Menjadi Istri Ke 2

Mata tajam Jeriko menatap lekat Lova yang berada di depan nya, jarak keduanya cukup dekat, bahkan hampir saling bersentuhan beberapa senti lagi.

"Ada apa?" tanya Lova berusaha untuk tetap tenang.

Sebenarnya hatinya sudah bersorak dengan tindakan Jeriko padanya, Lova baru tahu jika mungkin saja Jeriko cemburu melihat kemesraan Lova dengan Kenzo tadi. Dengan tindakan Jeriko sekarang itu sudah cukup sebagai bukti, memang alasan apa lagi yang membuat Jeriko demikian? Jawaban nya tentu saja kalau tidak karena cemburu Jeriko tidak suka melihat kedekatan mereka.

Tidak mendapat balasan apa-apa dari Jeriko membuat Lova menghela napas panjang. Mata gadis itu menatap lekat pada wajah tampan dan datar di depan nya. Jika bisa, Lova sangat ingin menyentuh wajah tampan itu. Entah kenapa segala yang ada pada diri Jeriko membuat Lova merasakan aneh, Jeriko itu termasuk laki-laki yang membuatnya merasakan menginginkan lebih. Selalu seksi di mata Lova.

"Kalau nggak ada yang mau dibicarakan, ya udah." Lova berniat untuk pergi, namun sebelum ia sempat melangkah. Jeriko sudah lebih dulu mencekal pergelangan tangan nya.

Lova menyunggingkan senyumnya sebelum kembali menoleh, menatap Jeriko lagi untuk menunggu laki-laki yang sudah menjadi suaminya itu berbicara.

1 detik

2 detik

3 detik

Dan sudah berlalu setengah menit tidak ada pergerakan apa-apa dari Jeriko membuat Lova kesal. Jika tidak ingat mereka berada dimana sekarang, Lova sudah sangat ingin mencium bibir laki-laki itu yang terus bungkam, menahan tetapi tidak mengatakan apa-apa. Padahal Lova ingin tahu apa yang akan Jeriko katakan, atau marahi saja Lova dan larang dia karena sudah bermesraan dengan Kenzo, Lova akan dengan senang hati mengiyakan permintaan Jeriko.

Tetapi itu hanya angan-angan saja. Tidak ada pergerakan sama sekali dari Jeriko selain mata tajamnya yang menatap dirinya.

"Baiklah, saya akan menemui Kenzo sekarang." Lova melepaskan cekalan tangan Jeriko padanya.

Ada perasaan tidak ikhlas ketika Lova pergi, namun apa boleh buat, tidak ada yang Jeriko lakukan selain mencekal pergelangan tangan nya.

Setelah kepergian Lova. Jeriko mendesah frustasi, ia merutuki dirinya yang tidak mampu berkata apa-apa di depan gadis itu.

"Sial," gumam Jeriko mengertakan rahangnya.

"Bebe, dari mana?" Kenzo menghampir Lova dan menarik pinggang gadis itu untuk direngkuhnya.

"Ke belakang sebentar tadi." Lova melirik ruangan dimana tadi ia bertemu dengan Jeriko .

"Oh iya? katanya ke ruangan om Jeriko?"

"Iya, tapi cuma ada om Egar, nggak tau kemana om Jeri."

Lova mengangguk mengerti, ia teringat dimana tadi Jeriko tiba-tiba muncul setelah kepergian Kenzo. Padahal kalau tidak salah Jeriko tadi sempat pamit ke kamarnya. Kalau begini semakin jelas jika ada yang tidak beres dengan Jeriko, dan Lova semakin yakin jika Jeriko cemburu padanya. Hanya saja, laki-laki itu terlalu tinggi untuk mengakuinya.

"Hei, ngalamun. Pulang yuk bebe, kita pamit dulu sama eyang."

Lova mengangguk, lalu keduanya menghampiri eyang Sema yang sudah berada di dalam kamar.

Lova tidak menyangka jika Kenzo mengantarkan nya pulang ke rumah. Tetapi apa yang Lova harapkan dari Kenzo? Mengantarnya pulang ke apartemen? Tidak mungkin. Kenzo tidak tahu apa-apa tentang hidupnya saat ini. Termasuk tante Gina yang kini sedang menatapnya intens. Lova dan tante Gina duduk berhadapan di ruang tamu setelah Kenzo pulang tadi.

"Tadi malam kamu tidur dimana Lov?" tante Gina bertanya masih dengan anda suara biasa, beliau berusaha tetap tenang agar Lova mau menjawab dengan jujur.

"Rumah temen tan."

"Siapa? bukan Belvi kan? tante tau karena tante telepon dia dan Belvi bilang kamu ngga ada di rumahnya."

"Temen kampus," balas Lova berbohong.

Tidak ingin memperpanjang masalah. Tante Gina mengangguk saja. Lalu beliau beranjak dari duduknya.

"Semoga kamu nggak bohong sama tante."

Lova menggigit bibir bagian dalamnya. Tidak ada niatan untuk bohong, tetapi Lova sangat yakin jika ia mengatakan yang sejujurnya sekarang, tante Gina pasti akan kecewa dan marah dengan nya. Tante Gina orang yang dipercaya oleh mamanya untuk menjaga Lova, dan beliau selama ini yang menjadi keluarga Lova satu-satunya.

'Sorry tan," ujar Lova dalam hatinya. Menatap punggung tante Gina yang sudah lebih dulu pergi.

Lova baru saja akan beranjak ketika tante Gina kembali muncul. Suasana yang tadi sempat canggung dan melow seketika berubah karena kemunculan tante Gina yang tiba-tiba.

"Anjir, tante!" kaget Lova membuat tante Gina menggeleng.

"Oh iya Lov. Besok jadwal kamu ke sana, setelah pulang dari kampus tante tunggu di tempat biasa ya?"

Lova mengangguk. Setelahnya keduanya pergi ke kamar masing-masing.

Merebahkan dirinya di atas ranjang, Lova menatap langit-langit kamarnya dengan pikiran jauh ke sana. Hidupnya tidak seindah itu. Kedua orang tuanya yang bercerai membuat Lova kehilangan satu sosok figur orang tua sedari masa remaja, lalu mamanya jatuh sakit dan membuatnya tidak bisa hidup bersama dengan beliau, setelahnya kini Lova menjadi istri ke dua dari suami rivalnya. Serumit itu hidup Lova.

Tapi semua sudah digariskan oleh Tuhan, dan Lova percaya akan ada kebahagiaan setelah hujan badai dalam hidupnya. Ia hanya perlu bersabar dan berusaha.

Gadis itu terkekeh setiap kali mengingat kata-kata teman kampusnya, menginginkan kehidupan seperti Lova, selain memiliki paras cantik dan bodi seksi, Lova juga dikenal memiliki pasangan yang sangat berpengaruh di kampusnya, seberuntung itu Lova di mata mereka yang tidak tahu apa-apa tentangnya.

Mereka menganggap kehidupan Lova nyaris sempurna. Tidak tahu saja mereka serumit apa kehidupan Lova. Bahkan sekalipun ia memiliki paras menawan, tidak membuat kehidupan nya bahagia. Satu contohnya, menaklukan Jeriko saja cukup menyusahkan Lova, atau mungkin Lova harus bekerja keras lagi untuk itu. Untuk laki-laki yang amat membuatnya tidak percaya diri karena sering menolaknya.

See, kalau Lova semenarik itu seperti kata-kata teman nya, harusnya malam ini mereka sedang menghabiskan malam pertama sebagai pengantin baru, bukan malah tinggal berjauhan di atap yang berbeda.

"Sial," gumam Lova bangkit dari duduknya, ia menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum menyusuri mimpi nanti.

Sementara di tempat lain. Serina sedang sibuk mengemasi barang-barang yang akan mereka bawa besok. Jeriko sibuk dengan tab di tangan nya, melihat itu membuat Serina mendesah, Jeriko masih sibuk bekerja di malam ini, meski besok mereka harus bangun lebih awal untuk persiapan bulan madu dadakan itu.

"Jeri." Serina mendekat, duduk di sebelah Jeriko.

"Kenapa?" tanya Jeriko tanpa menoleh ke arah Serina.

"Kamu masih marah tentang waktu itu?"

Berhenti sejenak dari kegiatan nya, Jeriko menghembuskan napas cukup panjang.

"Jangan bahas itu, dan jangan lakukan itu lagi."

Serina mengangguk. Ia langsung mengambil tangan Jeriko untuk ia genggam. Tangan berotot Jeriko yang membuat sensasi aneh dalam diri Serina ketika menyentuhnya. Siapa saja pasti tahu, jika Jeriko memang laki-laki idaman wanita, apa lagi untuk yang sudah berumah tangga.

"Maaf, dan aku janji tidak akan mengulanginya lagi."

Jeriko menatap Serina tanpa mengatakan apa-apa, lalu mengangguk sebagai jawaban, namun tindakan Serina setelahnya membuat Jeriko membeku. Serina tiba-tiba memeluknya, mengatakan kata 'maaf' berulang-ulang.

Mau tidak mau Jeriko menerima pelukan Serina. Biar bagaimanapun mereka ini suami istri yang sudah bersama selama 2 tahun, meski kenyataan nya hanya sebatas itu dan tidak lebih.