NovelToon NovelToon
Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Teen School/College / Gangster
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Caca adalah seorang gadis pemalu dan penakut. Sehari-hari, ia hidup dalam ketakutan yang tak beralasan, seakan-akan bayang-bayang gelap selalu mengintai di sudut-sudut pikirannya. Di balik sikapnya yang lemah lembut dan tersenyum sopan, Caca menyembunyikan rahasia kelam yang bahkan tak berani ia akui pada dirinya sendiri. Ia sering kali merangkai skenario pembunuhan di dalam otaknya, seperti sebuah film horor yang diputar terus-menerus. Namun, tak ada yang menyangka bahwa skenario-skenario ini tidak hanya sekadar bayangan menakutkan di dalam pikirannya.

Marica adalah sisi gelap Caca. Ia bukan hanya sekadar alter ego, tetapi sebuah entitas yang terbangun dari kegelapan terdalam jiwa Caca. Marica muncul begitu saja, mengambil alih tubuh Caca tanpa peringatan, seakan-akan jiwa asli Caca hanya boneka tak berdaya yang ditarik ke pinggir panggung. Saat Marica muncul, kepribadian Caca yang pemalu dan penakut lenyap, digantikan oleh seseorang yang sama sekali berbeda: seorang pembunuh tanpa p

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 21

Kelvin duduk bersandar pada sofa, tatapan matanya kosong, terbenam dalam pemikiran yang dalam. Sesuatu yang besar dan kompleks tampaknya sedang menggerogoti pikirannya.

"Mil, lo atur aja skenario penculikan Marica, minta tebusan pasar organ tahun ini," ucap Kelvin tiba-tiba, suaranya tenang tetapi penuh dengan ketegasan.

Emil mendongak, matanya memperhatikan Kelvin dengan heran. Permintaan Kelvin benar-benar mengganggu fokusnya, membuatnya lupa dengan permainan yang sedang dia mainkan.

"Gue percaya sama lo. Gue pergi dulu," ucap Kelvin sambil berdiri, meninggalkan Emil yang masih terdiam, mencerna kata-kata yang baru saja didengarnya.

Pintu ruangan tertutup rapat ketika Kelvin melangkah pergi, meninggalkan Emil sendirian dengan pikirannya yang bercampur aduk.

Emil menatap pintu yang tertutup, merenungkan kata-kata Kelvin. Dia merasa tidak nyaman dengan permintaan Kelvin, tetapi pada saat yang sama, dia merasa terikat untuk menuruti keinginan Kelvin.

\~\~\~

Adam menerima pesan yang mengejutkan dari pesaing bisnisnya yang lama, Tanto. Pesan itu meminta Adam untuk bertemu di sebuah hotel mewah di pinggir kota, sebuah tempat yang terkenal dengan pemandangan senjanya yang memukau. Dengan hati yang dipenuhi kecemasan dan kemarahan, Adam pun pergi ke tempat yang telah ditentukan.

Saat Adam tiba di hotel, ia disambut oleh interior mewah yang elegan dan modern. Lantai marmer mengilap dan lampu kristal menggantung dari langit-langit yang tinggi, menciptakan suasana megah yang kontras dengan ketegangan yang dirasakannya.

Seorang pelayan berpakaian rapi mengantarnya ke sebuah ruangan VIP di lantai atas, di mana pemandangan senja yang memukau terbentang luas melalui jendela besar. Di dalam ruangan, Tanto duduk di kursi kulit hitam yang mewah, menghadap jendela.

Adam bisa melihat senyum licik di wajah Tanto saat ia menghisap cerutu mahal yang mengepul pelan. Asap cerutu berputar-putar di udara, menciptakan aroma khas yang memenuhi ruangan. Adam merasa marah dan tidak berdaya sekaligus.

"Adam, kau mau putrimu kembali, bukan?" tanya Tanto sambil menghembuskan asap cerutunya.

Asap itu melayang di udara, membentuk lingkaran-lingkaran kecil sebelum akhirnya menghilang. Wajahnya tenang, seolah-olah ia tengah menikmati setiap detik ketegangan yang melingkupi mereka berdua.

Tanpa bisa menahan dirinya lagi, Adam mengepalkan tangannya dan bangkit berdiri, hendak menghantam wajah Tanto. Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, dua pengawal Tanto yang berperawakan besar segera bergerak dan menahannya. Mereka mendorong Adam kembali ke kursinya dengan kekuatan yang cukup besar, membuatnya tidak berdaya.

Tanto tertawa kecil, sebuah suara yang penuh ejekan. Ia menghisap cerutunya lagi dengan santai, matanya yang tajam memandang Adam seolah-olah dia adalah mangsa yang sudah terperangkap.

"Putrimu ada padaku," ucapnya dengan nada tenang yang justru semakin membuat Adam ingin meledak.

"Apa yang kau inginkan?" tanya Adam dengan suara bergetar menahan amarah.

Ia tahu bahwa ia harus tetap tenang dan berusaha berpikir jernih, meskipun hatinya bergejolak. Ia tak pernah menduga bahwa putrinya, Marica, bisa berada di tangan Tanto, seseorang yang sejak dulu selalu menjadi musuhnya dalam bisnis dan kehidupan pribadi.

Tanto menghisap cerutunya sekali lagi, menikmati setiap detik penderitaan yang dialami Adam. Asap yang dihembuskan membentuk awan tipis di antara mereka, menambah ketegangan di ruangan itu.

"Kau tahu, Adam," katanya perlahan, "aku tidak menginginkan banyak. Hanya sedikit... konsesi dalam bisnis kita. Kau menyerah, aku mendapatkan apa yang kumau, dan kau mendapatkan putrimu kembali. Mudah, bukan?"

Adam terdiam, pikirannya berpacu mencari jalan keluar. Ia tahu bahwa berurusan dengan Tanto berarti menyerah pada tuntutan yang tidak masuk akal dan mungkin menghancurkan bisnis yang telah ia bangun selama bertahun-tahun.

Namun, di sisi lain, keselamatan putrinya adalah segalanya baginya. Dengan napas berat, Adam menatap Tanto, mencoba menilai kejujuran di balik kata-kata musuhnya itu.

"Katakan dengan jelas apa yang kau inginkan, Tanto," desak Adam. "Aku tak akan bermain-main dengan nyawa putriku."

Tanto tersenyum lebar, tampak puas dengan ketegangan yang berhasil ia ciptakan. "Kita akan membuat kesepakatan," katanya, "tapi ingat, Adam, kau yang berada di posisi lemah di sini. Aku yang memegang kendali."

"Bajingan ini," maki Adam dalam hati, amarahnya membuncah tak tertahankan.

Ia berusaha menahan dirinya agar tidak bertindak gegabah, meskipun darahnya mendidih melihat wajah Tanto yang penuh kepuasan.

"Aku tahu kau mendapatkan proyek baru dan itu sangat menggiyurkan. Berikan padaku," ucap Tanto dengan santainya, seolah-olah permintaan itu adalah hal yang sepele.

"Kau gila!" maki Adam, hampir tak bisa percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

Proyek itu adalah hasil kerja kerasnya, dan kini ia harus menyerahkannya begitu saja kepada musuh lamanya. Harga yang diminta Tanto begitu tinggi, bahkan terasa mustahil untuk dipenuhi.

Tanto tidak menunjukkan sedikitpun tanda bahwa ia akan mundur. "Berikan," perintahnya kepada salah satu pengawal yang berdiri di dekat pintu. Pengawal tersebut segera bergerak dan menyerahkan sebuah tablet kepada Adam.

Dengan tangan yang bergetar, Adam menerima tablet itu. Saat layar menyala, video mulai diputar. Adam melihat dengan jelas Marica, putri kesayangannya, dilempar ke dalam sebuah akuarium besar. Rantai dan pemberat yang mengikat tubuhnya membuatnya cepat tenggelam menuju dasar akuarium.

"Dasar iblis! Putriku tak ada kaitannya dengan masalah kita!" teriak Adam dengan kemarahan yang memuncak.

Ia melempar tablet itu ke sembarang arah, dan layar tablet tersebut pecah di beberapa sisi saat menghantam dinding.

Tanto hanya tertawa, suara tawanya menggema di ruangan itu, penuh dengan kepuasan yang mengerikan.

"Salah, Adam. Aku bukan iblis," katanya dengan nada yang dingin dan mengancam.

"Aku adalah malaikat maut."

Adam merasa kepalanya berputar. Situasi ini jauh lebih buruk dari yang pernah ia bayangkan. Di depan matanya, musuh bebuyutannya tengah memainkan kartu terkuatnya, menggunakan nyawa putrinya sebagai alat tawar.

"Jika kau melaporkan ini pada pihak berwajib, itu tak akan ada gunanya," ancam Tanto dengan nada dingin.

"Karena tak ada bukti kuat dan aku akan membunuhnya hanya dengan sekali perintah."

Adam merasakan hatinya semakin tertekan, namun ia tahu bahwa berdebat dengan Tanto hanya akan memperburuk situasi.

"Baiklah, kembalikan putriku terlebih dahulu, maka aku akan menyiapkan semua dokumennya," ucap Adam dengan suara yang berusaha tenang, meski amarah dan kepanikan berkecamuk di dalam dadanya.

Tanto tertawa terpingkal-pingkal, suara tawanya mengisi ruangan dan membuat Adam semakin marah.

"Kau pikir aku bodoh?" ejek Tanto. "Kita akan melakukan pertukaran secara langsung. Kau menandatangani dokumen tersebut dan aku akan memberikan putrimu."

Adam menatap Tanto dengan tatapan tajam, menyadari bahwa ia tak punya pilihan lain selain mengikuti permainan kotor ini. "Baiklah," katanya dengan suara berat, penuh kepasrahan.

Tanto memberikan isyarat kepada salah satu pengawalnya, yang kemudian keluar dari ruangan. Beberapa menit kemudian, pengawal itu kembali dengan membawa sebuah berkas dokumen tebal dan sebuah pulpen. Tanto mengambil dokumen tersebut dan menyerahkannya kepada Adam.

"Tandatangani di sini," katanya sambil menunjuk beberapa tempat di halaman dokumen itu.

Adam mengambil pulpen itu dan dengan tangan yang gemetar, ia mulai menandatangani dokumen tersebut. Setiap goresan pena terasa seperti menggores hatinya sendiri, tetapi ia tahu bahwa ia harus melakukannya demi keselamatan Marica. Setelah selesai, ia meletakkan pulpen itu dan menatap Tanto dengan penuh harap.

Tanto tersenyum puas dan mengangguk. "Bagus, Adam. Kau membuat pilihan yang bijak," katanya dengan nada meremehkan.

Ia memberi isyarat lagi kepada pengawalnya, yang kemudian mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!