Kejadian di toko bunga sore itu menorehkan luka yang dalam di hati Alisa.
Erwin, duda kaya raya yang merupakan pelanggan setianya, tega merenggut mahkota kebanggaannya dengan paksa.
Dendam dan kebencian meliputi Alisa.
Berbeda dengan Erwin, dia justru menyesali perbuatannya.
Berawal dari rasa frustasi karena di vonis mandul oleh dokter. dia khilaf dan ingin membuktikan pada dunia kalau hal itu tidaklah benar.
Sayangnya.. pembuktian itu dia lakukan pada Alisa, gadis belia yang sepantasnya menjadi putrinya.Penyesalannya berubah simpati saat mengetahui Alisa bisa hamil karena perbuatannya. dia meminta Alisa mempertahankan benihnya itu.
Berbagai cara dia lakukan untuk mendapatkan maaf Alisa, ibu dari calon anaknya. Mampukah Erwin mendapatkan maaf dari Alisa? kita ikuti kisah selengkapnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon balqis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Valery merasa menang. Dengan mudahnya Erwin terenyuh dan menolongnya. Bahkan di bela-belain sampai bersitegang dengan Alisa segala.
Di tengah perjalanan, Wanita itu terlihat menerima telpon dari seseorang.
"Kenapa? Apa keadaan masih terkendali?"
"Pengacara mengatakan kita hati-hati. Dari pihak mereka terus meneror staf hotel."
Erwin terlihat geram.
Tapi tiba-tiba saja mobil mereka berhenti mendadak.
"Ada apa, pak?" tanya Valery khawatir.
Di depan ada perbaikan jalan, kita harus memutar arah." jelas pak sopir.
"Tapi itu akan memakan waktu, lagipula jalur yang memutar ini sangat sepi." keluh Valery.
"Apa boleh buat, Bu." jawab sang sopir.
Valery menatap Erwin.
"Gimana baiknya saja. aku hanya berharap masalahnya cepat selesai dan aku bisa segera pulang."
Valery merasa kesal.
"Dia berharap bisa cepat pulang pasti karena Alisa...!"
"Kau bilang sesuatu,?" rupanya Erwin tau ia sedang menggerutu.
"Ooh, tidak, Mas. Aku hanya berpikir kita terus apa pulang dulu sambil menunggu perbaikan jalan selesai."
"Kita terus saja, sudah setengah jalan, lagi pula kalau lain kali, aku tidak yakin Alisa akan setuju."
Valery mengangguk kesal.
Terpaksa mereka menempuh jalur yang agak sepi untuk sampai di tujuan.
Saat tiba di tempat yang lumayan sepi, ada dua orang yang menghadang mobil mereka.
Sopir langsung keluar dari mobil untuk bertanya.
"Hey, minggir..! kenapa menghalangi jalan kami?"
"Kalian tidak boleh meneruskan perjalanan..!"
Mendengar itu, Erwin keluar dari mobil. Ia tidak perduli pada larangan Valery.
"Siapa kalian berani memerintah? Kami mau pergi atau tidak, itu bukan urusan kalian." ucap Erwin marah.
Mereka tidak menjawab lagi, tapi justru mengeluarkan senjata tajam dan menghampirinya.
Valery berteriak ketakutan.
"Awas Mas..!"
"Apa mau kalian sebenarnya?"
"Kami mau, kau serahkan semua berkas yang kau bawa, uang dan juga ponsel."
"Hah? Kalian mau merampok kami di siang bolong seperti ini?"
"Jangan banyak bicara Tuan, tempat ini tergolong sepi. Turuti permintaan kami atau?
"Atau apa? Hah?" Erwin semakin berang. Dia sudah menggulung lengan bajunya.
Dia merasa kesabarannya sangat di uji. Dia yang ingin segera sampai, menuntaskan pekerjaan dan segera kembali kepada anak dan istrinya. Tapi begitu banyak kendalanya.
"Atau kami akan melukai wanita ini."
Salah satu dari mereka menjambak rambut Valery.
"Mas, tolong aku..!" dia merintih kesakitan.
"Kalian mau menggertak ku?" Erwin tertawa mengejek.
Salah satu dari mereka menempelkan pisau tajam ke leher Valery.
"Mas, tolong aku, berikan semua yang mereka minta..."
Dengan berat hati, Erwin menurutinya. Dia harus menyerahkan berkas yang sekiranya untuk menuntaskan masalah. Tak ketinggalan ponsel, dompet serta jam tangan yang di pakainya.
"Gila, mereka meninggalkan kita di tempat sepi ini tanpa uang maupun ponsel. bagaimana caranya meminta bantuan?" omel Erwin kesal.
"Maaf, Mas. Ini semua salahku. Karena ingin menolongku kau harus menghadapi hal ini."
"Aku tidak mengkhawatirkan yang lain. Aku hanya takut Alisa menghubungi ku , tidak bisa, lalu dia berpikir yang macam-macam." sungutnya kesal.
Valery merasa lebih kesal lagi.
"Alisa, Alisa dan Alisa lagi. dalam keadaan begini masih sempat-sempatnya memikirkan cewek genit itu?" ucapnya dalam hati.
"Sebaiknya kita pulang saja. Tentang hotel itu, kita pikirkan nanti."
akhirnya mereka berbalik arah. Tapi apesnya, mobil itu mogok karena kehabisan bensin.
"Oh My God.. Apalagi ini? Kenapa harus mogok disini sih?" Erwin memijat keningnya.
"Terpaksa kita menunggu kendaraan lain lewat dan meminta bantuan." karena melihat Valery dan sopirnya panik. Ia memberi semangat.
"Bagaimana sekarang, Tuan? Kita tidak ada persediaan makanan."
Erwin memeras otaknya untuk berpikir.
Apa yang bisa di lakukan di tengah hutan itu tanpa makanan dan alat komunikasi.
Sementara Erwin terjebak di perjalanan.
Lain lagi dengan Alisa.
***
"Kenapa perasaanku tidak enak? Om Erwin tidak bisa di hubungi lagi..." dia mondar mandir di kamarnya.
"Iya, aku harus menghubungi pihak hotelnya."
Setelah menemukan kontak hotel yang di maksud, dia langsung menghubunginya.
Dia begitu kaget saat mendapat jawaban kalau Erwin dan Valery tidak ada disana, bahkan keadaan hotel juga baik-baik saja. Tidak seperti yang di katakan Valery.
"Lalu apa artinya ini? Kau dimana, Om? Aku sudah bilang kalau ada yang aneh dalam masalah ini, tapi kau tidak mau mendengar ku."
Alisa meminta bantuan Teddy, orang kepercayaan Erwin itu secara bergerak.
"Ibu tidak usah khawatir, saya akan menemukan Tian secepatnya." ucap pria itu. Dia tampak canggung menyebut Alisa dengan panggilan IBU.
"Non, mau kemana?" Parmi menghadangnya di depan pintu.
"Aku kehilangan kontak Om Erwin. Aku gelisah, Bik. Aku tidak bisa berdiam diri seperti ini."
Alisa kembali teringat pesan yang masuk di ponselnya.
(Kalau mau tau tentang Erwin, datang kealamat ini)
Tapi pengirim pesan itu melarang dirinya memberitahu siapa-siapa.
"Tolong jaga Langit, aku segera kembali."
Alisa pergi dengan tergesa.
Sampai di sebuah kafe, dia melihat sekeliling.
Dia mencari orang yang mengirim pesan itu.
(Perhatikan meja no tiga, dan duduklah disitu..!)
Alisa menurut. Setelah menunggu beberapa detik.
Seorang gadis mengantar minuman padanya.
"Saya belum pesan apa-apa."
"Silahkan di nikmati,' ucap Alisa heran.
"Ada seseorang yang memesan untuk anda." jawab witers itu.
Alisa semakin gelisah. Tak berapa lama, seorang pemuda bertubuh jangkung duduk di depannya. Wajahnya biasa saja tapi terlihat serius.
"Kau yang mengundangku kesini? Dimana Om Erwin, apa yang terjadi padanya?" tanya Alisa tak sabar.
"Kau terlalu banyak tanya, sebelum aku beritahu tentang Erwin, habiskan dulu minuman di depan mu."
"Aku mau tau informasi tentang Om Erwin saat ini juga..!."
"Aku janji akan memberitahumu, tapi setelah kau menghabiskan minuman itu dulu.."
Ucap pria itu sambil memperlihatkan layar ponselnya. Disana terlihat Erwin sedang bersandar di sebuah tembok dengan wajah lelah.
Pria itu menarik cepat ponselnya saat Alisa hendak merebutnya.
"Ikuti perintahku dulu, kau pasti dapatkan informasi nya."
Tanpa pikir panjang, Alisa menghabiskan minuman itu sekali tegak.
"Sudah..! Sekarang kasi tau aku dimana Om Erwin.!"
Ucapnya garang. Tapi tiba-tiba pandangannya semakin kabur. Kepalanya terasa berat.
Alisa berusaha bertahan dengan memegangi kepalanya sebelum akhirnya dia ambruk tak sadarkan diri.
Pria tak di kenal itu mengajak tenan yang lain membawa Alisa keluar.
Mereka membawanya kesebuah kamar hotel.
Rencana mereka adalah melecehkan Alisa.
Baru saja hendak membuka baju atasnya. ponselnya berbunyi.
Kedua pria itu saling pandang.
"Periksa siapa yang telpon?"
salah satu dari mereka membuka tas Alisa dan memeriksa ponselnya.
"Teddy.."
"Matikan saja..!"
mereka meneruskan aksinya. Alisa sudah setengah hampir di telanjangi saat pintu di ketuk dari luar.
"Saya datang untuk membersihkan kamar ini."
"Kami tidak memesan pelayanan." ucap pria itu dengan pintu setengah terbuka.
"Tapi pimpinan saya sudah memberi tugas ini. Saya tidak berani menolak."
Saat kedua pria itu sedang di sibukkan dengan cleaning servis. Alisa tersadar. Ia begitu kaget mendapati dirinya di sebuah ruangan dengan baju berantakan. dia bergegas memakai bajunya dan bersembunyi di balik lemari.
Pelayan hotel yang ngotot itu itu tidak bisa di cegah. Dia masuk membawa peralatannya.
Kedua pria itu menahan nafas.
Mereka sangat khawatir kalau si pelayan akan melihat Alisa di ranjang
"Dimana gadis itu? Dia tidak ada disini..." mereka sangat panik karena Alisa tidak ada di tempatnya semula.
"Tenang saja, biarkan saja dia kabur. Kita sudah punya ini."
Mereka menelpon seseorang untuk melaporkan keadaan. Tak lupa mereka mengirimkan rekaman saat Alisa tak sadarkan diri dalam keadaan hampir telanjang.