NovelToon NovelToon
DRAMA SI SANGKURIANG

DRAMA SI SANGKURIANG

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Tamat
Popularitas:994
Nilai: 5
Nama Author: gilangboalang

Di tengah hiruk pikuk kota Bandung yang modern, seorang pemuda terjebak dalam cinta yang tidak seharusnya. Ia tak tahu, bahwa wanita yang ia cintai menyimpan masa lalu yang kelam — dan hubungan mereka bukan sekadar kisah cinta biasa, melainkan takdir yang berulang dari masa lampau...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gilangboalang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

24. Kembali Lagi, Reza ​Babak Baru

Rumah Lama ​Matahari sore di bulan Mei itu memancarkan warna jingga keemasan yang hangat, menerobos celah-celah jendela rumah sederhana yang sudah dua tahun ini hanya ia lihat dalam mimpi. Reza menarik napas dalam-dalam. Aroma tanah basah setelah hujan dan wangi bunga melati yang ditanam Ratih di depan teras adalah perpaduan yang paling ia rindukan. Ini adalah napas pertama kebebasan setelah dua puluh empat bulan, atau tepatnya 730 hari, ia terikat pada janji laut, memimpin kapal-kapal besar menyeberangi samudra yang tak kenal ampun. ​Ia mematikan mesin mobil sewaan, jantungnya berdegup kencang seperti drum yang dipukul irama tak beraturan. Reza, sang kapten yang dikenal dingin dan tegas di atas geladak, kini adalah seorang suami dan ayah yang cemas dan penuh harap. Di saku jaket kulitnya, ia meremas sebuah liontin kecil berbentuk jangkar. Liontin itu ia siapkan untuk Ratih—tanda bahwa ke mana pun ia berlayar, hatinya selalu tertambat pada wanita itu. ​Ia melangkah perlahan menuju pintu. Pintu itu terbuka sedikit. Dari celah itu, Reza mendengar suara yang begitu ia rindukan, suara yang paling merdu di dunia: tawa renyah Ratih, disusul celotehan kecil yang ia yakini milik Arya, putranya. ​"Mama, kapal Ayah sebesar ini ya?" tanya suara kecil itu, riang. ​"Iya, Sayang. Lebih besar lagi," jawab Ratih. "Kapal Ayah itu raksasa air. Tapi, walau sebesar apa pun kapalnya, Ayah janji akan selalu pulang." ​Reza tidak tahan lagi. Ia mendorong pelan pintu yang tidak terkunci itu. ​"Ayah sudah pulang," bisiknya, suaranya serak menahan haru. ​Ratih yang sedang duduk di karpet ruang tengah, menoleh. Detik itu juga, waktu terasa membeku. Senja di luar seolah masuk dan menyinari wajah Ratih yang langsung pucat karena terkejut, namun seketika berseri-seri. Rambutnya yang sedikit panjang diikat asal-asalan, dan ada sedikit coretan pensil warna di pipinya. Dia tampak lelah, tapi sempurna. ​"Reza..." ​Ratih berdiri, matanya berkaca-kaca. Tanpa kata, ia berlari ke pelukan Reza. Pelukan itu adalah dermaga tempat Reza bersandar, tempat segala lelah, kesepian, dan rindu dari belahan bumi lain menemukan rumahnya. Ia memeluk Ratih erat, mencium puncak kepalanya, menghirup aroma sabun dan vanila yang khas dari istrinya. ​Pelukan Sang Kapten ​"Aku di sini, Sayang. Aku pulang," bisik Reza di telinga Ratih. ​Ratih melepaskan pelukan sejenak, menangkup wajah suaminya, dan menatapnya lamat-lamat. Matanya mencari, memastikan bahwa pria di hadapannya ini nyata, bukan sekadar halusinasi rindu seperti yang sering ia alami di malam hari. ​"Ya Tuhan, Reza... Kamu datang lebih cepat dari perkiraan," kata Ratih, suaranya tercekat. Air matanya menetes, bukan air mata kesedihan, melainkan luapan kebahagiaan yang tak tertahankan. ​"Kapal mendarat dini hari tadi. Aku tidak mau membuang waktu satu detik pun untuk menemuimu," jawab Reza, menghapus air mata Ratih dengan ibu jarinya. ​Tiba-tiba, sebuah seruan kecil memecah momen mereka. "Ayah!" ​Arya, bocah berusia lima tahun dengan mata bulat mirip ibunya dan rambut hitam lurus seperti ayahnya, berlari menghampiri. Selama ini, Arya hanya mengenal ayahnya dari foto dan panggilan video yang terputus-putus. Hari ini, Ayah di depannya nyata, sebesar, sekokoh, dan sehangat yang diceritakan Mamanya. ​Reza berjongkok, merentangkan tangan. Arya langsung menubruknya. ​"Arya sudah besar sekali," kata Reza, memeluk putranya dengan seluruh kasih sayang yang ia simpan. Ia merasakan tulang-tulang kecil itu di dalam pelukannya, bau keringat dan bedak bayi yang sudah berganti menjadi aroma khas anak laki-laki. "Pahlawan kecil Ayah." ​Reza bangkit sambil menggendong Arya. Ia menatap Ratih, yang kini tersenyum sempurna. Kehadiran Arya di antara mereka membuat momen reuni ini semakin utuh, melengkapi kepingan hati yang lama hilang. ​Malam yang Terukir ​Setelah makan malam yang diwarnai cerita-cerita heboh Arya tentang sekolah dan kucing tetangga, dan janji Reza untuk membuat miniatur kapal, Arya akhirnya tertidur pulas. ​Kini, Reza dan Ratih duduk berdua di teras belakang, di bawah cahaya bulan sabit dan ditemani suara jangkrik malam. Reza menyandarkan punggung di kursi kayu, sementara Ratih duduk di sebelahnya, menyandarkan kepalanya di bahu Reza. Keheningan ini terasa mahal dan menenangkan. ​"Sudah lama sekali," gumam Ratih, memecah keheningan. ​"Terlalu lama," timpal Reza, mengelus rambut Ratih. Ia mengeluarkan liontin jangkar dari saku dan meletakkannya di telapak tangan Ratih. "Ini, Sayang. Untuk kamu." ​Ratih menatap liontin itu, lalu menatap Reza dengan mata penuh cinta. "Jangkar? Supaya kamu tidak pergi lagi?" ​Reza tersenyum, senyum tulus yang jarang ia tunjukkan di hadapan orang lain. "Jangkar itu simbol janji, Ratih. Ke mana pun ombak membawaku, jangkarku tetap di sini, di kamu, di Arya. Kalian adalah rumahku, pelabuhanku. Dan sekarang, jangkarnya sudah kubuang di sini, di hatimu." ​Ratih terharu. Ia mengangkat tangannya dan membelai janggut tipis Reza yang terasa sedikit kasar. "Kamu tahu? Selama kamu tidak ada, aku merasa seperti perahu tanpa kemudi. Aku kuat, tapi tujuanku terasa buram." ​"Kamu lebih dari kuat. Kamu adalah kapten terbaik yang pernah ada," kata Reza, memutar tubuhnya menghadap Ratih, menggenggam kedua tangan wanita itu. "Mengurus Arya sendirian, menjaga rumah, tetap bekerja... Itu adalah pelayaran yang jauh lebih berat daripada yang kujalani di samudra. Terima kasih, Ratih. Terima kasih sudah menjadi pilar bagi keluarga ini." ​Reza mendekat. Jarak di antara mereka yang terpisah oleh benua dan waktu selama dua tahun akhirnya menghilang. Ia mencium Ratih, perlahan dan penuh makna. Ciuman itu adalah bahasa universal mereka, ungkapan kerinduan yang mendalam, penegasan kembali cinta yang tak lekang oleh jarak. ​"Aku merindukanmu," bisik Ratih di sela-sela napas. ​"Aku juga, Sayang. Sangat merindukanmu," jawab Reza. ​Malam itu, di bawah langit yang bertabur bintang, Reza tidak lagi merasakan asinnya air laut atau dinginnya angin. Yang ia rasakan hanyalah kehangatan pelukan Ratih dan janji bahwa petualangan terbesarnya bukanlah mengarungi samudra, melainkan membangun kebahagiaan yang utuh bersama wanita dan putra yang ia cintai. Kapten Reza telah kembali ke pelabuhan terakhirnya, untuk selamanya. ​

1
gilangsaputra
keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!