Kisahmu Belum Usai

Sejak hubungan keduanya semakin jauh, Danil pun terlihat semakin mencintai Elin. Seperti pemandangan pagi ini. Ia meminta sang istri tidak ke kamar Aditya dulu.

“Jangan mengurus Aditya setiap hari. Aku juga butuh kamu urus.” Tatapan mata Danil begitu dalam.

Elin justu merasa malu sekali akan hal itu. Kegiatan panas mereka semalam rasanya benar-benar sulit untuk di lupakan begitu saja.

“Antar aku kerja ke depan.” Danil memberi perintah.

Elin mengangguk. Ia mengantar suaminya hingga di depan halaman rumah yang luas. Pagi yang terasa berat bagi Elin untuk berpisah dengan sang suami. Rasa rindu pada Danil seolah selalu berkobar setiap waktu mereka berjauhan.

“Nanti malam lagi yah?” Danil berbisik kala melihat sikap sang istri yang kikuk menundukkan kepala.

“Atau nanti sore juga bisa setelah pulang kerja.” Wajah Elin benar-benar merah mendengar perkataan suaminya.

Danil pun mendaratkan kecupan singkat di kening istrinya. Wajahnya benar-benar berseri saat ini. Bahagia bisa merasakan kenikmatan tiada duanya dari Elin semalam.

“Hati-hatilah di jalan. Aku dan Adit menunggumu pulang.” Setelah lama diam akhirnya Elin bersuara juga.

“Hanya itu?” tanya Danil yang sengaja menggoda istrinya lagi.

Melihat sikap Elin yang gugup sungguh lucu di mata Danil. Pagi-pagi ia sudah di suguhkan hiburan dari istri kecilnya.

“Pak, ayo cepat buka mobilnya. Tuan Danil harus pergi secepatnya ke kantor.” Di sini di dalam mobil tepatnya. Seorang wanita yang tak lain adalah sekertaris Danil tampak menatap benci pemandangan harmonis itu.

Ia tidak suka Danil yang semakin dekat dengan Elin. Tetapi melakukan tindakan dengan gegabah sama saja menutup rapat celah untuknya masuk di dalam hidup Danil.

Danil tampak berjalan hendak memasuki mobil. Di dalam ada Sesya yang menarik perhatian Elin. Rasa penasaran dengan pribadi wanita yang di samping suaminya.

“Ya Allah, aku mohon jagalah suamiku kala ia berada di dalam mau pun di luar rumah. Aku hanya bisa mendoakannya dari rumah. Aku tidak tahu apa pun yang bisa terjadi di sekitar suamiku. Semoga firasat burukku ini akan berbalik menjadi hal yang baik untuknya.” Elin menatap Sesya yang juga menatapnya dingin.

Mobil pun mulai menjauh dan meninggalkan kediaman yang mewah itu. Wajah lucu Elin rasanya sulit sekali hilang dari pikiran Danil. Tanpa sadar pria itu senyum-senyum sendiri di perjalanan.

Hal yang tak kalah gilanya pun sedang terjadi di sini. Kamar yang semalam menjadi saksi pergulatan keduanya membuat Elin sulit untuk lupa. Ia berbaring, mengusap tempat tidur yang menjadi bekas Danil. Elin tersenyum, memeluk bantal sang suami.

Bayangan hal-hal dewasa yang terjadi saat malam tadi, membuat Elin seperti sedang kasmaran.

“Cepat pulang. Aku kangen, Danil. Aku kangen.” ujar Elin seraya terkekeh geli.

“Cepatin pulangnya!” teriaknya lagi.

Elin yang seperti orang gila menghempas-hempaskan tubuhnya di kasur. Bersujud membenamkan wajah di bantal Danil. Melompat-lompat lalu berbaring lagi. Ekspresi yang sulit ia keluarkan saat bersama Danil. Mengapa? Karena Elin masih harus menjaga namanya di depan sang suami. Danil tidak boleh sampai geleng kepala melihat sikap asli sang istri yang tergila-gila padanya.

“Benar-benar. Kenapa tidak bisa jujur saja jika begitu mencintaiku?” Danil.

Di dalam perjalanan, Elin tidak tahu jika Danil yang masih belum sampai kantor justru menyempatkan waktu melihat cctv di ponselnya. Tingkah gila Elin sungguh menggelitik perut Danil.

“Tuhan, aku mencintai suamiku sekali. Sangat sangat sangat mencintaimu, Danil!” Teriakan Elin bahkan saat ini sampai di telinga Danil, Sesya, dan juga pak supir.

Di belakang Danil, Sesya menggeram sangat marah. Elin sudah perlahan masuk ke hati Danil yang pernah terisi oleh Viera.

“Pak, putar balik.” pintah Danil.

“Tuan, kita ada meeting pa-“

“Saya bilang putar balik. Istriku membutuhkanku.” Pak supir pun mengangguk paruh.

Sesya di belakang yang mendengar perintah Danil hanya meneguk kasar salivahnya sendiri. Danil tak mau mendengar ucapannya kali ini.

“Elin lagi Elin lagi. Dengan cara apa aku menyingkirkannya?” batin Sesya berpikir.