NovelToon NovelToon
Permintaan Takdir

Permintaan Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Elf / Roh Supernatural
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: lulanan astraya

Karena tidak sengaja terluka oleh barang berbahaya dari seorang pelanggan gila. Hisa harus berakhir dengan penyakit aneh yang sekian detik menghancurkan bagian tubuhnya.

racunnya terlalu kuat membuatnya harus mencari beberapa bahan ramuan yang langka atau bahkan sudah menjadi legenda hanya untuk sekedar sembuh.

tapi...kejadian berbahaya yang tidak dia inginkan terjadi satu demi satu, mengejarnya sekuat tenaga seolah mencegahnya untuk hidup.

"Dewi keberuntungan, dimanakah engkau? aku sangat lelah hingga raga ku tidak sanggup lagi untuk hidup!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lulanan astraya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penginapan milik pak Glain

Ketiga pemuda itu berbincang dengan riang walau pembicaraannya hanya di wakili oleh Hisa dan Leon, sesekali Caine menimpali tapi kebanyakan ia hanya diam.

Asik berbicara tanpa mereka sadari, langit mulai gelap dengan udara panas yang pengap.

TESS–!!

Tetesan air hujan datang secara tiba-tiba di desa Huai tidak lama setelah Hisa dan Leon menjadi akrab.

Caramel datang, berlari pontang-panting menghindari hujan ketika dia datang dari toko bir menuju kedai sate. Tapi tetap saja bulunya basah kuyup, membuatnya menggerutu dan memarahi hujan.

"apa yang kau marahi? langit tidak akan mengerti. Itu salah mu, mengapa tidak menunggu teduh saja di toko bir."

Tangan Hisa terulur mengambil kucing putih itu dan mengendongnya di lengannya sambil mengedarkan sihir mengeringkan yang segera membuat bulu basah itu segera berkibar dan kering.

"Jika aku berada disana...entah berapa lama aku akan menunggu. Mungkin saja kalian akan lupa membawa ku."

Kumis panjangnya bergetar, hidungnya mendengus seolah menghidup sesuatu.

"Bau ikan!"

Kemudian kepalanya menoleh kesamping kiri dimana tusuk sate segala jenis hewan kecil ada di tangan Caine yang mengerutkan kening.

Caramel segera kecewa, tidak ada ikan di sana. Tapi ada kodok yang sering kali ia mainkan, dan ternyata dapat di makan.

"Meow! Aku mau itu–Caine berikan padaku! Berikan padaku!"

Caramel menggeliat dan mendorong dada Hisa pergi dengan cakarnya yang berbulu. Hisa mengerutkan kening, walau terlihat kurus bagaimanapun Caramel sudah dari kecil makan makanan yang bergizi membuatnya berat dan tekanan dari kakinya cukup bertenaga, itu hampir membuat Hisa sesak yang tengah memeluknya.

"Sabar, kau tidak bisa memakan itu kau akan mati! Aku akan meminta pemilik kedai untuk memberi mu yang tidak pakai bumbu."

Setelah mendengar itu, Caramel segera mengangguk seperti ayam mematuk beras, Hisa meletakkannya di tanah dan memberikan Sate tersebut kepada kucing itu yang tidak menggunakan bumbu.

Caine dan Leon yang melihat itu segera memperlihatkan wajah konyol, awalnya ingin memberikan semua sate di tangan mereka yang diberikan oleh Hisa pada Caramel, tapi di pelototi dengan tajam olehnya.

Hujan deras pada hari itu membuat tubuh menjadi dingin, jalanan yang tidak di aspal becek akibat benturan air hujan.

Keempat pasang mata melirik langit dengan cahaya yang sekilas melintas.

...* * * *...

Hujan itu berlangsung lama, hampir sekitar 2-3 jam lebih hingga langit benar-benar gelap dan kegelapan malam datang tanpa bulan dan bintang yang bersinar.

Lentera di beberapa kedai menyala dan bergoyang pelan tertiup angin dingin.

Leon telah pergi pada saat hujan masih turun, mengatakan bahwa dia ada keperluan di desa lain membuatnya tidak dapat tinggal untuk berbincang lama dengan mereka berdua. Dia menerobos hujan dan berlari basah kuyup kearah lain sebelum punggungnya menghilang dalam batas jangkauan mata.

Saat ini Ketiga dari mereka, Caine, Hisa dan Caramel berjalan menuju gang sempit dan gelap dimana terdapat rumah kayu bertingkat dua dengan dua lentera tergantung di atap terasnya yang di himpit bangunan besar di sampingnya dengan nama penginapan Glain.

Batu sihir tidak berguna disini selain lentera api atau lilin lebah sebab selain langka, beberapa tambangnya sudah dikuasai oleh pedagang kaya atau pemerintah kerajaan.

Hisa berwajah murung sejak meninggalkan kedai sate lantaran makanan aneh yang ia beli di buang oleh Caine tanpa mengedipkan mata. Sedari tadi dirinya melirik Caine dengan sinis tapi tidak berani mengeluh.

Caine yang menyadari itu tidak begitu peduli, dia segera mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali.

"Sebentar!"

Suara seorang pria tua terdengar dari dalam sebelum pintu itu terbuka dengan sekali klik.

Kepala kecil terlihat, seekor, oh tidak seorang manusia kelinci tua dengan kuping panjang dan lembut di atas kepalanya membuat mata Hisa berbinar.

Manusia kelinci itu mengenakan pakaian abu-abu dengan celana hitam biasa, tingginya sekitar sepinggang Hisa yang kira-kira setinggi 92 cm. Dia terlihat seperti kakek tua dengan telinga kelinci putih lembut dan mata yang terlalu tersenyum.

Hisa merasa bibirnya berkedut membentuk senyuman, dari tadi pandangannya tidak berhenti melihat telinga panjang yang bergetar itu sebelum penglihatannya tertutup oleh sebuah tangan besar.

"Halo...apakah masih ada dua kamar di sini? Kami akan menginap sekitar satu malam."

"ah, kalian ingin menginap? Tentu...masih ada beberapa kamar tersisa di lantai dua, aku akan tunjukan jalannya."

"terimakasih."

"tidak masalah."

Perbincangan itu membuat telinga Hisa berdiri mendengarkan. Dia menoleh kearah lain untuk menepis pergi tangan yang menutupi matanya dan melihat telinga kelinci milik pak tua itu masih putih, lembut.

Tangannya terasa gatal, secara tidak sengaja menyebabkan tangannya lebih cepat bergerak daripada otaknya.

Tangannya mengenggam kedua telinga tersebut dan tenggelam dalam bulu-bulu halus putih yang tebal.

"eh..."

Hisa tercengang, pak tua kelinci juga tercengang sedangkan wajah Caine sudah gelap seperti lubang hitam yang ingin mencabik-cabik tubuh Hisa menjadi beberapa bagian.

Caramel yang melihat itu segera mundur dan menyusut ke sudut gelap agar tidak terlihat. Wajah kucingnya menyiratkan perasaan senang di atas penderitaan seseorang.

Caine mendengus seperti banteng yang menghembuskan napas api.

"Hisa..."

Insting bertahan hidupnya lebih cepat bangun dari pikirannya, dia segera melepas telinga yang membuatnya hilang akal dan berdiri patuh di samping Caine.

Caine membungkuk sambil memaksa kepala Hisa tertunduk dan meminta maaf pada manusia kelinci didepan mereka.

Pak kelinci mengusap telinganya dengan tangan kecilnya dengan mata terkulai.

"Tidak apa...ini sering terjadi pada mereka yang suka hewan, teman mu lebih baik, kadang ada dari mereka yang menjinjingku seperti tas."

Mendengar itu mereka berdua terdiam.

Kejadian itu segera berlalu tanpa ada insiden pertengkaran dan Hisa juga segera ditegur dengan kejam oleh Caine.

...* * * *...

didalam kamar penginapan, Hisa segera mandi dan berpakaian untuk tidur. Caramel membersihkan bulunya di atas tempat tidur sebelum meregangkan tubuhnya.

Melihat hal itu Hisa segera membanting tubuhnya di atas tempat tidur tapi hal itu membuatnya memekik kesakitan saat merasakan kasur keras dibawahnya.

"Aduh!"

Caramel tertawa dan menepuk Hisa yang berguling kesakitan dengan kaki depannya.

"Jangan menyamakannya dengan penginapan mewah di kota, sudah syukur desa ini masih memiliki penginapan kecil."

Hisa mendesis dan segera berbaring telentang.

"Ah, punggung ku..."

Dalam cahaya redup lilin yang menyala, mata Hisa tampak bersinar dengan kilauan biru dan warna jingga hangat dari api lilin. Bola matanya berguling sebelum mengunci tubuh Caramel yang tengah memiringkan kepalanya bingung.

"Meow?"

Lengan ia letakkan dibawah kepala, memperlihatkan wajah malas dengan mata bersinar kemudian dia berkata.

"Caramel, aku merindukan ayah. Tapi selain itu...sejak beberapa hari setelah aku jatuh sakit tanpa sebab karena goresan dari wadah yang menampung Dabael, aku tidak pernah sakit lagi. Kecuali sakit kepala yang kadang-kadang datang tapi setelah itu tidak separah dahulu...

Namun, aku masih bisa merasakan energi gelap yang kacau dikedalaman jiwa ku. Mereka seperti bom yang bisa saja meledak ketika waktunya. Sekarang, kekuatan penyembuh alami ku seolah menghilang. Aku tidak dapat menemukan akarnya, aku tidak tahu apakah kekuatan penyembuh ku dapat kembali seperti semula.

Hei, Caramel....apakah aku akan mati?"

Dengan musik sedih imajinatif yang menyayat hati ketika Hisa melafalkan sihir sambil menggemakan suara lirih bak pemain sandiwara di atas panggung theater, membuat Caramel tidak dapat berkata-kata.

Wajah kucing itu seolah lelah, dia berdiri kemudian dengan sekali lompatan dia menerjang tubuh Hisa dengan kekuatan penuh. Menekan dadanya serta menekan wajah Hisa dengan cakar besarnya.

"AARGH! CARAMEL!!"

"Bukankah kau ingin mati? Nah mati! Mati lemas dibawah kaki ku!!"

"Caramel, Hentikan!"

Hisa mengangkat kucing putih itu dan melemparkannya kebawah tempat tidur. Dadanya naik turun seakan-akan dia lari ratusan kilometer sambil membawa batu puluhan ton.

Berat tubuh kucing itu tidak bisa di anggap main-main apalagi dengan terjangannya yang tiba-tiba. Rasanya tulang rusuknya terasa patah.

1
Potato Brainless
semangat up Thor, mampir juga di Beyond the Abstract/Determined//Joyful/
Daisy
Empati kuat!
barbiquiu2011
Bahasanya halus banget!
Washi
Jalan ceritanya mantap!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!