Di balik nama Alysa Kirana Putri, tersembunyi tiga kepribadian yang mencerminkan luka dan pencariannya akan kebebasan. Siapakah "Putri," anak ceria yang selalu tersenyum, namun menyembunyikan ribuan cerita tak terucapkan? Apa yang disembunyikan "Kirana," sosok pemberontak yang melawan bukan untuk menang, tetapi untuk bertahan dari tekanan? Dan bagaimana "Alysa," jiwa yang diam, berjalan dalam bayang-bayang dan bisu menghadapi dunia yang tak pernah memberinya ruang?
Ketika tuntutan orang tua, perundungan, dan trauma menguasai hidupnya, Alysa menghadapi teka-teki terbesar: apakah ia mampu keluar dari kepompong harapan dan luka menjadi kupu-kupu yang bebas? Atau akankah ia tetap terjebak dalam tekanan yang terus menjeratnya? Semua jawabannya tersembunyi dalam jejak langkah hidupnya, di antara tiga kepribadian yang saling bertaut namun tak pernah menyatu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Garni Bee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayangan dibalik lembar diary
...Aku tidak pernah mengenalmu. Tapi kau selalu tahu tentangku. Seakan setiap lembar yang kutuliskan telah kau baca, setiap langkah yang kuambil telah kau hitung. Siapa kau sebenarnya?...
...🦋...
Aku memutuskan untuk menulis semuanya di buku diary.
Beberapa hal lebih baik disimpan sendiri, tanpa perlu dibagikan kepada siapa pun. Aku pernah berpikir untuk menulis di media sosial, tapi aku sadar—dunia luar terlalu bising. Aku butuh ruang yang hanya milikku, tempat di mana aku bisa menumpahkan semuanya tanpa takut dihakimi.
Jadi, aku menulis di buku diary ini.
Tapi ternyata, ada seseorang yang tahu isinya.
...
Pesan dari Nomor Tak Dikenal
Malam itu, aku sedang berbaring di kasur, jendela kamarku tertutup rapat. Lampu belajar masih menyala, lembaran diary-ku terbuka di atas meja. Aku baru saja selesai menulis ketika ponselku bergetar.
Sebuah pesan WhatsApp dari nomor tak dikenal muncul di layar.
[Nomor Tidak Dikenal]
"Hai,"
Aku mengerutkan kening. Siapa ini?
Aku mengetik balasan, tapi ragu-ragu sebelum mengirimnya.
^^^Anda^^^
^^^"Maaf, ini siapa?"^^^
Beberapa detik kemudian, pesan masuk lagi.
[Nomor Tidak Dikenal]
"Kau enggak perlu tau siapa aku.
Tapi yang jelas aku tau siapa kamu."
Jantungku berdegup lebih cepat. Aku menatap layar, mencoba mengingat apakah aku pernah memberikan nomor ini kepada seseorang yang asing. Tapi tidak. Aku sangat jarang membagikan nomor pribadiku.
Aku memutuskan untuk mengabaikannya. Mungkin hanya orang iseng.
Tapi pesan berikutnya membuatku membeku.
[Nomor Tidak Dikenal]
"Buku diary biru bergambar kupu-kupu... tulisan tanganmu sangat rapi."
Darahku seakan berhenti mengalir.
Bagaimana dia tahu?
Aku menoleh ke meja, ke buku diary yang tergeletak di sana. Tidak mungkin ada yang tahu tentang ini. Aku selalu membawanya kemanapun aku pergi, menyimpannya dalam tas, memastikan tidak ada yang melihat isinya.
Jari-jariku gemetar saat aku mengetik balasan.
^^^Anda^^^
^^^"Siapa kamu?"^^^
Pesan itu hanya centang dua. Tidak ada jawaban.
Aku merasakan sesuatu yang tidak beres. Aku bangkit dari kasur, memastikan pintu kamar terkunci. Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha berpikir jernih.
Mungkin ini hanya kebetulan.
Mungkin seseorang hanya mencoba menakut-nakutiku.
Tapi bagaimana dia tahu tentang buku diary-ku?
...
Ardi yang Hilang
Aku berusaha tidak memikirkan pesan itu, tapi perasaan tidak nyaman terus menghantuiku. Aku mencoba mengalihkan pikiranku ke sesuatu yang lain.
Seperti Ardi.
Sudah beberapa minggu aku tidak melihatnya di sekolah. Tidak ada yang membicarakannya, seolah-olah dia tidak pernah ada.
Aku tahu aku seharusnya tidak peduli, tapi sesuatu terasa aneh. Jadi, saat aku melihat Aziz duduk sendirian di kantin, aku memutuskan untuk bertanya.
"Aziz," panggilku.
Dia menoleh, terlihat terkejut.
"Eh, Alysa?"
Aku menatapnya dengan serius.
"Ardi ke mana? Aku nggak pernah lihat dia lagi."
Sekilas, ekspresinya berubah. Seperti ada sesuatu yang ingin dia sembunyikan.
"Dia... putus sekolah," jawabnya cepat.
Aku mengernyit. "Kenapa?"
Aziz menunduk, memainkan sendok di tangannya.
"Katanya masalah biaya. Orang tuanya nggak sanggup bayar uang sekolah."
Jawabannya terlalu cepat. Terlalu singkat.
Aku bisa merasakan kebohongan di balik kata-katanya.
Tapi aku tidak bertanya lebih jauh.
Aku hanya mengangguk, lalu pergi.
Tapi di dalam hati, aku tahu ada sesuatu yang tidak beres.
...
Dia Selalu Mengawasi
Aku tidak menceritakan apa pun kepada siapa pun.
Aku berpikir, ini urusanku sendiri. Tidak ada yang perlu tahu.
Tapi pesan-pesan itu tidak berhenti.
Setiap malam, nomor tak dikenal itu terus mengirimiku sesuatu.
[Nomor Tidak Dikenal]
"Kerudung putihmu
hari ini terlihat cantik."
Aku tidak pernah mengunggah foto apa pun.
[Nomor Tidak Dikenal]
"Kenapa kamu selalu sendirian di perpustakaan? Aku suka melihatmu menulis."
Aku mulai takut.
Aku ingin tahu siapa dia, bagaimana dia mendapatkan nomorku, bagaimana dia tahu tentang buku diary-ku. Tapi aku tidak berani bertanya lagi.
Dan lalu, sesuatu terjadi.
Suatu malam, ketika aku membuka WhatsApp lagi, satu pesan baru muncul.
[Nomor Tidak Dikenal]
"Aku ada di luar."
Darahku membeku.
Aku perlahan berjalan ke jendela, tangan gemetar saat menyibak sedikit tirai.
Di bawah lampu jalan yang redup, seseorang berdiri di seberang rumahku.
Dia tidak bergerak. Hanya berdiri diam, menatap ke arah jendela kamarku.
Layar ponselku kembali menyala.
[Nomor Tidak Dikenal]
"Kenapa kamu selalu mencoba lari, Alysa? Akhirnya aku bisa melihat kamu lagi."
Melihat aku lagi?
Aku tidak mengenalnya. Aku yakin tidak pernah berbicara dengannya sebelumnya.
Tapi kalau begitu… bagaimana dia bisa mengenalku?
Siapa dia sebenarnya?
Aku merasa kepalaku berputar. Aku mencoba mengingat, mencari petunjuk di masa lalu.
Lalu satu pertanyaan muncul di benakku.
Apa dia Ardi? Aku rasa dia orang yang baik, gak mungkin dia sampai segini nya..
Jika ini bukan Ardi… kalau ini seseorang yang bahkan aku tidak ingat pernah bertemu…
Maka kemungkinan terburuk adalah—
Seseorang telah memperhatikanku jauh lebih lama dari yang kusadari. Siapa dia?