Kisah CEO dingin dan galak, memiliki sekretaris yang sedikit barbar, berani dan ceplas-ceplos. Mereka sering terlibat perdebatan. Tapi sama-sama pernah dikecewakan oleh pasangan masing-masing di masa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Favreaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
Keesokan harinya Elena masih memaksakan diri untuk masuk kerja.
Biar bagaimanapun dia masih punya tanggung jawab pada pekerjaannya. Setelah semua selesai, barulah dia akan resign. Saat tadi berpapasan dengan Alvaro, lelaki itu tak memperlihatkan reaksi apa-apa. Tatapannya lurus ke depan tanpa menoleh sedikitpun pada Elena. Begitu juga dengan Elena, dia sama sekali tak berminat beramah-tamah dengan bosnya.
Sepanjang hari, mereka saling diam. Hanya bicara untuk urusan pekerjaan saja. Itupun sangat hambar. Hingga saat istirahat makan siang, Elena tetap tak meninggalkan pekerjaannya. Dia seperti ingin menyelesaikan semua tugasnya hari itu juga. Melihat itu, Alvaro tak bisa diam lagi. Dia langsung memanggil sekretarisnya itu ke ruangannya.
"Anda memanggil saya pak?" tanya Elena, sangat sopan.
"Kenapa kamu tidak istirahat makan siang?"
"Dih, diam-diam merhatiin gue, prettt!"
Elena mencibir dalam hati.
"Saya tidak lapar."
"Tapi saya tidak mau punya pegawai penyakitan nantinya."
Elena tertawa ringan. "Anda lupa? Saya akan resign dan tidak lama lagi tak akan menjadi pegawai anda lagi." Jawabnya enteng.
"Jadi kamu siap membayar penalti? Ingat, kamu masih menjadi pegawai kontrak dan kontrakmu selama 3 tahun. Sedangkan kamu baru menjalaninya selama 3 bulan."
Elena terdiam. "Kenapa gue sampai melupakan ini?" gumamnya hatinya lagi.
"Tapi bukannya anda ingin memecat saya?"
"Siapa bilang? Saya tak akan memecat kamu hanya karena alasan pribadi. Kamu saja yang terlalu sensi!"
Alvaro menghujamkan tatapannya tepat di kedua pupil hijau milik Elena. Mata itu memiliki daya magnetik yang sangat kuat bagi Alvaro. Sampai-sampai lelaki itu sulit untuk berpaling dari bola mata indah itu.
"Kenapa aku baru menyadarinya sekarang? Elena memang sangat cantik, meski dia tak memakai make-up yang berlebihan."
Sementara Elena yang mendapatkan tatapan seperti itu merasa risih. Dia jadi teringat saat kejadian kemarin di apartemen lelaki itu. Membuat dia jadi salah mengartikan tatapan itu
"Apa arti tatapan anda seperti itu? Apa anda sedang melecehkan saya?" Tanya Elena. Dengan berani dia menatap balik Alvaro.
"Kamu kenapa sih?"
"Anda yang kenapa, menatap saya seperti itu?"
"Memangnya tatapan saya seperti apa?"
"Seperti lelaki hidung belang yang sedang menatap mangsanya!"
"Kau?! Berani sekali berkata seperti itu pada saya! Kamu pikir, kamu bicara sama siapa?" hardik Alvaro mulai emosi, wajahnya yang putih terlihat merah padam.
"Sudah sana, kamu istirahat dan makan yang bener, biar mengerjakan tugas dari saya tak ada kesalahan lagi!"
"Saya selalu be-"
"Elena! bisa tidak kamu tidak terus membantah saya? Lama-lama sikap kamu itu sudah sangat keterlaluan. Tidak ada sopan-santunnya pada atasan. Sebenarnya kamu keluaran sekolah mana sih? Apa kamu tidak diajarkan attitude yang baik juga oleh orangtuamu? Setidaknya bisa menempatkan mana saat serius, mana saat bercanda! Sudah sana dan lupakan perjanjian kita! Saya tidak jadi menyewa kamu sebagai pacar bayaran. Lebih baik saya memang menikah dengan Alesha." Suara itu, bukan, tapi bentakan!
Bentakan itu menggema di seluruh ruangan. Alvaro tak bisa lagi membendung emosinya. Entah apa sebabnya, dia sangat marah sekali mendapat kata-kata pedas dari gadis itu.
Elena terpaku. Dia tidak menyangka perkataan Alvaro begitu tajam, bagai jutaan jarum yang menghujam tepat ke jantungnya.
Semenit Elena masih terpaku di tempatnya, hingga Alvaro menggebrak meja dan berdiri dari duduknya. Lalu keluar dari ruangannya tanpa menoleh lagi padanya.
Elena masih mematung di tempat. Bulir-bulir kristal tiba-tiba berjatuhan di pipinya. Dia bukan gadis yang cengeng, tapi entah kenapa kata-kata yang keluar dari mulut Alvaro sangat melukai perasaan terdalamnya.
Gadis itu memutar tubuhnya. Dengan langkah limbung diapun keluar dari ruangan sang bos, menuju mejanya. Bagaimana mungkin dia akan ke kantin dan mengisi perut, sementara rasa laparnya sudah musnah.
Tangan gadis itu gemetar meraih tisu untuk menghapus air matanya. Ia merasa hatinya tercabik-cabik oleh kata-kata kasar Alvaro. Hatinya sakit bukan hanya karena perkataan itu, tapi juga karena ia merasa telah dihina, apalagi menyangkut didikkan orangtuanya yang dipertanyakan. Mungkin benar dirinya terlalu berani menantang laki-laki itu. Tapi sungguh, sakit rasanya dikatai seperti itu.
***
Hari-hari berikutnya, suasana kantor menjadi sangat berbeda. Elena yang biasanya ceria dan ceplas-ceplos, kini berubah menjadi sosok yang pendiam dan dingin. Ia menjalankan tugasnya sebagai sekretaris dengan sempurna, namun tidak ada lagi senyum yang menghiasi wajahnya. Ia seolah-olah membangun tembok tebal di antara dirinya dan Alvaro.
Alvaro merasa ada yang berbeda dengan Elena. Ia mencoba mencairkan suasana, namun Elena selalu memberikan respon yang singkat dan dingin. Alvaro mulai merasa bersalah dengan perkataannya yang kasar. Ia menyadari bahwa ia telah menyakiti hati Elena dengan sangat dalam.
Suatu hari di kantor mereka kedatangan seorang CEO muda dan tampan dari perusahaan lain yang akan bekerja sama dengan perusahaan Alvaro. Mungkin secara usia, dia sebaya dengan Alvaro, sekitar awal 30-an.
"Jadi anda nona, sekretarisnya pak Alvaro? Ternyata anda sangat cantik dan cerdas."
Lelaki bernama Zayya itu tak segan memuji Elena di depan Alvaro. Membuat Elena sedikit tersipu. Tapi dia sudah terbiasa mendapat pujian seperti itu, jadi tidak terlalu dimasukkan ke dalam hati.
"Terimakasih pak, tapi anda terlalu berlebihan. Sebaliknya anda juga seorang pimpinan yang sangat bersahaja dan tampan, tentunya." Elena balik memuji dengan memberikan senyuman yang teramat manis. Zayya terkekeh, tapi kata-kata sanjungan terus dia lancarkan pada sekretaris cantik yang kini sangat bersikap hangat.
Alvaro hanya menatap tajam dan tidak suka pada 2 insan itu. Hatinya tiba-tiba merasa panas. Elena bisa bersikap begitu manis pada Zayya, laki-laki yang baru dikenalnya. Tapi selalu bersikap jutek dan cenderung melawan padanya.
"Baiklah nona cantik, saya pergi dulu. Semoga dalam waktu dekat kita akan bertemu lagi." Pamit Zayya dan menjabat tangan Elena cukup lama.
Membuat Alvaro kesal dan ingin segera melepaskan jabat tangan mereka.
Zayya pun akhirnya pergi setelah banyak mengumbar kata-kata sanjung dan pujian pada Elena. Lelaki itu sepertinya tipe orang yang sangat spontan dan terus terang. Juga suka bercanda dan sangat enak jika diajak ngobrol. Elena sampai tak pernah lepas menyungging senyum di bibirnya.
Hingga Alvaro berkali-kali berdehem, barulah dia tersadar.
"Sudah cukup mengaguminya, sekarang kembali bekerja!"
Alvaro kembali berbicara sinis setelah beberapa hari ini dia mencoba mengambil hati Elena dengan segala perhatian kecil yang tentu saja tidak ditunjukkan secara terang-terangan.
Seperti saat dia ingin memberi sesuatu pada Elena, entah itu makanan atau barang. Pasti bilangnya ada teman yang kasih itu, tapi dia tidak suka. Atau ibunya sudah kembali dari bepergian dan memberi oleh-oleh untuk gadis itu. dan alasan-alasan lain yang cukup masuk akal.
Dua jam sebelum waktu pulang kantor, Alvaro memanggil Elena ke ruangannya. Meski merasa enggan karena tugas-tugasnya sudah diselesaikan semua, tapi gadis itu terpaksa memenuhi panggilan bosnya.
"Anda memanggil saya?"
Alvaro mengangguk, "duduklah!" katanya dengan suara dibikin selembut mungkin. Elena menurut. Dengan sopan dia duduk di hadapan Alvaro.
Sebenarnya, lelaki itu merasa ada yang kurang, kehilangan atau apalah, saat sikap Elena sangat jauh berbeda dengan sikapnya yang dulu, sebelum mereka bertengkar hebat.
"Anda ingin bicara apa?" Tanya Elena saat Alvaro hanya diam sambil menatapnya.
Perlahan Alvaro menarik napas lalu menghembuskannya pelan.
"Saya," kembali menarik napas. "Maafkan atas kata-kata kasar saya!" Lanjutnya cepat, seakan dia takut lupa susunan kata-katanya. Maklumlah, sebenarnya kata 'maaf' itu sudah ingin dia sampaikan di beberapa hari yang lalu. Tapi lidahnya terasa selalu kelu. Ini kejutan buat Elena. Telinganya seakan jernih dan hatinya damai mendengar kata-kata itu.
"Saya juga minta maaf, sudah bersikap lancang pada anda."
"Baiklah, kita lupakan masalah itu! Ada yang ingin saya sampaikan lagi sama kamu. Saya ingin meneruskan rencana tempo hari, tentang pacar bayaran. Apakah kamu masih bersedia?" Tanya
Alvaro datar, tapi dalam hatinya berharap Elena setuju.
"Maaf pak, saya tidak bersedia lagi! Bukankah anda sudah memutuskan lebih baik jadi menikah dengan mbak Alesha. Dia lebih berpendidikkan dan memiliki attitude yang baik. Tidak seperti saya yang bar-bar. Salah-salah nanti saya malah akan mempermalukan anda."
Alvaro terhenyak mendengar kalimat sindiran dari mulut Elena yang langsung mengena ke hatinya.
"Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, saya akan kembali ke meja saya, karena masih ada beberapa dokumen yang harus saya selesaikan. Permisi!"
diselingkuhi sama tunangannya gak bikin FL nya nangis sampe mewek² tapi malah tetep tegar/Kiss/