dengan ucapannya, Roland pergi begitu saja dari ruangan itu. Roland ingin secepatnya mencari keberadaan keponakannya.

"𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘬𝘦𝘤𝘰𝘭𝘰𝘯𝘨𝘢𝘯, 𝘴𝘦𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘎𝘦𝘮𝘢 𝘴𝘪𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘬𝘪𝘵𝘪 𝘈𝘣𝘦𝘭 𝘬𝘶, 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘙𝘪𝘨𝘦𝘭 𝘣𝘰𝘥𝘰𝘩 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘢𝘮𝘱𝘢𝘬𝘬𝘢𝘯 𝘯𝘺𝘢. 𝘒𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘨𝘢 𝘈𝘭𝘢𝘴𝘬𝘢 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳-𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘣𝘪𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩," 𝘣𝘢𝘵𝘪𝘯 𝘙𝘰𝘭𝘢𝘯𝘥.

"𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘈𝘣𝘦𝘭 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘦𝘣𝘢𝘬 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢, 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘨𝘢 𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘴𝘢𝘫𝘢."

Sepanjang perjalanan mencari Belva Roland terus menggerutu. Pria itu benar-benar mengutuk keluarga Alaska yang tidak pernah lepas dari hidup Belva.

"𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘉𝘦𝘭𝘷𝘢 𝘵𝘢𝘩𝘶, 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘙𝘪𝘨𝘦𝘭 𝘥𝘢𝘯 𝘎𝘦𝘮𝘢...." 𝘙𝘰𝘭𝘢𝘯𝘥 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘨𝘦𝘭𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘭𝘢𝘯𝘺𝘢. "𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢."

...----------------...

Setelah kepergian Roland, Rigel benar-benar dibuat penasaran oleh ucapan rivalnya itu. Rigel tahu mantan sahabatnya itu tidak mungkin hanya sekedar bicara omong kosong.

"Apa maksud ucapan Roland tadi," gumam Rigel. Ia sudah seperti setrikaan yang mondar mandir ke sana kemari.

Jika setrikaan memiliki tujuan yang jelas, berbeda dengan Rigel yang sama sekali tidak memiliki arah yang benar apalagi tujuan.

"Sahabat Roland itu cuma aku dan Livia. Tapi, tidak mungkin aku, kan? Aku dan dia sudah lama jadi mantan sahabat." Rigel terus menggali ingatan nya, ia berharap bisa menemukan potongan puzzle yang tersembunyi. "Kalau Livia... tidak mungkin juga. Jelas-jelas Roland bilang sahabatnya itu meninggal, dan dia juga bilang aku lah penyebabnya."

Rigel semakin frustasi, bahkan ia mengacak rambutnya sendiri karena kepalanya nyaris meledak.

Rigel mencoba kembali fokus mencari potongan-potongan puzzle yang Roland berikan. Setelah berpikir cukup keras, jawaban yang Rigel temukan hanya mengarah pada satu nama, yaitu Livia.

Hanya saja clue yang Roland berikan itu terlalu rumit. Jika itu Livia, terlalu tidak masuk akal mengingat orang yang Roland katakan itu sudah meninggal, sementara wujud Livia masih nyata hingga kini.

"Apa menurutmu Roland hanya bicara omong kosong, Van?" Tanyanya pada Vander.

"Kalau menurutku , tidak mungkin Tuan Roland bicara omong kosong."

Rigel memicingkan matanya penuh selidik, ia ingin tahu alasan asistennya berpendapat seperti itu.

"Kenapa Kamu sangat yakin pengkhianat itu tidak mempermainkan ku?"

"Ini menurutku, Tuan. Pertama, Tuan Roland seperti memendam dendam pada Anda, tidak mungkin tiba-tiba saja dia seperti itu, kan? Pasti ada penyebabnya. Apalagi Anda bilang dulu kalian bersahabat."

Rigel menganggukkan kepalanya, apa yang dikatakan Vander ada benarnya. Tapi Rigel merasa tidak memiliki salah apapun pada Roland. Justru pria itu yang tiba-tiba membencinya tanpa sebab, tanpa alasan. Dan itu bermula setelah Rigel menikah dengan Livia.

"Kamu benar. Dia tiba-tiba membenciku dan mengatai ku bodoh. Awal kejadiannya tepat setelah aku menikah dengan Livia," ucap Rigel sambil mengingat-ngingat.

"Itu maksudku, Tuan. Coba Tuan ingat-ingat lagi, kenapa tiba-tiba Tuan Roland mengatai Anda bodoh? Pasti ada alasannya, kan?"

Rigel kembali mengangguk. Namun Rigel sama sekali tidak menemukan penyebab Roland seperti itu. Ia merasa tidak pernah sekalipun membuat Roland marah ataupun menyinggung nya.

"Tapi ada satu hal yang menurutku aneh," ucap Rigel menerawang. "Waktu aku memutuskan menikah dengan Livia, tidak ada sama sekali tanda-tanda Roland marah ataupun tidak setuju, justru dia sangat mendukung," ucapnya lagi dengan yakin. "Tapi anehnya setelah aku menikah, dia mendadak berubah. Bahkan dia tidak datang ke pernikahanku."

Rigel kembali berpikir, ia merasa ada bagian yang hilang, yang tidak ia ketahui.

"Tapi Tuan, menurut Anda kenapa Tuan Roland berselingkuh dengan Nona Livia? Bukankah kata Anda, Nona Livia itu sahabat Tuan Roland yang sangat dia jaga? Lalu, kenapa justru dia yang menghancurkan kehormatan Nona Livia?"

Rigel menganggap Livia dan Roland hanya sekedar menjalin hubungan dibelakangnya. Ia tidak pernah berpikir jika Roland memiliki maksud lain.

Setelah dipikir-pikir, sepertinya Rigel bukanlah target utama Roland tetapi Livia lah tujuan Roland selama ini, namun sampai saat ini Rigel belum menemukan alasan spesifiknya kenapa Roland melakukan semua ini.

Deg

"𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘢𝘳𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘥𝘢𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢?"

Jantung Rigel berdebar kencang saat sekelebat ingatan terlintas di benaknya.

"Vander, aku ingin Kamu selidiki Livia!"

𝘛𝘰 𝘣𝘦 𝘤𝘰𝘯𝘵𝘪𝘯𝘶𝘦𝘥