NovelToon NovelToon
Istri Kecil Om Dokter

Istri Kecil Om Dokter

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Orie Tasya

Ina dan Izhar memasuki kamar pengantin yang sudah disiapkan secara mendadak oleh Bu Aminah, ibunya Ina.

Keduanya duduk terdiam di tepian ranjang tanpa berbicara satu sama lain, suasana canggung begitu terasa, mereka bingung harus berbuat apa untuk mencairkan suasana.

Izhar keluar dari kamar mandi dan masuk kembali ke kamar setelah berganti pakaian di kamar mandi, sementara itu, Ina kesulitan untuk membuka resleting gaun pengantinnya, yang tampaknya sedikit bermasalah.

Ina berusaha menurunkan resleting yang ada di punggungnya, namun tetap gagal, membuatnya kesal sendiri.

Izhar yang baru masuk ke kamar pun melihat kesulitan istrinya, namun tidak berbuat apapun, ia hanya duduk kembali di tepian ranjang, cuek pada Ina.

Ina berbalik pada Izhar, sedikit malu untuk meminta tolong, tetapi jika tak di bantu, dia takkan bisa membuka gaunnya, sedangkan Ina merasa sangat gerah maka, "Om, bisa tolong bukain reseltingnya gak? Aku gagal terus!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

"Ina, kok lu ada disini? Sama..." Kinara menujuk Izhar yang kini mematung setelah Kinara melihat mereka.

Ina menoleh pada Izhar, wajah Izhar terlihat panik namun tak dapat berbuat apa-apa.

"I--iya, gue kesini sama Om gue!" Ina langsung menimpali dengan cepat.

"Tante lu kemana? Apa kalian cuma berdua aja?" tanya Kinara.

"Nggak kok, tadi kita pergi bertiga, tapi Tante gue pergi ke mall dulu buat belanja, karena gue laper jadi kita kemari buat makan siang!" Ina beralasan.

"Oooh..." Kinara tampaknya percaya.

"Lu sendiri, sama siapa disini? Kok gue gak liat lu tadi."

"Gue dateng sama nyokap bokap gue, tuh mereka disana!" Kinara menujuk ke arah selatan, dimana ada kedua orang tuanya yang duduk disana.

"Astaga, gue gak sadar dari tadi ternyata Kinara ada disana sama nyokap bokapnya. Aduhhh... Apa dia liatin gue dari tadi sama Om Iz". Ina mulai gelisah dalam hati, takut Kinara dan orang tuanya sejak tadi memperhatikan mereka.

"Gue boleh join?" tanya Kinara, sambil duduk di seberang Ina dan Izhar.

Ina dan Izhar saling menatap, Izhar memberikan kode pada Ina agar dia bisa membuat Kinara pergi. Masalahnya, jika Kinara bersama mereka, tentu saja mereka harus terus mencari alasan untuk membuat Kinara percaya dengan perkataan mereka, yang terus mencari jawaban bohong dari pertanyaan-pertanyaan yang akan Kinara berikan.

"Ah ya, boleh kok!" jawab Ina gugup.

Kinara kini duduk bersama mereka, hal itu membuat keduanya semakin tak nyaman.

Ina dan Izhar kembali saling bertatap, bertukar ide lewat tatapan mata dan gerak kepala.

Izhar mengambil ponselnya, kemudian mengirimkan pesan pada Ina, yang notabene ada di depannya sendiri.

[ Kamu cari alasan supaya kita bisa pergi dari sini. ] Pinta Izhar dalam pesannya.

'ting'

Ina menerima pesan darinya.

Ina memeriksa ponselnya segera, keningnya mengkerut mendapatkan pesan seperti dari Izhar.

[ Gimana caranya? ] Balas Ina.

[ Malah balik tanya, ya kamu cari caranya. Saya nggak mau tau, dia itu teman kamu jadi kamu yang harus cari caranya supaya bisa pergi. ]

Ina menatap Izhar sengit, Izhar cuek.

"Manusia kulkas nyebelin!" gumam Ina, kesal pada Izhar.

"Siapa yang nyebelin?" tiba-tiba Kinara bertanya, karena dia mendengar gumaman Ina tadi.

"Eh, nggak... Itu hp gue lowbat, nyebelin banget jadinya gue gak bisa selfie sama lu, hehehe!" Ina dengan gugup menjawab.

"Oooh... Gue kirain gue yang nyebelin karena gabung kalian."

'Lu emang nyebelin, karena lu selalu muncul disaat kayak gini!' batin Ina.

"Oh iya, gimana hubungan lu sama Isha? Kalian kayaknya makin dekat aja, bau-baunya bakal balikan nih!" Kinara tiba-tiba juga membahas tentang Isha di depan Izhar.

Tentu saja, Izhar menatap tajam pada Ina. Ina menggeleng-gelengkan kepala, pertanda bahwa apa yang dikatakan Kinara tidaklah benar.

"Eh, gue 'kan kemarin gak sekolah. Gue ketinggalan berita gak soal lu sama Isha? Jangan-jangan kalian udah balikan tanpa sepengetahuan gue!" Kinara lagi-lagi membahas tentang Isha.

Tangan Izhar mengepal, matanya masih menatap tajam pada Ina.

Sementara itu, Ina semakin gelagapan, tak tahu bagaimana cara menghentikan Kinara dari membahas tentang Isha. Sedangkan di depannya, Izhar terlihat sangat marah mendengar ocehan Kinara.

"Lu ngomong apa sih? Gue sama Isha gak pernah balikan, gue juga gak ada niat buat balik ke dia, si playing victim!" Ina langsung menjawab, walaupun tubuhnya agak gemetar.

"Masa sih? Gue liat kalian kayaknya semakin dekat. Ya gak ada salahnya lu sama dia balikan, kalian itu cocok menurut gue, cantik dan ganteng!"

Izhar berdiri dari duduknya, "Saya keluar duluan, istri saya menunggu." Ucap Izhar.

Kemudian, menyimpan beberapa lembar uang di atas meja untuk membayar steak yang belum di sentuhnya sama sekali.

Tanpa basa basi lagi Izhar pergi, keluar dari restoran dan tak menoleh lagi ke belakang.

Ina hanya bisa menatapnya sedih, andai saja Kinara tak membahas tentang Isha di depannya, tentu Izhar tak akan kecewa.

Ina menatap steak milik Izhar, dia berpikir suaminya pasti lapar, hanya saja mood nya hilang karena Kinara membahas tentang adiknya, yang sekarang menjadi saingannya.

"Emangnya, dimana Tante lu? Kenapa si Om keluar?" tanya Kinara.

"Mungkin Tante nunggu di depan sana, soalnya Tante belanjanya di mall depan sana."

Kinara mangut-mangut.

"Mbak!" Ina memanggil seorang pelayan.

Seorang wanita berusia 30 tahunan menoleh dan menghampiri meja Ina.

"Ada yang bisa saya bantu, dik?" tanya nya.

"Ummm... Apa boleh di bungkus aja steaknya? Kami belum sempat memakannya kok, masih baru banget!" Ina menanyakan, karena ingin membungkus steak berharga mahal itu untuk dirinya dan suaminya.

"Boleh, mau di bungkus satu atau dua-duanya?"

"Dua-duanya aja."

Wanita itu membawa dua porsi steak tadi ke bagian dapur, untuk membungkusnya sesuai permintaan Ina.

"Kenapa di bungkus? Memangnya gak mau dimakan disini?" Kinara bertanya lagi.

"Nggak deh, si Om belum makan soalnya, gue kasihan kalau dia gak makan steaknya."

"Ya gak apa-apa, 'kan dia bisa makan sama Tante lu."

"Sayang aja, harga steaknya mahal, bisa gue bawa pulang dan makan sampai kenyang di rumah.

Ina tidak merasa malu meminta pelayan untuk membungkus steaknya, karena menurutnya steak itu sudah dibayar dan telah menjadi haknya. Baik itu untuk di makan di tempat atau dibawa pulang ke rumah.

Ina tidak peduli walaupun Kinara menatapnya aneh, karena melihat sahabatnya itu meminta steak nya di bungkus, terkesan kampungan, mungkin.

Pesanan Ina sudah datang, dua porsi steak tadi sudah di bungkuskan oleh pelayan dan diberikan pada Ina.

"Makasih, Mbak." Ucap Ina.

"Sama-sama."

Wanita itu kembali pada pekerjaannya.

"Lu mau balik sekarang?" tanya Kinara.

"Iya nih, kayaknya mereka udah nungguin gue di depan sana, kasihan kalau terlalu lama." Jawab Ina berbohong, padahal mungkin saja Izhar sudah meninggalkannya.

"Yaaahhh... Terus gue gimana dong? Gue gak ada teman!"

"Kan ada nyokap bokap lu. Gue pamit duluan ya, besok ketemu di sekolah. Bye!" Ina dengan cepat pergi dari tempat duduknya, tanpa menunggu Kinara menjawab.

Kinara ternganga melihat sahabatnya pergi begitu saja, sedikit kecewa tapi tak bisa melarangnya.

Sekeluarnya dari restoran, Ina berjalan ke arah jalan raya, kepalanya celingak celinguk mencari mobil Izhar ataupun sosok suaminya. Tapi, Ina tak melihanya juga, Ina kecewa Izhar meninggalkannya sendirian hanya karena marah.

Ina berjalan sendirian menyusuri tepian jalan raya, dengan menenteng pelastik berisi dua porsi steak di tangannya. Dia harus menunggu taksi lewat, untuk menumpang, tapi sayangnya belum ada taksi yang melewatinya, jadi Ina pilih untuk berjalan kaki saja.

Sempat dikira di tinggalkan suaminya, tiba-tiba sebuah mobil putih berhenti di samping Ina, gadis itu menoleh.

"Jalan kaki capek, ayo naik!" ujar Izhar dengan wajah yang datar.

Ina senang dalam hati, tapi enggan bicara, dia pun naik ke mobil Izhar.

Izhar melajukan mobilnya untung pulang, keduanya tak berbicara apapun, senyap. Tak seperti saat mereka pergi tadi dan menghabiskan waktu bersama yang penuh keceriaan, keduanya seolah tengah puasa bicara.

Selama 10 menit tak ada pembicaraan, Izhar melirik Ina yang duduk di samping kemudi, menyandarkan kepalanya ke jendela mobil.

"Kenapa meninggalkan dia disana? Bukannya sebagai sahabat, kamu harus temani dia?" tanya Izhar.

Ina tak menjawab, sibuk menatap kendaraan yang berlalu lalang diluar mobilnya.

"Kamu dan Isha, beneran balikan?" tanya nya lagi.

"Iya, kenapa memangnya?" Ina berbohong, karena Izhar menanyakan perihal hubungannya dengan Isha, padahal sudah di jelaskan sejak awal bahwa mereka tak memiliki hubungan apapun lagi.

"Oh." Sahut Izhar datar.

Ina tak melihat ekspresi berarti dari Izhar, kecewa rasanya, dia pikir Izhar akan cemburu atau memarahinya.

Namun, Izhar memutar kemudinya ke samping dengan cepat, meminggirkan mobilnya dan berhenti di pinggiran jalan yang sepi, Ina pun terkejut.

Ina menoleh pada suaminya, tanpa basa basi Izhar menyerangnya dengan ciuman di bibir dan mengukung Ina yang masih kaget itu.

Walaupun kaget, tapi akhirnya Ina juga membalasnya, setiap sentuhan bibir Izhar sangat lembut.

Izhar melepas tautannya dan menatap mata Ina yang wajahnya dengan jarak sangat dekat.

"Saya gak mau kamu balikan dengan Isha, kamu harus tetap menunggu saya." Ucap Izhar.

Dua sudut bibir Ina melengkung, membuat sebuah senyuman kebahagiaan. Ina senang suaminya cemburu, itulah yang di harapkannya, kecemburuan Izhar.

Ina membelai kedua pipi Izhar, "Cemburu?" tanya nya.

"Haruskah tanya itu? Suami mana yang gak cemburu kalau istrinya balikan dengan mantan?"

Ina tersenyum lebar, dia tahu sekarang kalau Izhar selalu cemburu jika melihatnya dengan Isha.

"Aku suka kalau Om cemburu, itu artinya Om udah mulai cinta sama aku." Jawab Ina dengan rona wajah yang gembira.

"Kepedean, mana ada." Canda Izhar.

"Pede dong, aku 'kan cantik, Om gak akan tahan kalau sama aku terus, aku jamin Om bisa jatuh cinta sama aku dalam waktu dekat!" Ina percaya diri.

"Percaya diri banget, kamu. Padahal itu belum tentu terjadi loh..."

"Masa? Aku gak percaya kalau Om gak akan suka sama aku. Pesona gadis belia itu gak akan bisa ditolak loh!"

"Anak siapa sih kamu, tingkat kepedeannya terlalu tinggi."

"Anaknya Ibuku dong, masa anaknya Om!"

Izhar tersenyum dan kembali memangut bibir Ina, keduanya kembali bercumbu di dalam mobil.

***

Apartemen

Ina dan Izhar baru tiba di apartemen setelah bergumul di dalam mobil tadi, mereka duduk di sofa ruang tamu bersamaan, menyandarkan punggung dan kepala mereka di sofa.

"Om, makan dulu yuk! Aku laper..." Ina merasakan perutnya makin keroncongan.

"Ya makan, di dapur ada mie instan dan lauk kalengan, bisa di masak." Jawab Izhar malas.

"Ngapain harus repot, kita 'kan bisa makan steak wagyu tadi!" Ina menunjukkan plastik berisi steak wagyu pada Izhar.

"Lah, kamu bungkus yang tadi kita pesan?" tanya Izhar terkejut.

"Iya, karena belum kita makan sama sekali, jadi aku minta pelayan buat bungkusin aja. Sayang banget, soalnya mahal, hehehe." Ina cengir.

"Astaghfirullah... Itu memalukan, Na." Izhar sampai mengusap wajah.

"Habisnya, sayang kalau gak dibawa pulang, harganya mahal sih, sayang uangnya lah..."

Izhar sejak tadi tak menyadari kalau istrinya itu membawa plastik berisi steak wagyu yang tak sempat di makannya.

"Ayolah... Jangan gengsi, Om. Diluar sana masih banyak yang gak bisa makan loh, ngapain harus malu bungkusin makanan yang udah kita bayar?!"

Izhar menatap gadis itu, yang tengah mengeluarkan steak dari plastik. Hari ini, ia mendapat pelajaran berharga dari Ina, kalau ia harus banyak bersyukur dan harus lebih sering menunduk ke bawah, untuk melihat betapa banyaknya orang yang tak bisa makan. Sedangkan dirinya, terkadang membiarkan sisa makanan yang masih banyak di restoran hanya karena kenyang dan malu membawanya pulang.

Izhar belajar pula, jika mulai sekarang ia harus memesan makanan apapun sesui kapasitas perutnya, agar tak tersisa dan mubazir.

Ina pergi ke dapur untuk mengambil piring dan garpu. Tak lama, dia telah kembali dengan membawa dua piring, garpu dan juga sebuah pisau buah, lalu duduk kembali di lantai.

Ina memindahkan steak dari kotak ke piring, memotongnya sebisanya dengan pisau buah, lalu menyajikannya untuk mereka berdua. Beruntung, steaknya masih agak panas, sehingga masih enak untuk di makan.

Izhar turun dan duduk di lantai bersama Ina, mereka menikmati steak wagyu itu di rumah, dengan suasana yang nyaman tak seperti di restoran yang sesak dengan pengunjung lain.

Ina menyuapi Izhar sesekali, Izhar pun membalasnya, menyuapi Ina dengan steak miliknya.

Setelah makan steak, Ina dan Izhar masih duduk lesehan di lantai, menyalakan TV menonton siaran berita. Perut mereka terasa kenyang, rasa kantuk pun menghampiri.

Ina menguap beberapa kali dengan menutup mulutnya yang terbuka lebar. Kemudian, menyadarkan kepalanya di bahu Izhar. Izhar yang juga merasa ngantuk, menyandarkan kepalanya di atas kepala Ina yang bersandar padanya. Perlahan, mata keduanya mulai terpejam, rasa kantuk sudah tak dapat di cegah, Ina dan Izhar tidur dalam posisi yang sama, hanya menyandarkan punggung ke sofa saja.

Walaupun awalnya posisi mereka tak berubah, tapi lama kelamaan Izhar merasa tak nyaman juga, hingga ia terbangun. Melihat Ina yang terlelap, Izhar mengangkat tubuhnya, menggendong Ina dan membawanya ke kamar gadis itu.

Izhar menidurkan Ina di ranjangnya, kemudian ikut tidur di samping Ina dan memeluknya. Mata Izhar terpejam lagi, wajahnya dan wajah Ina sangat dekat, nyaris tanpa jarak, mata keduanya terpejam, tertidur nyenyak di siang hari yang terik.

...***Bersambung***...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!