My Boss Is My Husband

"Pantas saja,"Sandra memotong ucapan Nesya setelah mendengar cerita sahabat karibnya itu panjang kali lebar dan dirinya cukup paham.

"Pantas maksud mu ?" Tanya Nesya bingung

"Ya kan memang pantas kan. Pulang juga di anterin, ku kira beneran bertemu di jalan eh gak taunya itu lebih dari luar dugaan ku." Sandra sambil geleng kepala.

"Ehh, itu,,,Sebenernya aku menolak keras tapi dia keras kepala. Aku hanya pasrah," Sangkal Nesya

"Itu lebih bagus Nes, dan dengan cepat kamu akan sembuh. Itukan tujuannya."

"Ya sih, tapi dia sudah membuat perjanjian pranikah untuk aku tanda tangani San, aku bingung mau menerima atau tidak. Aku tidak ingin menyakiti Ayah san Bunda San."

"Sejauh itu kah. Pak bos gerak cepat juga." Sandra takjub dengan cara bosnya itu

"Dia menyakinkan ku jika dirinya sudah tidak muda lagi. Dan dia juga mengatakan jika bukan aku tujuanya untuk apa mengejarnya. Satu lagi di tau jika berhubungan terlalu intim hanya akan menambah dosa saja."

"Aku tidak tau harus mengatakan apa Nes, yang pasti turuti saja kata hatimu. Pikirkan baik baik, aku selalu ada untukmu."

Nesya mengangguk mengerti kini, beban pikirannya sudah semakin berkurang.

Tetapi Nesya tidak tau apa yang sedang di pikirkan Sandra kali ini.

Sandra melamun memikirkan dirinya belum bertemu dengan jodoh."Apa aku selamanya akan jomblo."Batin Sandra meraung

"San. Yuk kita keluar kayanya asik main pasir." Ajak Nesya sambil beranjak. Kemudian ia mulai mengayunkan kakinya hingga beberapa langkah. Tetapi ia menengok arah Sandra yang sedang melamun.

"Sandra kenapa sih." kemudian Ia kembali menghampiri Sandra.

"San." Nesya mengguncang tubuh Sandra yang melamun

Sandra jelas saja terkejut karena guncangan Nesya, "Astaghfirullah Nes, ada apa?" sambil memegang dadanya

"Isss kamu ini,,, lagi mikirin apa sih. Main yuk." Nesya geleng kepala sambil memegang tangan Sandra menariknya keluar.

Sandra pasrah saja saat tangganya di tarik, sambil menstabilkan degup jantungnya yang masih berdebar sangat kencang.

...----------------...

"Yah bagaimana ini, Ibu tidak tega jika harus menganti dengan putri kita."Bunda Hamidah menangis sesenggukan setelah juragan Rohmat pergi.

"Hufff,"Pak Hambali membuang nafasnya panjang sambil berfikir dan menimbang nimbang keputusan apa yang harus di ambil.

"Bu, apa kita jual saja rumah ini. Kita cari tempat ngontrak juga gak papa lah, yang penting putri kita masih bersama kita." Tutur Pak Hambali

"Tapi Yab ini harta satu satunya, tapi aku juga tidak rela jika Putri kita di tukar dengan hutang itu Yah " Semakin deras saja air mata yang keluar dari manik mata bu Hamidah. Ada rasa tidak rela rumah yang didirikan dengan susah payah dan juga tanah yang di beli hasil warisan orang tuanya harus di jual, tetapi jika tidak sang Putri akan hidup menderita.

"Baik lah Yah, aku rela jika rumah ini di jual. Yang penting putri kita bersama kita." Ujar Bu Hamidah

Pak Hambali mengusap lembut punggung istrinya, sedangkan ayah Sandara dan ibu Sandra hanya bisa menatap mereka sedih. Mereka juga tidak bisa apa apa untuk membantunya.

Handi dan Ida hanya menatap mereka merasa kasian tapi dirinya juga tidak bisa membantunya.

"Relakan saja rumah ini, dari pada menukar dengan nak Nes kasian dia. Kehidupannya masih panjang."Ujar Handi mereka juga nampak tidak rela jika Nesya harus di jadikan pertukaran dengan hutang.

Walau pun utang itu datang karena Nesya yang membutuhkan biaya tetapi masa dia juga yang harus melunasinya.

"Iya, han. Terima Kasih atas saran mu. Jika mungkin kita tidak menemukan tempat terdekat sini, kamu tidak akan memutuskan persaudaraan kita kan?" tanya Hambali tidak ada saudara yang menganggapnya ada karena dirinya bukan orang berada. Hambali memutuskan tali persaudaraan dengan Saudara kandung. Dia memilih menjauh setelah perdebatan cukup hebat, dan ayahnya juga tidak memihaknya jadi dia pergi dengan tenang.

Hidup di atas tanah sang istri dan juga membangun rumah cara berangsur dengan hasil jerih payah, yang cukup luar biasa.

Dukungan kalian sangat berarti untuk author

Sehat sehat untuk kalian 😊😊😊