dr. Pramudya Aryatama, Sp. An. harus terpaksa menikahi saudari sepupu dari mendiang istrinya karena desakan keluarga, juga permintaan terakhir Naina. Belum lagi putranya yang berusia 2 tahun membutuhkan kehadiran seorang ibu.
Bisakah dr. Pram menerima Larasati sebagai istrinya, sedangkan ia sendiri masih begitu terpaku pada kenangan dan cintanya pada mendiang istrinya? Lalu bagaimana Larasati harus menghadapi sosok pria seperti dr. Pram yang kaku juga dingin dengan status dirinya yang anak yatim piatu dan status sosial jauh di bawah keluarga pria itu.
Banyak hal yang membentengi mereka, tetapi pernikahan membuat mereka menjadi dua orang yang harus saling terikat. Bisakah benih-benih perasaan itu hadir di hati mereka?
Jangan lupa subscribe biar dapat notifikasi updatenya, ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AmiRas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Konflik Hati
Laras melangkah masuk ke rumah sakit dengan langkah mantap, meskipun hatinya sedikit berdebar. Hari ini adalah jadwal cek kesehatan rutinnya dengan Dokter Maura. Meski pemeriksaan kesehatan adalah hal yang biasa, suasana rumah sakit yang dingin dan penuh antiseptik selalu membuatnya sedikit gelisah.
Setelah mendaftarkan diri di resepsionis, Laras duduk di ruang tunggu sambil menatap jam di pergelangan tangannya. Tak lama kemudian, pintu ruang periksa terbuka dan seorang perawat memanggil namanya.
"Ibu Laras, silakan masuk."
Laras bangkit dan mengikuti perawat tersebut menuju ruang periksa dokter Maura. Namun, ketika pintu terbuka, wajahnya langsung berubah. Di ruangan itu, bukan dokter Maura yang menunggunya, melainkan dokter Linda. Laras merasa darahnya mendidih seketika.
"Selamat pagi, Ibu Laras," sapa dokter Linda dengan senyum yang tampak dipaksakan.
"Dokter Maura sedang berhalangan hari ini, jadi saya yang akan menggantikannya."
"Selamat pagi, dokter," jawab Laras dengan suara dingin.
"Semoga hari Anda menyenangkan."
"Terima kasih," balas Linda, nadanya tak kalah dingin.
"Mari kita mulai pemeriksaan."
Laras duduk di kursi pemeriksaan dengan hati-hati. Ia berusaha menenangkan dirinya meskipun perasaan tidak nyaman terus menggelayuti pikirannya.
"Baiklah, dokter. Saya harap Anda bisa profesional."
"Tentu saja, saya selalu profesional dalam pekerjaan saya," kata Linda sambil menyiapkan alat-alat pemeriksaan.
"Apakah ada keluhan yang ingin Anda sampaikan?"
"Selain harus diperiksa oleh Anda, tidak ada," jawab Laras sambil tersenyum sinis.
Pemeriksaan berlangsung dalam suasana yang penuh ketegangan. Setiap gerakan Linda terasa kaku, dan Laras merasa setiap sentuhan adalah penghinaan terselubung. Mereka saling menyindir dengan halus, menggunakan kata-kata yang tampak sopan, tapi penuh dengan makna tersembunyi.
"Anda tampak sehat, Ibu Laras. Saya harap Anda tetap menjaga kesehatan seperti ini," kata Linda sambil mencatat hasil pemeriksaan.
"Terima kasih, dokter. Saya selalu berusaha, dan semoga Anda bisa lebih sabar dalam menghadapi pasien," balas Laras.
Linda mengepalkan tangannya di balik punggung. "Tentu saja. Kesabaran adalah bagian dari pekerjaan saya."
Saat Laras membuka pintu untuk keluar, ia hampir bertabrakan dengan dokter Niko. Dokter Niko mengangkat alisnya, melihat ketegangan yang jelas terlihat di antara kedua wanita itu.
"Laras, apa kabar?" sapa Niko, mencoba mencairkan suasana.
"Baik, Dokter. Terima kasih," jawab Laras singkat.
"Saya hanya datang untuk cek rutin."
Dokter Niko mengangguk dan kemudian melihat ke arah Linda yang masih berdiri di dalam ruangan dengan wajah tegang.
"Apa semuanya baik-baik saja di sini?" tanyanya, mencoba memahami situasi.
"Semua baik," jawab Linda cepat.
"Hanya sedikit perbedaan pendapat kecil."
Laras tersenyum tipis, "perbedaan pendapat yang sangat kecil, tentu saja."
Dokter Niko mengangguk, tampak berpikir, "baiklah, jika tidak ada masalah lagi, saya akan kembali ke ruangan saya. Laras, jaga kesehatanmu."
"Terima kasih, Dokter. Saya duluan," jawab Laras sambil melangkah keluar.
Begitu Laras pergi, dr. Niko menatap dr. Linda dengan tajam. "Ada apa sebenarnya? Aku belum pernah melihatmu setegang ini."
Dokter Linda menghela napas panjang dan duduk di kursinya. "Ini masalah pribadi, Niko."
Dokter Niko mengangguk, paham bahwa Linda tidak ingin membahasnya lebih lanjut.
"Baiklah, tapi pastikan hal itu tidak mempengaruhi profesionalismemu di sini. Kita ada di sini untuk membantu pasien, bukan sebaliknya."
Linda mengangguk pelan. "Aku tahu. Aku hanya perlu lebih mengendalikan emosiku."
Sementara itu, Laras melangkah keluar dari rumah sakit dengan perasaan campur aduk. Pertemuannya dengan Linda tadi membuat emosinya bergejolak, tapi ia berusaha untuk tetap tenang. Ia tahu bahwa dirinya harus bisa menghadapi situasi seperti ini dengan kepala dingin, meskipun tidak mudah.
Di luar rumah sakit, Laras berhenti sejenak, menghirup udara segar dan mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu bahwa hidup tidak selalu mudah, dan terkadang, kita harus menghadapi orang-orang yang tidak kita sukai. Tapi ia bertekad untuk tidak membiarkan hal itu mempengaruhi hidupnya.
...________...
Hari itu, rumah sakit tampak sibuk seperti biasa. Dokter Niko baru saja selesai menangani pasien terakhirnya untuk hari itu. Ia memandang ke luar jendela, memikirkan hal yang telah lama mengganggu pikirannya—perasaannya terhadap dokter Linda. Mereka sudah lama bekerja bersama, dan setiap hari, perasaannya semakin kuat.
Niko tahu bahwa Linda mencintai dokter Pram, meskipun Pram sudah menikah dengan Laras. Hal ini membuat situasinya menjadi lebih rumit. Namun, Niko merasa tidak bisa lagi menahan perasaannya. Ia harus mengungkapkan apa yang ada di hatinya, meskipun kemungkinan besar ia akan ditolak.
Niko mengambil napas dalam-dalam dan berjalan menuju ruang istirahat dokter, berharap bisa menemukan Linda di sana. Ketika ia membuka pintu, ia melihat Linda sedang duduk sendirian, menatap secangkir kopi di tangannya.
"Dokter Linda!" panggil Niko dengan lembut.
Linda mengangkat kepalanya dan tersenyum. "Hai, Dok. Ada apa?"
Dokter Niko berjalan mendekat dan duduk di kursi di sebelahnya.
"Aku perlu bicara denganmu. Ada sesuatu yang sudah lama ingin aku katakan."
Dokter Linda memandang dr. Niko dengan penasaran, merasakan ada sesuatu yang serius.
"Tentu, Nik. Apa yang ingin kamu bicarakan?"
Dokter Niko menarik napas panjang.
"Linda, aku ... aku menyukaimu. Aku sudah lama menyimpan perasaan ini, dan aku merasa harus jujur padamu."
Dokter Linda terkejut mendengar pengakuan dr. Niko. Ia menatap dr. Niko dengan mata lebar, tidak tahu harus berkata apa.
"Niko, aku ... aku tidak tahu harus bilang apa."
"Aku tahu kamu mencintai dokter Pram," lanjut Niko dengan suara pelan.
"Tapi aku harus mengatakan ini. Aku tidak bisa terus menyimpan perasaan ini sendiri."
Dokter Linda menghela napas panjang dan meletakkan cangkir kopinya. "Niko, aku menghargai kejujuranmu. Kamu adalah teman dan rekan kerja yang luar biasa. Tapi perasaanku terhadap Pram tidak akan berubah."
Dokter Niko menundukkan kepalanya, merasa kecewa, tapi juga lega karena akhirnya bisa jujur.
"Aku mengerti, Linda. Aku hanya ingin kamu tahu bagaimana perasaanku. Dan aku tidak ingin hal ini merusak persahabatan atau profesionalisme kita."
Dokter Linda mengulurkan tangannya dan menyentuh tangan Niko dengan lembut.
"Aku menghargai itu, Niko. Kamu orang yang baik, dan aku yakin kamu akan menemukan seseorang yang tepat untukmu. Tapi aku tidak bisa memaksakan perasaan hatiku. Aku mencintai Pram, meskipun aku tahu dia sudah menikah dengan Laras."
Dokter Niko menatap dr. Linda dengan penuh pengertian.
"Kenapa, Linda? Kenapa kamu mencintai seseorang yang sudah menikah?"
Linda tersenyum pahit. "Kadang hati tidak bisa memilih kepada siapa ia akan jatuh cinta. Pram adalah orang yang selalu ada untukku, bahkan sebelum dia menikah dengan Laras. Aku tahu ini salah, tapi perasaan ini sulit dihilangkan."
Dokter Niko mengangguk pelan. "Aku paham. Aku hanya berharap yang terbaik untukmu, Linda. Dan jika ada yang bisa aku lakukan untuk membuatmu bahagia, aku akan melakukannya."
Dokter Linda tersenyum, kali ini dengan lebih tulus. "Terima kasih, Niko. Itu sangat berarti bagiku."
Beberapa hari kemudian, kehidupan di rumah sakit berjalan seperti biasa. Meskipun dr. Niko merasa sedih karena cintanya tidak terbalas, ia tetap menjaga profesionalismenya. Ia berusaha tetap bersikap seperti biasa di depan dr. Linda, meskipun hatinya masih terluka.
...To Be Continue .......
bikin cerita tentang anak"laras dan pram author .....