Perjalanan Kisah Cinta Om Pram dan Kailla - Season 1
Kailla Riadi Dirgantara, putri tunggal Riadi Dirgantara pemilik RD Group. Berusia 20 tahun, cantik, manja, kekanak-kanakan dan sangat menyayangi ayahnya yang biasa dipanggil daddy. Demi ayahnya, dia terpaksa menerima perjodohannya dengan Reynaldi Pratama ( Pram ), lelaki yang sudah dianggap seperti Om-nya sendiri.
Pram, lelaki matang berusia 40 tahun. Tampan, dewasa, bertanggung jawab dan sangat sabar menghadapi Kailla. Pram adalah anak yatim piatu, yang diasuh dan dibesarkan oleh ayah Kailla ( Riadi ) sejak berusia 10 tahun.
Karena komitmen dan tanggung jawabnya kepada kedua orang tua Kailla, dia bersedia menikahi Kailla yang terpaut 20 tahun darinya dan berjanji menjaga dan membahagiakan Kailla seumur hidupnya.
Bagaimana perjuangan dan kesabaran Pram menaklukan cinta Kailla, mendidik Kailla yang manja dan tidak dewasa menjadi wanita dan istri seutuhnya.
Bagaimana perasaan sayang yang sudah terbentuk selama 20 tahun diantara Kailla dan Om-nya Pram, berubah menjadi cinta seutuhnya.
Ikuti kehidupan rumah tangga Om Pram dan Kailla yang berbeda usia dan karakter.
Visual di novel diambil dari berbagai sumber di internet. Hak cipta milik pemilik foto
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Sungguh Menggemaskan!
“Kemarilah!" perintah Pram pada Kailla sambil menepuk kursi kosong di sebelahnya. Kailla bergeming, ia hanya menatap Pram dengan pandangan penuh tanya.
“Baiklah. Ayo Don kita masuk," sela Pak Riadi setelah sekian lama tidak ada percakapan antara Kailla dan Pram yang hanya saling menatap. Kemudian, ia langsung berdiri dan berjalan pelan menuju ke rumah diikuti asisten, Donny.
“Kemarilah! Bukannya ... ada hal yang mau kamu sampaikan,” ucap Pram kembali.
Pram sebenarnya sudah mendengar semua obrolan antara Kailla dan Daddy tadi. Ia hanya ingin sedikit menggoda Kailla. Pram sudah sangat merindukan wajah cemberut Kailla. Karena Kailla tak kunjung bergerak, hanya duduk mematung di tempat, akhirnya Pram terpaksa menarik Kailla untuk duduk di pangkuannya.
Dan benar saja, Kailla langsung cemberut dan memukul dada bidangnya. Tidak berani menatapnya sama sekali.
“Sungguh menggemaskan!”
( Akhirnya, ketemu juga visual Kailla dengan wajah cemberutnya, yang slalu tampak mengemaskan menurut Om Pram )
“Bukannya tadi ada yang mau kamu sampaikan? Mumpung mood-ku sedang bagus. Ayo katakan apa yang kamu inginkan,” ujar Pram sambil memeluk pinggang Kailla dan dengan tangan lainnya merengkuh lengan Kailla. Terlihat ia berusaha untuk tidak menatap Kailla, ia yakin gadis itu sedang menahan malunya saat ini.
Kailla ragu, tetapi ini kesempatan untuknya meminta izin Pram untuk bisa ke Puncak.
“Baiklah lebih baik mencoba, siapa tahu hari ini aku beruntung.” Kailla membatin.
“Minggu depan aku ada acara kampus ke Puncak selama dua hari. A-aku boleh ikut, kan?” tanyanya sambil menunduk, mengabsen kancing kemeja Pram yang tersusun rapi di depannya.
“Baiklah, tidak masalah,” ucap Pram singkat.
“Hah! Terima kasih, Om.” Kailla tersenyum lebar. Segera ia mengecup pipi kiri dan kanan Pram. Ingin rasanya ia melompat, tidak biasanya Pram bisa semudah ini ditaklukan. Segera ia meletakkan punggung tangannya di kening Pram.
“Normal, tidak demam,” batinnya.
Melihat tingkah Kailla, Pram hanya terkekeh. Sebenarnya Pram mengizinkannya dengan syarat kalau ia sendirilah yang akan mengantar Kailla. Selain itu, ia ingin mencari tahu dengan siapa saja selama ini Kailla bergaul. Terutama mencari tahu mengenai Dion. Dari laporan Bayu selama ia di Bandung, Kailla terlihat beberapa kali mendatangi tempat indekos Dion, bahkan sampai mengajak ibu dan adiknya jalan-jalan.
“Baiklah, nanti aku yang akan mengantarmu ke puncak.”
“Hah! Mana bisa begitu. Aku akan berangkat dengan teman-teman yang lain.” Kailla langsung lemas.
“Denganku atau tidak berangkat sama sekali.” Pram memberi pilihan.
“Memangnya kamu kira aku tidak tahu, acara kampus itu cuma alasan kalian saja supaya bisa jalan-jalan,” lanjut Pram, lagi-lagi menyentil kening Kailla seperti biasanya.
***
Seminggu berlalu.
Pram terlihat sudah menunggu Kailla di mobilnya. Ia sengaja tidak turun dan menyapa Pak Riadi karena hari masih terlalu pagi. Kemungkinan calon ayah mertuanya juga masih tidur. Mereka harus berangkat pagi-pagi sekali untuk menghindari kemacetan. Tak lama kemudian, Kailla mengetuk kaca mobil. Segera Pram keluar dan membantu Kailla memasukkan kopernya ke dalam bagasi.
“Pergi hanya dua hari, kenapa bawaanmu begini banyaknya, Kai? Kamu tidak berencana kabur dariku, kan?”
“Aku juga perlu tampil cantik di sana, Om. Harus bawa baju ganti, peralatan mandi, make up, belum perawatan dan segala macamnya,“ jelas Kailla.
“Baiklah,” ucap Pram singkat sembari membantu Kailla memasangkan sabuk pengaman, kemudian mencium pipi kanan Kailla tiba-tiba.
Seketika wajah Kailla langsung merona diperlakukan seperti itu oleh Pram. Sejak ia setuju untuk menikah, ada rasa canggung dan aneh yang muncul di dalam hatinya setiap Pram melakukan hal-hal kecil seperti ini. Padahal bukan hal baru, Pram sudah terbiasa melakukan ini sejak ia masih kecil.
“Kenapa? Pipi yang sebelah kiri cemburu, kah?” Pram tersenyum menggoda Kailla yang masih memegang pipi kanannya.
BUK!
Kailla memukul lengan Pram dengan tasnya. Tidak terlalu keras hanya sedikit membuat Pram kaget dan mengusap lengannya sambil terkekeh.
“Beraninya dia menggodaku disaat seperti ini. Dia pasti melihat pipiku merona. Dasar!"
Setelahnya, Kailla memilih sibuk dengan ponselnya sambil sesekali menatap keluar jendela. Untuk mengusir rasa canggung, ia memilih mendengarkan musik melalui earphone.
Sedangkan Pram memilih fokus menyetir, sesekali menatap kepada gadis di sebelahnya yang sedang memejamkan matanya. Entah benar-benar tertidur atau hanya sekedar menghindarinya.
Setelah menempuh dua jam perjalanan, mobil mereka pun memasuki kawasan hotel tempat di mana Kailla dan teman-temannya akan menginap. Pram memandang ke sekeliling pelataran parkir, mencari keberadaan rombongan mahasiswa yang mungkin saja teman-teman Kailla. Sepuluh menit menunggu tanpa hasil, akhirnya Pram membangunkan Kailla.
“Kita sudah sampai, Om?” tanya Kailla, berusaha mengumpulkan semua kesadarannya.
Pram mengangguk, kemudian membuka sebotol air mineral dan menyodorkannya pada Kailla. Pram tersenyum menatap Kailla dengan rambut sedikit berantakan dan masih merebahkan tubuhnya di sandaran kursi mobil.
***
T b c
Terima kasih
Love you all