Mencinta kembali, apakah mungkin bagi Dewi Bhuana Joyodiningrat. Diusianya yang sudah lebih dari kepala 4 sekarang, dirinya kembali dihadapkan oleh 2 pria dari masa lalunya.
Ditinggalkan begitu saja, membersarkan anaknya sendirian. Dan kini orang itu kembali hadir berbarengan dengan orang lain dari masa lalunya.
Hendra Kusuma dan Aji Kurniawan. Satu adalah mantan suaminya, dan yang satu adalah temannya.
Siapakah dari kedua pria itu yang bisa membuat Dewi kembali mencinta?
Akankah putri Dewi yang bernama Aisya menerima kembali sang ayah yang meninggalkan mereka bahkan saat dia tidak diketahui sudah ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Loving Again 06
"Begini nasib kalau ndak punya istri, apa-apa kudu dilakukan sendiri. Hadeeeh."
Seorang pria berusia 49 tahun namun masih tampak kuat dan juga tampan tengah memasukkan kopernya ke dalam bagasi mobil. Baru saja kembali dari perjalanan luar kotanya. Profesinya sebagai konsulen bedah membuatnya seringkali mendapat undangan untuk mengisi seminar kesehatan.
Dugh!
Pria itu terkejut ketika hendak menutup bagasi mobil, tubuhnya ditabrak oleh seseorang.
"Maaf, maaf ya saya tidak sengaja. Anda tidak apa kan?"
"Saya baik-baik saja kok."
"Maaf, saya sungguh minta maaf. Kalau begitu saya permisi."
Pria yang sudah tidak muda lagi itu mengerutkan alisnya. Suara yang baru saja dia dengar sangat tidak asing baginya. Bukan hanya itu, sosok yang baru saja bertabrakan dengannya pun begitu familiar dalam kepalanya.
Meskipun sudah berlalu selama puluhan tahun, namun dia tak mungkin lupa dengan sosok itu.
"Dewi? benar kan kamu Dewi?"
"Maaf siapa ya, kok tahu nama saya?"
"Aku Aji, Dew. Aku dulu teman kamu, eh maaf aku dulu kakak kelas kamu di SMA. Ketua osis."
Dewi mengerutkan keningnya, dia mencoba mengingat tentang pria yang baru saja memanggil namanya itu.
Untuk mengingat masa SMA, berarti dia harus memutar ke belakang hingga lebih dari 30 tahun lamanya.
"Bang Aji yang itu, yang ketua osis abadi?"
Aji Kurniawan, pria itu tertawa terbahak-bahak ketika mendengar sebutan yang dulu sangat populer di sekolah dulu.
Aji memang ketua osis, dia dijuluki ketua osis abadi karena menjabat selama 2 tahun. Jika biasanya ketua osis menjabat selama satu tahun saja yakni dikelas 2 SMA, maka tidak dengan Aji. Dia menjabat selama 2 tahun yakni di kelas 2 dan 3. Mengapa bisa begitu, nanti kita tanya Aji saja karena dia jelas yang paling tahu.
Pada akhirnya kedua orang itu malah tak jadi pulang. Mereka kembali masuk lagi dan mencari coffe shop.
"Waah gilaa, lama sekali ya kita ndak pernah bertemu. Terakhir ya pas acara pelepasan, pentas seni ya waktu itu."
"Kalau di total sudah 30 tahuan kan ya Bang?"
"Hahaha, iya benar. Duh kita sudah tua ya Dew. Bagaimana kabarmu? Anak kamu berapa Dew, sudah punya cucu?"
Dewi tersenyum, pria di depannya ini sungguh tidak berubah sama sekali. Dia sungguh masih sama seperti dulu, hangat, ceria dan juga menyenangkan.
Meskipun mereka berjarak dua tingkat namun Aji memang selalu akrab dengan para adik kelasnya.
Tapi sebenarnya Aji ini lumayan lebih lama di SMA. Kalau di hitung dari segi umur, harusnya Aji sudah lulus sebelum Dewi masuk. Tapi waktu itu Aji termasuk siswa yang slengekan sehingga dia pernah tinggal kelas di masa itu.
"Baik Bang, sangat baik. Anak aku cuma satu. Cucu, belum punya. Dia belum mau buru-buru menikah. Masih ingin meraih cita-citanya. Abang sendiri bagaimana?"
"Baik Alhamdulillah. Waah masyaallah salut, seneng dengarnya kalau ada anak muda yang punya cita-cita dan berusaha meraihnya. Sayangnya aku tidak bisa melihat anakku begitu, Dew?"
"Kenapa Bang?"
"Dia sudah dipanggil oleh Allah duluan, pas usianya baru 10 tahun."
"Innalillahi, maaf Bang. Aku turut berduka."
Dewi sangat terkejut mengetahui fakta itu. Dia tidak pernah menyangka dibalik sikap ceria Aji ternyata menyimpan sebuah kepedihan.
Dan, apa yang dikatakan Aji selanjutnya pun semakin membuat Dewi menyesal karena bertanya.
"Kenapa tidak mencoba punya lagi, Bang?"
"Istriku pun sudah tak ada, Dew. Dia meninggal bersama anak ku. kejadiannya sudah sangat lama entah 20 tahun yang lalu entah belasan tahun yang lalu. Ya itu lah yang namanya qodarullah, kita tidak pernah tahu bukan lama atau sebentarnya hidup seseorang."
tes!
Air mata Dewi menetes begitu saja. Dia sungguh sama sekali tidak menyangka, bagaimana bisa Aji bercerita tentang kehilangan dua orang yang berharga dalam hidupnya dengan senyum begitu.
"Eh Dew, kenapa kamu malah nangis?"
Aji bingung, dia melihat kesana kemari karena takut dikiranya mereka sedang berantem atau apa. Terkadang orang asal menjudge tanpa tahu kebenarannya.
"Habisnya Abang cerita sedih begitu sambil tersenyum."
"Hahahah, aku sudah berdamai dengan semua itu. Tahun terus berganti, dan aku sudah bisa menerimanya Dew, yang penting mereka berdua selalu ada dalam doaku."
Apa yang dikatakan Aji bukan kebohongan. Dia memang sudah berdamai dengan rasa kehilangan itu. Meskipun awalnya sangat sulit menerima, tapi dia bisa survive dan kembali menjalani hidupnya.
Dewi merasa tertohok dengan ucapan Aji. Kehilangan yang dia rasakan jika dibandingkan dengan Aji mungkin tidak seberapa. Dan memang seharusnya dia sudah bisa menerima itu. Lagi pula untuk apa meratapi hal yang sudah lama terjadi, semua tidak membuatnya kembali di titik awal lagi.
"Kamu hebat Bang, sudah bertahan sejauh ini. Kereeen. Terus sekarang kegiatannya apa?"
"Wira-wiri, pengacara soalnya. Pengangguran banyak acara."
Dewi tentu tidak percaya, dari tampilan Aji, pria itu tidak terlihat seperti orang yang tidak memiliki kesibukan.
Meskipun tampilan Aji saat ini sederhana, tapi percayalah mata Dewi tak dapat dibohongi. Jam tangan yang digunakan Aji itu adalah jam tangan yang harganya bukan seratus dua ratus ribu. Atau pun sejuta dua juta saja.
Dewi bisa bicara demikian karena dirinya tahu barang bermerek dan juga memilikinya.
"Pagi Dok, sudah lama tidak bertemu dengan Dokter."
Eh?
Aji terkejut ketika ada yang menyapanya. Ketika menoleh, ternyata itu adalah keluarga dari pasien yang pernah dia tangani.
"Oh iya, halo, bagaimana kabar ayah kamu. Sudah jauh lebih sehat kan?"
"Semua berkat Dokter, iya Papah sudah jauh lebih sehat dari sebelumnya. Astaga maaf karena mengganggu waktu Anda. Kalau begitu permisi Dokter Aji."
Criiing
hehehe
Aji terkekeh ke arah Dewi saat Dewi menatapnya dengan mata yang memicing.
"Iya aku ini orang yang kerjanya merawat pasien. Sudah jangan menatapku seperti itu Dew."
"Kamu hebat Bang, aku tidak menyangka kalau kamu ini seorang dokter."
"Hahaha, semua akan bilang begitu. Kebanyakan tidak percaya malah, Dew. Tahu kan dulu kisahku?"
Dewi hanya melemparkan senyum tipis. Kisah Aji sang ketua osis abadi itu begitu terkenal seantero SMA. Bocah lelaki yang gemar berkegiatan namun melupakan tugas belajarnya itu sempat tidak naik kelas. Dia juga berkali-kali dipanggil guru karena nilainya yang terus merosot.
Ada satu hal yang membuat Dewi dulu merasa agak kasihan dengan Aji, dia dijuluki siswa terbodoh di sekolah. Ya itu lah sejarah dari seroang Aji Kurniawan yang sekarang ternyata merupakan seroang dokter.
"Kalau boleh jujur, aku dulu tidak percaya dengan julukan itu, Bang. Kamu tuh tidak terlihat seperti orang yang bodoh. Mungkin kamu itu cuma enggan."
"Aihh, jadi seneng deh dibilang seperti itu heheheh. Ya begini lah aku Dew, memang tak banyak yang tahu tentang ku. Mereka ya hanya melihat aku dari tampilan luarku yang slengekan dan sembarangan. Aah are you know about something?"
Dewi menggelengkan kepalanya. Dia tentu tidak tahu apa yang akan dikatakan oleh pria itu.
"Dulu, aku pernah suka sama kamu? Dan kamu tahu, kamu adalah cewek yang pertama kali aku suka?"
Eh??
TBC
Jatuh cinta berjuta rasanya
Biar siang, biar malam terbayang wajahnya
Jatuh cinta berjuta indahnya
Biar hitam, biar putih manislah tampaknya
🎶🎶🎶🤣
emng y,yg nmanya jth cnta tu ga pndang usia....brsa msih 17 thn....mga jdoh sm dewi y bang....