100% fiktif belaka, tidak ada kaitan dengan siapapun di dunia nyata atau di mana pun!!
"Gue nggak mau tau, kita menikah pokoknya. Lo, suami gue!"
Aria, gadis tengil 20 tahun, asal nyelonong masuk ke kamar hotel setelah mabuk di pesta temannya. Dengan penuh percaya diri, ia menodong pria di dalam kamar untuk menikah dengannya. Masalahnya? Pria itu adalah Jenderal Teddy Wilson, duda tampan 35 tahun yang dikenal dingin dan tak tersentuh. Yang lebih mengejutkan? Teddy tidak menolak.
Gimana kelanjutan ceritanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alensvy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 : Nikah Beneran?!
...****************...
Musik pernikahan mengalun merdu. Semua orang tampak tersenyum bahagia. Ada bunga, dekorasi mewah, gaun putih yang mengembang indah di tubuh gue. Seharusnya ini jadi momen sakral yang penuh cinta… Tapi nyatanya, gue pengen kabur.
Gue ngeliat ke samping, ke arah si Teddy Wilson—suami gue, sang Jenderal yang katanya impoten. Dia berdiri tegak dengan ekspresi datar, nggak ada tuh yang namanya gugup atau deg-degan. Seolah-olah dia lagi upacara bendera, bukan akad nikah.
Dan gue? Gue udah menahan diri buat nggak gulung-gulung di altar sambil bilang "TIDAAAKKK!!!" kayak di drama.
“Sekarang, silakan mempelai pria mencium mempelai wanita,” ucap penghulu dengan senyum ramah.
Mampus.
Gue melirik Teddy. Jangan, plis, jangan.
Tapi laki-laki ini, dengan tampang polos dan datarnya, malah ngadep ke gue dan sedikit mendekat.
“Bro, santai aja. Formalitas doang, kan? Peluk aja udah cukup.”
“Kita ini pengantin baru, bukan teman mabok.”
Gue langsung narik wajah ke belakang, mulut refleks komat-kamit. Mata coklatnya menatap gue kayak lagi menilai sesuatu. Sial, dia mulai lagi.
Para tamu mulai bersorak. “Cium! Cium! Cium!
Tangan Teddy tiba-tiba nyentuh dagu gue, halus tapi tetap bikin merinding. “Jangan bikin drama di depan orang-orang,” bisiknya pelan.
“Gue geli. Gue jijik. Gue—”
Gue megap-megap, sementara dia tetap menatap gue tanpa niat mundur.
Dan tanpa babibu, bibirnya nempel di pipi gue sekilas. Cepet banget.
Gue bahkan nggak sempet teriak.
Para tamu bersorak makin heboh. Gue, di sisi lain, ngerasa kayak abis ditampar realita. INI BENERAN TERJADI?!
Teddy lepasin gue kayak nggak ada yang terjadi. Dia balik ngadep ke depan, anggukan santai ke penghulu, dan udah.
Gue masih diem di tempat, memproses kejadian barusan. Apa-apaan ini?!!
“Akhirnya anakku menikah lagi…” ucap nyokap Teddy sambil nangis haru.
“Moga kali ini bertahan lama.” sementara bokapnya cuma ngangguk puas.
Kali ini?? Gue otomatis melirik Teddy. Berarti sebelumnya cepet banget cerainya?!
Acara pun lanjut, dengan gue masih linglung. Gila, gue baru aja nikah sama orang yang gue kenal nggak sampe seminggu.
Dan yang lebih parah, gue jadi istri dari jenderal impoten.
Acara selesai dalam hitungan jam. Nggak ada pesta megah, nggak ada resepsi yang dihadiri ratusan tamu, apalagi acara lempar bunga.
Pernikahan ini cuma diadakan di halaman belakang rumah keluarga Teddy yang luasnya kayak lapangan bola. Yang dateng? Cuma keluarga mereka. Bahkan gue dilarang buat ngabarin sahabat gue.
Tapi ya, ada untungnya juga. Malu banget, sumpah!
Nikah sama Jenderal udah kayak mimpi buruk, apalagi jenderalnya impoten.
“Sekarang kalian resmi jadi suami istri,” kata nyokap Teddy dengan senyum puas.
Gue cuma nyengir kuda. Resmi apanya?! Gue aja masih bingung kenapa hidup gue bisa seabsurd ini.
“Sebentar lagi kalian bisa masuk kamar,” tambah bokap Teddy sambil ngeteh santai.
Gue refleks nelen ludah. Kamar? Ngapain?
Mata gue langsung melirik ke arah Teddy. Dia, seperti biasa, tetap ekspresi datar kayak patung pancoran.
“Jangan mikir aneh-aneh. Lo istri gue sekarang,” ucapnya tenang sambil ngambil gelas dari meja.
“Gue nggak mikir aneh-aneh,” Balas gue ketus. “Justru gue bersyukur lo impoten.”
“Gue harus tersinggung atau lega?” Teddy menaikkan alisnya sedikit, ekspresinya datar.
“Terserah. Yang jelas, gue mau mandi dulu sebelum masuk kamar lo. Nggak sudi tidur satu ruangan sama orang asing dalam keadaan bau ladang.” Gue melengos, malas debat lebih lama.
“Jangan lupa pake baju tidur yang udah disiapin.” Nyokap Teddy nyeletuk santai.
Gue otomatis curiga. “Baju tidur?” Gue melirik dia waspada.
“Udah ada di dalam kamar.”
Gue makin nggak enak hati. Jangan-jangan baju tidur yang dimaksud itu lingerie tipis transparan kayak di drama-drama murahan?!
Dengan langkah berat, gue masuk ke rumah, ngebayangin malam pertama yang semoga nggak jadi malam pertama.
Ternyata beneran lingerie.
Hitam. Tipis. Transparan.
Gue ngangkat kainnya pakai dua jari, kayak lagi megang sesuatu yang menjijikkan.
“Gila. Ini baju tidur atau jaring ikan?!”
Tapi ya udahlah, bodo amat. Mau pakai daster kek, mau pakai baju tidur seksi kek, toh suami gue impoten. Bahkan dia sendiri yang setuju buat nikah sama gue demi ngilangin rumor yang katanya merusak reputasinya sebagai Jenderal.
Gue mandi santai, berendam lama-lama, sekalian nguatin mental buat tidur sekamar sama pria asing yang baru gue kenal beberapa hari.
Keluar kamar mandi, gue langsung pakai lingerie itu tanpa mikir panjang. Percuma risih, dia nggak bakal ngapa-ngapain juga. Lagian, udara lumayan panas.
Gue tiduran di kasur yang empuknya bikin pinggang gue serasa ditelan awan. Kasur orang kaya beda, men.
Baru aja mau merem, suara pintu kebuka. Teddy masuk dengan kaus putih polos dan celana pendek, ngebawa segelas air.
Gue tetep tiduran santai, kakinya selonjoran, kepala miring sambil natap dia.
Teddy ngelirik sekilas, terus diem. Diem lama banget.
“Lo liatin apa?” tanya gue santai.
Dia duduk di sofa di ujung kamar, terus naruh gelasnya di meja. “Lo nyaman banget pakai itu?”
“Ya nyaman. Lagian lo kan impoten, ya nggak?”
Teddy nggak langsung jawab. Dia cuma nyandarin punggungnya, lipat tangan di dada, terus natap gue dengan ekspresi yang nggak bisa gue baca.
“Kenapa? Mau gue buka sekalian biar lo percaya diri?” Gue bercanda sambil ketawa kecil.
Teddy masih diem. Tapi kali ini ada sesuatu yang beda di tatapannya. Tatapan yang bikin bulu kuduk gue berdiri.
Anjir.
Kenapa suasananya jadi begini?!
Gue ngedip beberapa kali, tapi ya udahlah, bodo amat.
Gue langsung berbalik, ngadep ke arah lain, terus ngebetulin bantal biar lebih nyaman. Mau tatapan dia kayak gimana juga, gue udah capek.
Tidur lebih penting.
Gue narik selimut sampai ke dada, terus merem santai. “Matikan lampunya, ya,” ucap gue sambil ngulet dikit.
Teddy nggak jawab, tapi beberapa detik kemudian, lampu kamar mendadak padam, nyisain cahaya kecil dari lampu tidur di meja.
Gue makin nyaman. Akhirnya bisa tidur tenang setelah drama panjang.
...****************...
POV TEDDY
Gue berdiri di depan wastafel, menatap refleksi gue sendiri di cermin. Napas gue pelan, tapi dalam. Otak gue masih mencerna apa yang baru aja terjadi.
Aira, istri gue—istri yang gue nikahi secara konyol—sekarang lagi tiduran di ranjang gue.
Dengan lingerie hitam tipis.
Gue ngusap wajah, mencoba menenangkan diri. Nggak mungkin. Harusnya gue biasa aja. Harusnya gue nggak ngerasa apa-apa.
Tapi, gue nunduk…
Dan…
BERDIRI.
Mata gue membesar. Sial.
Gue melirik ke cermin lagi, lalu balik melirik ke bawah. Masih berdiri.
INI NGGAK MUNGKIN.
Gue… impot, kan?
.
.
.
Next 👉🏻
suka banget bahkan
ayo lanjut lagi.....
biar semakin seru.......