NovelToon NovelToon
CINTA RAHASIA PAK DOSEN

CINTA RAHASIA PAK DOSEN

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dosen / CEO / Cinta Beda Dunia / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Dalam keheningan, Nara Wibowo berkembang dari seorang gadis kecil menjadi wanita yang mempesona, yang tak sengaja mencuri hati Gala Wijaya. Gala, yang tak lain adalah sahabat kakak Nara, secara diam-diam telah menaruh cinta yang mendalam terhadap Nara. Selama enam tahun lamanya, dia menyembunyikan rasa itu, sabar menunggu saat Nara mencapai kedewasaan. Namun, ironi memainkan perannya, Nara sama sekali tidak mengingat kedekatannya dengan Gala di masa lalu. Lebih menyakitkan lagi, Gala mengetahui bahwa Nara kini telah memiliki kekasih lain. Rasa cinta yang telah lama terpendam itu kini terasa bagai belenggu yang mengikat perasaannya. Di hadapan cinta yang bertepuk sebelah tangan ini, Gala berdiri di persimpangan jalan. Haruskah dia mengubur dalam-dalam perasaannya yang tak terbalas, atau mempertaruhkan segalanya untuk merebut kembali sang gadis impiannya? Ikuti kisahnya dalam cerita cinta mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DUA PULUH ENAM

Malam menyisakan cahaya bulan yang samar di antara bayang-bayang gedung bertingkat. Nara berdiri di bibir jendela, menatap langit dengan kepala yang mulai dipenuhi rasa yang tak menentu. Jam dinding dengan jarum analognya berdenting lembut, menunjukkan pukul sebelas malam. Tapi sosok Gala, dia masih juga belum pulang.

"Kemana dia pergi malam-malam begini? Mungkinkah dia ke bar untuk menenangkan diri? Tapi tidak mungkin, seingatku, Prof Gala bukan tipe orang seperti itu," membatin Nara, memutar ulang berbagai kemungkinan dalam kepalanya. Namun, semakin Nara berpikir, semakin banyak tanya yang muncul tanpa jawaban pasti. Rasa khawatir perlahan merayap.

Waktu merangkak lambat hingga akhirnya, tepat pukul satu dini hari, suara pintu utama yang terbuka membuyarkan lamunan Nara. 

"Itu pasti Prof Gala. Nara tertegun sejenak, ingin berlari menanyakan keadaannya, tapi... tidak. Tidak sekarang. Dengan cepat, Nara  membaringkan tubuh di atas ranjang, berpura-pura tidur.

Nara tak ingin, Gala tahu bahwa dirinya telah mengkhawatirkannya hingga begitu frustasi. Nara terlalu gengsi, ia tak ingin terlihat lemah, padahal di dalam hati, pikirannya terus bergulat, "Prof Gala... kenapa kau membuatku seperti ini?"batin Nara tak mengerti.

Tiga puluh menit telah berlalu.Namun masih belum mendengar langkah kaki suaminya memasuki kamar. Rasa gelisah perlahan merayap di pikiran Nara, membuat keningnya berkerut di bawah selimut yang menyelimuti tubuhnya.

Nara mencoba memalingkan pikiran buruk yang mulai muncul. Apakah dia sengaja menghindariku? Atau mungkin ada sesuatu yang lebih serius sedang terjadi? Namun, rasa penasaran yang terus menggigit membuat Nara, tak lagi mampu bertahan di tempat tidur. 

Nara memutuskan untuk turun dari ranjang, membuka pintu kamar, dan melangkah keluar dengan hati yang sedikit was-was. Dan di sana, di ruang tengah, aku melihat suamiku sedang duduk di depan laptop. Wajahnya serius, kedua matanya terpaku pada layar, sementara tangannya bergerak cekatan di atas keyboard. 

Nara menarik napas pelan, mencoba memproses pemandangan di depannya itu. Rasa lega sempat menyelinap, namun segera digantikan oleh tanda tanya. Apa yang membuatnya begitu tenggelam hingga tak peduli waktu? Dia terlihat begitu asing, seolah-olah ada jarak di antara mereka yang perlahan-lahan membesar tanpa Nara sadari.

Ketika Gala melihat bayangan Nara mendekat,  Gala—mengangkat wajahnya perlahan, ekspresinya sedikit kaget namun tetap tak menunjukkan rasa hangat. Tangannya berhenti mengetik, seakan terhenti di tengah pikirannya sendiri.

"Kenapa masih belum tidur?" tanyanya singkat dengan nada yang terdengar dingin, seperti tiang es yang menusuk seluruh tulang. Nara  terpaku sejenak. Pertanyaan itu begitu sederhana, tetapi rasanya seperti ada tembok besar yang menghalangi percakapan mereka. 

Hati Nara berdesir pelan. Nara ingin bertanya lebih jauh,mengenai sikap suaminya yang berubah, tapi lidahnya terasa kelu. Hanya keheningan yang menjawab pertanyaan pertanyaannya di hati.

Nara menghela napas berat, mata beningnya menatap Gala dengan seksama. Sudut bibirnya turun, menyiratkan kelelahan yang dia rasakan.

"Aku menunggumu,sejak tadi, aku tak bisa tidur" jawabnya dengan suara yang nyaris tak terdengar. Nara menggigit bibir bawahnya, menahan rasa frustasi.Gala menutup laptopnya dengan perlahan, matanya tidak beranjak dari wajah Nara. "Tidur lah dulu, masih bayak tugas yang harus saya selesaikan," ucapnya, suaranya rendah.

"Em.."Gumam Nara, sembari mengangguk pelan.

Nara lantas melangkah dan kembali ke kamar dengan perasaan ragu, Nara pun menghentikan langkahnya dan membalik badan.  "Kita harus bicara, Prof," kata Nara, matanya berkilat tanda ketegasan. Kening Gala berkerut, mengakui gravitasi situasi tersebut. 

Di ruang tengah yang hanya diterangi oleh cahaya lampu, mereka duduk berhadapan. Nara menatap Gala, mencari tahu sejauh mana keseriusan bisa mereka pertahankan di tengah rutinitas yang menjauhkan mereka.

"Katakan, Prof, apa ini cara anda menghukumku? Apa yang harus aku lakukan agar anda bisa memaafkan atas candaanku tempo hari. Karena situasi ini sungguh membuatku tak nyama?" ucap Nara.

Nara menelan ludahnya, rasanya seperti berbicara di tengah ruangan yang dingin, dengan jarak yang begitu luas di antara mereka. 

Gala hanya memandangku singkat sebelum membuka mulutnya, "Kamu tak perlu melakukan apapun, karena kamu tidak melakukan kesalahan apapun. Mungkin saya yang kurang peka, untuk saat inu beri saya waktu belajar untuk menempatkan diri, pada posisi yang tepat. Tidurlah, sudah malam."lanjut Gala,tak sepeeti tak ingin membahas soal perubahannya.

"Tapi Prof..." Nara mencoba membantah, meski hatinya tidak yakin dengan ucapannya  sendiri. Namun Gala mengangkat tangannya, sebuah isyarat yang membuat Nara merasa seperti ditolak mentah-mentah.

"Tidurlah," ucapnya sekali lagi, tegas, tapi juga terdengar seperti dinding yang terlalu tinggi untuk Nara lompati. Nara memutar badan, dan kembali ke kamar dengan isi kepala penuh kekacauan. 

Perasaan Nara begitu membingungkan, seolah terjepit di antara dua sisi mata uang. Saat Gala mulai mengesampingkannya, gelombang kegelisahan menghantui pikirannya—mengapa ia diabaikan? Namun ironisnya, ketika Gala memberikan perhatiannya, Nara merasa itu sebuah beban.

Mungkinkah semua tingkah laku yang Nara perlihatkan hanyalah topeng untuk menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya, yang tersudut oleh kebanggaannya sendiri? Ah, mungkin hanya Nara yang bisa menjawab teka-teki hatinya tersebut.

"Eeeehhh...Kenapa aku merasa sekacau ini,sekarang? Saat dia bersikap dingin, kenapa aku tak bisa terima? Ah, sial," gumam Nara, sambil melempar tubuh ke ranjang. Nara terus  mencoba memahami dirinya sendiri, namun semakin Nara mencoba, semakin ia kehilangan jawabannya. 

Tepat saat jam menunjukkan pukul dua dini hari, langkah Gala terdengar pelan mendekati kamar. Dalam remang cahaya, Nara yang berpura-pura tertidur memejamkan mata lebih erat, perasaan ingin tahu menggelayuti pikirannya.

Biasanya, sebelum mengarungi mimpi, Gala akan mengecup keningnya lembut secara diam diam dan memandang wajah ayu Nara dengan tatapan penuh kasih, kemudian barulah memeluk tubuh Nara dalam pelukan hangat. 

Tapi malam ini, saat Nara merasakan sisi ranjang bergeser akibat Gala yang mencoba menemukan posisi nyaman untuk tidur, tak ada sentuhan lembut atau bisikan sayang yang biasanya Gala lakukan. Hanya keheningan yang bertamu di antara mereka.

Entah kenapa tiba-tiba, sebuah rasa bersalah yang mendalam menerpa Nara, menambah berat pada kekosongan yang kini membentang di antara hati mereka. Tersiksa oleh pemikiran bahwa mungkin ia telah kehilangan kesempatan itu, Nara menatap Gala yang terlelap, mencari-cari jejak sikapnya yang hangat mungkin masih tersisa di sana.

Saat pagi menjelang, seperti biasa Gala membangunkan Nara untuk menjalankan salat subuh. Namun, ada yang berbeda. Kehangatan yang dulu selalu terasa dari sikapnya kini entah menghilang ke mana. 

Tatapan itu... dingin, seperti aku hanya bayangan yang tidak diinginkannya. 

"Apa yang salah denganku?" Nara mencoba mengingat-ingat, mencari celah di mana ia mungkin melakukan kesalahan tapi, lagi lagi tidak menemukan apa pun.

"Apakah aku melakukan sesuatu yang menyakitinya tanpa sadar?" tanya Nara dalam hati. Pikiran itu terus berputar di kepalanya. Nara, menambah berat perasaan yang sudah mulai menghimpit dadanya.

Nara ingin bertanya langsung, ingin tahu apa yang sedang Gala rasakan, tapi entah mengapa lidah Nara terasa kelu. Nara hanya bisa menatap punggungnya, merasa jarak di antara kami semakin melebar—dan itu membuat Nara takut.

Pagi itu, saat Gala asyik menyesap kopi dan membolak-balik halaman buku. Nara memberanikan diri bergabung di kuris baca, duduk di samping dengan ekspresi gelisah. 

"Prof..." Nara memulai, suaranya penuh ragu. Gala menoleh dengan alis berkerut, menaruh cangkirnya dengan gerakan lambat. 

"Hmm...?" suara Gala rendah, penuh tanya. "Belakangan ini ada yang berubah dari sikap  Prof, terutama setelah Prof pulang dari Surabaya. Jujur, Prof, saya merasa resah dengan sikap Prof yang sekarang," Nara meluapkan isi hatinya, mata cemas mencari respons.

Gala hanya tersenyum, kembali menggenggam cangkir batu itu, seruputan kopinya terasa lebih pahit saat ini.

"Bukankah kamu memang selalu terbebani dengan sikap saya, Nara? Lalu, sikap saya yang mana lagi yang kini mengganggu ketenanganmu? Saat ini saya sedang belajar membatasi diri, agar kamu tidak terganggu. Sudahlah, kamu hanya perlu lebih banyak beradaptasi saja. Bersiaplah, sebentar lagi kita akan ke kampus," ucap Gala, mengakhiri pembicaraan dengan nada yang tegas, seolah-olah setiap kata yang terlontar adalah batu bata yang membangun dinding di antara mereka. 

Gala kembali pada bukunya, membiarkan Nara dalam keheningan yang membeku di sampingnya, kini hati Nara diliputi kebimbangan yang tak terucapkan, sementara dunia di sekitarnya seakan menuntunnya ke dalam hutan yang semakin gelap.

1
Mira Hastati
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!