Tidak ada tanggal sial di kalender tetapi yang namanya ujian pasti akan dialami oleh setiap manusia.
Begitupun juga dengan yang dialami oleh Rara,gadis berusia 21 tahun itu harus menerima kenyataan dihari dimana kekasihnya ketahuan berselingkuh dengan sahabatnya sendiri dan di malam itu pula kesucian dan kehormatannya harus terenggut paksa oleh pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Kehidupan Rara dalam sehari berubah 180 derajat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 26 Mertua Idaman Othor
Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam,tapi matanya belum terpejam. Hanya bisa bolak balik ke sana kemari hingga ranjang tempatnya berbaring bergoyang.
“Ya Allah, kenapa sulit banget mataku kepejam?” gumamnya Rara.
Sedangkan Bara sedari tadi sudah tertidur pulas dan terdengar dengkuran halus dari bibirnya.
“Si Mak Lampir yang bernama Keiza itu benar-benar bego banget selingkuh dengan dosennya yang sudah bangkotan dan mencampakkan pria seganteng Bara Yudha Nugraha. Tapi, untungnya mereka sudah pisah jadi aku bisa menikah dengannya dan sekarang pria judes, jutek, julid bin nyinyir ini telah resmi menjadi suaminya Azzahrah Elara Sofia Usman daeng Ga’ga,” ucapnya Rara lagi.
Rara berbalik hingga posisinya saat ini saling berhadapan dengan suaminya.
“Ini orang kalau tidur sifat cool, angkuh dan julidnya entah pergi kemana. Tapi,kalau bangun ya Allah bikin geleng-geleng kepala selalu kayak ngajak orang ribut,” gerutunya Rara yang memperhatikan suaminya yang sudah tidur lebih duluan.
Rara memandangi wajah tenang dan teduh dari suaminya.
“Andaikan Mas Bara adalah ayah biologisnya baby kembar pasti wajahnya akan seperti ini, hidungnya mancung, bibirnya agak tebal, alisnya tebal, rahangnya tegas dan matanya pasti sipit,” cicitnya Rara sambil menyentuh satu persatu anggota wajah suaminya yang begitu damai dalam buaian mimpinya.
Rara menyeka cairan bening yang tanpa terasa sudah membasahi pipinya,” ya Allah, kuatkanlah aku, sabarkan hatiku dan tegarkan jiwaku untuk menghadapi hari esok yang lebih baik. Semoga pernikahan kami selalu dalam lindungan Sang Maha Kuasa. Ajarkan aku untuk mencintai pria sok cuek ini ya Allah, tapi sayangnya ganteng bingitz.”
Rara tak bosan-bosannya memandangi wajahnya Bara hingga tak terasa dia pun terlelap menyusul Bara.
Perlahan-lahan nafasnya terdengar teratur sehingga tidak ada lagi pergerakan yang terasa dari area kasur tempatnya Rara.
Bara ingin tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan dari istrinya itu setelah menangis tersedu-sedu barusan Rara seperti curhat tapi berakhir dengan bertingkah konyol.
Awalnya memang ia sudah tidur, tapi karena Rara mengusik ketenangan tidurnya, ia hendak menegur Rara. Tetapi mendengar perkataan Rara yang seperti orang yang lagi curhat membuatnya menahan tawanya dan kembali berpura-pura tertidur.
Ia berjuang keras menahan tawanya, dan betapa bahagianya ketika Rara berniat untuk belajar mencintainya.
“Maafkan diriku ini yang sudah membuatmu menderita, tersakiti dan teraniaya. Aku bersumpah dan berjanji untuk menebus semua dosa dan kesalahanku kepadamu. Insha Allah, esok aku tidak akan pernah membuatmu disakiti oleh siapapun,” lirih Bara sambil mengecup keningnya Rara.
Ke esokan harinya, setelah kedua pasangan suami istri itu melaksanakan shalat subuh. Bara berolahraga ringan yaitu berkeliling sekitar taman belakang rumahnya kemudian nge-gym di dalam ruangan khusus.
Ruangan itu adalah salah satu kamar tidur yang tidak terpakai, sudah disulap menjadi tempat gym yang dilengkapi perlengkapan olahraga.
Sedangkan Rara setelah membersihkan rumahnya seperti menyapu, mengepel lantai, dia kemudian sibuk di dapur karena ingin menyiapkan makanan untuk mereka berdua.
“Kayaknya masak nasi goreng seafood enak deh,”
Rara mulai mengolah bahan masakannya, mulai dari cumi-cumi, udang, bakso, sosis. Rara meyiapkan makanan itu dengan penuh sukacita. Dan sesekali terdengar lantunan shalawat terdengar dari bibir mungilnya.
Rara meyelesaikan acara masak-memasaknya kemudian berjalan ke arah ruangan gym dimana suaminya berada.
Rara memperhatikan dengan seksama apa yang dikerjakan oleh suaminya sambil membawa sebuah tumbler di tangan kanannya.
Bara yang melakukan push up hanya memakai celana boxer pendek, bertelanjang dada semakin terlihat seksi apalagi ada tetesan keringat bercucuran membasahi dada bidang sixpacknya.
“Masya Allah, gantengnya suamiku. Hemph, kalau gini nih penampakannya pengen ikat dan karungin biar nggak ada cewek lain yang lihat cukup aku saja,” cicitnya Rara yang mengagumi ketampanan tak ada obatnya dari suaminya pria blasteran Chindo itu.
Tanpa terasa Rara berjalan ke arah suaminya yang masih melakukan pushup. Ia membayangkan kalau dia yang ada di bawah tubuh suaminya yang sedang berolahraga.
“OMG! Kenapa aku sampai kepikiran gituan yah? Apa karena nafsu orang yang lagi hamil muda itu cukup tinggi sehingga pikiranku memikirkan hal-hal tentang adegan plus-plus,” Rara malah ngedumel.
Rara geleng-geleng kepala karena pikirannya sedikit mesum dan mengarah ke arah yang berbau nina ninu adegan berbagi peluh.
Rara berjongkok di samping suaminya yang agak kesulitan karena perutnya yang sedikit buncit, “Astaghfirullah aladzim, kenapa aku sampai kepikiran gituan sih!?” rutuknya Rara sambil menepuk pelan dahinya.
“Hemph!! Nggak apa-apa kali kalau kepikiran gituan! Langsung praktekan juga nggak masalah kalau perlu secepatnya daeng Ga'ga,” candanya Bara yang sengaja memancing ikan di dalam kuali.
Rara yang kedapatan berpikir macam-macam reflek menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya karena cukup malu kedapatan berbicara seperti itu.
“Mas Bara hanya salah dengar kok,mana mungkin aku ngomong gituan,” kilahnya Rara yang berusaha untuk berdiri dari posisi jongkoknya.
Bara membantu Rara untuk bangun,”Haha! Mas hanya bercanda kok. Mas nggak mau kayak beberapa hari lalu trauma kamu kambuh lagi gara-gara si Joni. Memang si Joni ngga tahan dan nggak sabar sih, tapi daripada lihat Istriku kesakitan dan menderita gak apa-apa kalau si Joni kembali berpuasa lebih panjang lagi.”
Bara sudah berdiri berhadapan dengan Rara, tanpa disangka-sangka Rara menarik tengkuk lehernya Bara. Ia berjinjit kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga suaminya.
“Kalau aku memintanya saat ini, apa Mas akan melakukannya?” Tanyanya Rara yang menatap suaminya dengan tatapan yang tidak seperti biasanya.
Bara tersenyum lebar mendengarkannya, ia mengalungkan kedua tangannya ke pinggang istrinya.
“Kamu serius? Tapi, gimana kalau trauma kamu kambuh sebelum Joni bertemu dengan baby triple?” Tanyanya Bara sambil menaik turunkan alisnya.
Rara memainkan jari jemari lentiknya di dada bidang suaminya yang masih basah karena keringat hingga terlihat mengkilap terkena paparan sinar matahari langsung yang masuk melalui jendela yang sengaja di buka.
“Mungkin ini keinginannya baby kembar kita yang ingin bertemu dengan ayahnya,” ujarnya Rara yang malah menantang suaminya dengan tatapan menggodanya.
Rara tanpa segan mengecup dada kotak-kotak suaminya dan mulai memainkan lidahnya di sekitar area yang cukup sensitifnya Bara.
Rara berusaha untuk menekan rasa trauma yang ingin kembali menguasai hati, jiwa dan pikirannya tetapi Rara berjuang mati-matian untuk membuang jauh-jauh rasa sedih dan kenangan malam kelam itu.
Bara semakin antusias dan bersemangat karena Rara sepertinya sudah tidak trauma lagi dan sesuai dengan ucapannya dokter Aisyah kalau nafsu ibu hamil diawal kehamilan itu cukup tinggi dan Bara akan memanfaatkan hal tersebut.
Bara awalnya hanya mengecup bibirnya Rara tapi lama kelamaan mulai melumatnya. Keduanya saling berbalas ciuman, saling membelit lidah hingga bertukar saliva.
Kembali siaran ulang terjadi, ada yang berdiri tapi bukan tiang listrik. Ada yang tegak, tapi lagi-lagi bukan keadilan dan ada yang keras tapi bukan batu. Joni berontak dan menari-nari di bawah sana ingin dilepas dari sangkarnya.
Bara menidurkan istrinya di atas matras tanpa melepaskan ciuman mereka. Tetapi, baru saja hendak tangannya menelusup ke balik baju piyama tidurnya Rara, bel pintu rumahnya berbunyi nyaring.
Ting tong…
Bara seolah orang tuli telinganya dan berpura-pura seperti tidak mendengar suara bel yang sudah mengusik kegiatannya tersebut.
“Mas, nanti dilanjutkan takutnya itu adalah tamu penting dan bawa kabar penting juga,” ucapnya Rara setelah melepas dengan paksa ciumannya.
Bara mengerang keras saking kesalnya karena aktifitasnya yang baru dimulai harus terganggu oleh kedatangan tamu tak diundang di rumahnya.
“Bulshit!”
“Doggy!!”
Bara sampai meninju matras saking marahnya karena lagi dan lagi Joni harus kembali ditidurkan tanpa bertemu dengan pasangannya. Ini namanya pusing kepala atas bawah Pak guru.
Rara memperbaiki posisi piyamanya dan berjalan ke arah dalam kamar yang ada di lantai dasar untuk mengambil hijab instannya. Sedangkan Bara berjalan ke arah depan dengan wajah masam dan ditekuk.
Bara memutar kenop pintu dan terlihatlah mamanya Bu Ratu sambil mengangkat sebuah rantang stainless steel bersusun lima ke hadapan Bara.
“Selamat pagi anak ganteng! Assalamualaikum pengantin baru,” ucapnya Bu Ratu yang seperti tidak bersalah kepada Bara yang mati-matian menekan has*ratnya.
“Waalaikum salam, Mama itu datang bukan pada waktunya nggak tepat malah,” gerutunya Bara.
Bu Ratu mengerutkan keningnya keheranan mendengar perkataan dari putra bungsunya.
“Mak-sudnya apa Nak?” Tanyanya Bu Ratu.
“Mama, sama siapa Mah?” Tanyanya Rara yang berusaha untuk mengalihkan pembicaraan karena tidak ingin Bara malah berterus terang kepada mertuanya.
“Sendirian, cuma sama supir Pak Adi,” jawab Bu Ratu yang masih keheranan.
Rara memberikan kode kepada suaminya agar masuk ke dalam kamar mandi untuk menenangkan si Joni yang batal dan gagal total untuk menyemburkan bisanya.
Bara berjalan gontai menaiki kamarnya yang ada di lantai dua seraya menepuk keningnya,” gagal maning kalau gini. Terpaksa harus menunggu sampai pulang dari sekolah dan harus solo karir lagi deh si Joni kasep.”
Rara hanya tertawa lembut melihat tingkah kekanak-kanakan suaminya yang merajuk karena gagal mengeksekusi istrinya pagi ini padahal sudah on-fire.
“Maaf Mas, mungkin memang belum saatnya Joni berbuka,” Monolognya Rara yang terkikik geli melihat Bara bertingkah seperti bocil.
“Mama nggak ganggu kalian kan?” Tanyanya Bu Ratu yang memperhatikan gelagat aneh kedua pasangan pengantin baru itu.
“Nggak apa-apa kok mah. Mama nggak pernah ganggu loh malahan kami senang Mama datang berkunjung,” kilahnya Rara yang tidak mungkin dong berterus terang kepada Mama mertuanya.
Bu Ratu tersenyum simpul melihat tingkahnya Bara yang misuh-misuh hingga masuk ke dalam kamarnya.
“Dasar bocah gendeng! Pantesan calon bayinya kembar tiga karena memang anak itu terlalu gacor bermain anu,” Bu Ratu membatin sambil geleng-geleng kepala.
Keduanya berjalan beriringan ke arah dapur, betapa bahagianya Caca karena ibu mertuanya memasakkan makanan spesial untuknya yaitu nasi kuning, rendang daging, opor ayam sama udang tumis serta tahu tempe.
Rara tersentuh melihat betapa tulus perhatian mertuanya yang khusus ditujukan untuknya.
“Masya Allah, Mama kok harus repot-repot segala buatin kami makanan padahal aku sudah masak nasi goreng seafood,” Ujarnya Rara.
Bu Ratu menata makanan yang dibawahnya dari rumah ke dalam sebuah mangkok dan piring.
“Untuk calon cucu kembarnya Mama dan menantu kesayangannya mama sama sekali tidak pernah membuat Mama kerepotan malah mama bahagia karena akan mendapatkan cucu cowok dan kalau bisa sih pengennya anak kamu yang nggak ketahuan jenis kelaminnya juga cowok jadi cowok dua satu cewek,” imbuhnya Bu Ratu yang berharap menantunya hamil sesuai dengan harapannya.
Rara menitikkan air matanya saking bahagianya dan terharu dengan perhatian yang diberikan oleh Bu Ratu khusus untuknya.
Bu Ratu menyeka air matanya Rara,” jangan sedih dan menangis lagi. Kamu pantas bahagia dan mendapat perlakuan istimewa dari mama karena kamu akan melahirkan cucu untuk mama dan papa.”
Bibirnya bergetar sebelum berbicara,”Tapi, Mah anak yang ada dalam kandunganku bukan darah dagingnya Mas Bara.”
Rara tertunduk lesu dan sedih setelah berbicara seperti itu. Dia cukup malu dan dirinya merasa tidak pantas.
Bu Ratu sedih sekaligus kecewa kepada putranya karena gara-gara ulahnya sendiri sehingga Rara harus hidup seperti ini.
Bu Ratu memeluk sang menantu,” jangan pernah berfikir yang aneh-aneh kalau mereka bukan cucunya Mama. Mereka adalah anaknya Bara Yudha Nugraha bukan milik pria lain.”
Rara mengangguk lemah mendengarkan ucapan dari ibu mertuanya itu.
semangat authir 💪💪💪💪💪♥️♥️♥️♥️♥️
peringatan yang cukup bagus author!