Dorongan menikah karena sudah mencapai usia 32 tahun demi menghilangkan cap perawan tua, Alena dijodohkan dengan Mahendra yang seorang duda, anak dari sahabat Ibunya.
Setelah pernikahan, ia menemukan suaminya diduga pecinta sesama jenis.
✅️UPDATE SETIAP HARI
🩴NO BOOM LIKE 🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Digital, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3: Sah
"Alena, besok Mama belum tentu hidup."
Alena terdiam.
"Ini bukan tentang materi lagi. Kemampuan kamu bertahan hidup dengan mencari materi nggak perlu Mama ragukan lagi. Tapi ini tentang teman hidup."
"Aku udah cukup sama Mama."
"Dan Mama belum tentu bisa menemanimu hingga hari tuamu. Kalau Mama meninggal, terus kamu masih belum menikah, nanti kamu sama siapa? Kalau kamu menikah setelah Mama meninggal, Mama nggak bisa menilai pria itu baik enggaknya buat kamu."
Alena masih terdiam.
"Mama minta maaf, ya. Cara Mama mungkin salah, tapi Mama nggak mau ninggalin kamu sebelum kamu punya teman hidup."
"Ma, umur nggak bisa kita tebak. Kan siapa tau kita masih bakalan bareng-bareng sampek 40 tahun lagi, kan?"
Mendengar itu Ibu Alena semakin terisak.
...****************...
Keesokan harinya, hari sudah sore, Alena baru selesai menyelesaikan pekerjaannya dan anak-anak yang les privat juga sudah pulang.
"Ma, Alena berangkat." pamit Alena sambil mencium punggung tangan Ibunya.
"Nanti langsung pulang, ya."
Alena mengangguk.
"Alena pakai motor. Sekalian nanti ganti oli di bengkel langganan."
Waktu terus berjalan, waktu Maghrib pun tiba, setelah shalat Maghrib saat Alena kembali ke parkiran, ia merasakan Hp-nya bergetar.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam. Saya sudah di lokasi."
"Iya, 5 menit lagi."
Setelah mengakhiri panggilan, Alena langsung melanjutkan perjalanannya. Sesampainya di Cafe yang merupakan tempat janjian, Alena langsung duduk di meja yang sudah di pesan.
"Assalamu'alaikum." ucap Alena.
"Wa'alaikumsalam,."
Alena menghela napas melihat laki-laki di depannya yang tidak lain adalah Mahendra.
"Kenapa secepat itu berubah pikiran?" Ahen membuka pembicaraan dengan pertanyaan.
"Demi Mama." jawab Alena.
Ahen hanya menunjukkan wajah datar.
"Kenapa kita harus bertemu di luar? Saya bisa datang ke rumahmu jika ingin mendiskusikan hal ini."
"Aku nggak mau Mama denger pembicaraan kita."
"Oke."
"Duda kenapa? Selingkuh?"
Ahen menggeleng.
"Saya duda ditinggal mati. Istri saya meninggal 5 tahun lalu. Saya tidak ada rekam jejak selingkuh seperti yang kamu pikirkan."
"Orang yang ditinggal mati itu susah move on. Ngapain nikah lagi? Emang udah move on? Atau istri kamu itu meninggal gara-gara kamu siksa? Laki-laki jaman sekarang kan serba menuntut istri ini itu, nggak jauh beda sama pembantu, pelayan naps*u dan lainnya. Bedanya mereka di bayar pakai uang dan istri dibayar pakek cinta. Jadi kamu mau cari penggantinya."
Ahen mengepalkan tangan.
"Saya sudah cukup bersabar sejak kemarin menghadapi tingkahmu. Bisakah kamu itu tidak selalu berpikir buruk tentang saya?"
Alena memutar matanya.
"Saya mau di kenalkan dengan kamu juga atas permintaan Ibu saya. Bukan untuk hal menjijikkan yang kamu sebutkan tadi."
"Sekarang gimana? Aku mau ada perjanjian."
"Perjanjian pranikah? Tentang harta? Kamu mau harta berapa persen dari saya?"
"Dih. Bukan ya. Masalah harta, aku bisa sendiri."
"Sebutkan saja."
"Pertama, aku mau kita beda kamar. Kita di kamar masing-masing. Aku nggak mau tidur satu kamar denganmu apalagi di kamar bekas istrimu.
Kedua, aku tidak ingin kau membawaku ke luar kota lagi karena itu akan menjauhkanku dari Ibuku.
Ketiga, kau tidak boleh memaksaku menunaikan kewajibanku memberikan jatah tanpa persetujuanku.
Keempat, jangan batasi relasiku, jangan larang-larang aku berteman dengan siapapun.
Kelima, kita akan terlihat baik-baik saja saat bertemu dengan orang tua kita. Aku juga ingin tetap bekerja.
Ah, yang terakhir. Jangan paksa aku hamil."
Tanpa pikir panjang, Ahen setuju.
"Oke."
...****************...
Pukul 8 malam, Alena pulang.
"Maaf ya Ma, agak malam pulangnya."
"Nggak apa-apa. Gimana tadi?"
"Kami sepakat untuk mengurus pernikahan secepat mungkin. Besok lusa Ahen dan orang tuanya akan kesini untuk mendiskusikan acaranya."
Ibu Alena sangat gembira, matanya berbinar.
"Nak, kamu nggak terpaksa kan?"
Alena menggeleng.
"Apapun yang bikin Mama seneng. Mama adalah orang yang bikin Alena sekuat ini."
Mereka berdua berpelukan.
FLASHBACK ON
"Ma, umur nggak bisa kita tebak. Kan siapa tau kita masih bakalan bareng-bareng sampek 40 tahun lagi, kan?"
Mendengar itu Ibu Alena semakin terisak.
"Mama udah ngerasain tanda-tanda Mama bakal pergi, Len."
"Maksud Mama?"
"Saat orang akan meninggal, ada tanda-tandanya. Mama sadar tanda-tanda itu. Mama pengen kamu nikah itu untuk kebaikan kamu, Nak. Jangan buat Mama khawatir meninggalkanmu."
"Mama ada-ada aja. Nggak ada yang begitu." Alena berusaha tertawa.
"Mama serius. Waktu Mama nggak lama lagi. Mama nggak nuntut pengen cucu, Mama cuma pengen kamu ada temen hidup."
Alena kembali terdiam, air matanya mengalir deras, tubuhnya terasa panas dingin. Ibu Alena duduk di lantai dan menghadap Alena.
"Mama mohon." pinta Ibu Alena sambil menangkup wajah Alena.
"Jika aku mengabulkan permintaan Mama, berjanjilah Mama tidak akan lagi mengatakan hal itu."
Ibu Alena diam sambil menatap mata Alena, kemudian ia mengangguk.
"Oke. Alena mau menikah dengan dia. Mama tolong hubungi temen Mama dan minta anaknya menghubungiku. Aku akan bicara dengannya."
Ibu Alena mengangguk dan tersenyum.
"Nak, jika pilihan Mama salah dan di kemudian hari kamu tidak bahagia, Mama tidak akan memaksamu bertahan."
"Jadi Mama menjodohkan Alena dengan dia dan Mama menjamin aku akan bahagia?" tanya Alena
Ibu Alena mengiyakan.
"Kalau kata Mama ini pilihan tepat, aku percaya sama Mama. Maafin Alena ya."
FLASH BACK OFF
🍀🍀🍀🍀
1 bulan berlalu...
Hari ini adalah hari pernikahannya dengan Mahendra. Penghulu pun sudah datang, Alena yang sudah selesai di Make Up pun terlihat sedih.
Sedih karena ia tidak akan serumah lagi dengan Ibunya dan sedih menikah tanpa dasar rasa suka. Alena juga sudah menebak bagaimana alur kehidupan rumah tangganya kelak.
"Ya, tidak akan ada bahagia karena kami sama-sama melakukan ini untuk orang tua." gumam Alena.
"Kenapa Mbak? Kok mau nangis? Softlensnya nggak nyaman?" tanya asisten MUA.
"Enggak kok, Mbak. Aku nangis soalnya sedih bakal jauh sama Mama."
"Owalah, nanti kalau ada apa-apa sama riasannya bilang ya."
Alena mengangguk.
Ini adalah momen penting dalam acara hari ini, Ijab Kabul. Alena duduk di dalam kamar sementara Ahen melakukan akad di pelaminan. Melalui pengeras suara yang terdengar ke beberapa arah, suara pria matang itu terdengar dengan lancar dan tegas saat mengucapkan Kabul.
'Sah' terdengar suara serentak dari luar dan membuat Alena menitikkan air mata, ia memejamkan matanya.
"Selamat tinggal masa lajangku." gumam Alena pelan sambil mengatur napasnya yang mulai tidak karuan.
"Wahh! Selamat ya." ucap para teman-teman Alena yang berada di dalam kamar bersama Alena.
Alena membuka mata dan tersenyum pada teman-temannya. Mereka saling berpelukan. Terdengar MC memandu kembali acara dan meminta pengantin wanita untuk dibawa keluar menemui pengantin pria. Dengan jantung yang berdegup kencang dan langkah kecil, Alena berjalan pelan menuju pelaminan. Bagaimanapun ia harus seanggun mungkin agar rasa terpaksanya tidak terlihat.
Ahen terkesiap melihat Alena yang baru keluar dan berjalan dengan anggun, Ibu Alena terharu melihat anak tunggalnya akhirnya mengenakan pakaian sakral ini. Melihat Ibunya yang menangis haru, Alena ikut menitikkan air mata dan berusaha tersenyum pada Ibunya.
"Nampaknya pengantin pria sangat terpesona pada pengantin wanita. Mari pengantin wanita berdiri disini, saling berhadapan dengan pengantin pria."
Sesuai panduan MC, Alena mencium tangan Ahen dan Ahen menyentuh bagian kepala Alena sambil membaca do'a.
Suami istri ❎
Tom n Jerry✅
prosotan pake kumis geli dong🤣🤣🤣🤣🤦🏻♀️