JUARA 3 EVENT LOMBA MENGUBAH TAKDIR S3.
Maghala terjebak dalam situasi tak menguntungkan akibat peristiwa yang dipicu olehnya. Dia terpaksa menyelamatkan banyak hal meski hatinya enggan.
Status sosial yang tinggi membuat sang mertua malu mempunyai menantu pedagang angkringan pinggir jalan sehingga memaksa Maghala berhenti berjualan. Fokus mengabdikan diri pada keluarga Cyra.
"Menantu benalu, pengangguran!" Kalimat cibiran keluarga Cyra, menjadi penghias keseharian Maghala.
Suatu siang, kala Maghala hendak membeli obat bagi sang istri, langkahnya dijegal seseorang, Hilmi sang tangan kanan Magenta grup, membawa misi dari Janu untuk meminta Ghala menjadi pewaris utama.
Banyak misi di emban Maghala, termasuk membantu Asha agar bangkit. Semua dikerjakan secara rahasia hingga membawa sang menantu babu, berada di pucuk pimpinan Magenta grup.
Siapakah sosok sang menantu? Bagaimana nasib rumah tangga mereka? Akankah Maghala membalas perlakuan terhina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Qiev, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26. HEART TO HEART
Maghala mengikuti langkah Mada, berdiri berdampingan di sisi pagar beton balkon teras rumah sakit. Ghala tak bersuara, menunggu sang kakak memulai.
Kedua asisten mereka pun menanti tak jauh dari sana. Saling menyapa, sebab Hilmi adalah senior mereka.
Hembusan nafas Mada terasa berat. Ghala tahu, kakaknya ini masih menyayangi keluarga besar Magenta.
"Apakah ... selama ini kamu hidup susah, Ghala?" tanya Mada, sekilas menoleh ke arah adiknya, lalu kembali melempar pandang ke luas langit malam.
Maghala menekuk kedua lengan, lalu menyandarkan di atas permukaan pagar pembatas yang sempit. Dia sedikit mencondongkan badannya, melihat ke bawah gedung.
"Aku baik saja, Kak. Meski selama ini berada di posisi tinggi tapi aku tak pernah merasa ada di sana. Seperti saat ini, aku ada di ketinggian tapi langkahku biasa saja, bagai menapak lantai yang sama dengan di bawah sana. Jangan cemas," jawab Ghala menganalogikan kehidupannya setelah pergi dari Magenta.
Mada melihatnya, lama memandang Ghala yang berpura tetap menatap lurus angkasa luas. Tatapan penuh arti dari sang kakak yang belum dapat Maghala tafsirkan.
Kedua putra Mahananta saling diam. Mada dengan sejuta pemikiran tentang Ghala, begitupun sebaliknya.
"Kau benci padaku?" tanya Mada setelah beberapa menit dalam keheningan.
Maghala menoleh sekilas ke arah pria tampan dan super baginya. Mada sosok panutan dalam menjalankan bisnis, perilaku arogan juga perkataan tanpa filter terkadang di butuhkan untuk mengintimidasi di tambah sikap pendiam itu, membuat lawan sulit menebak langkah sang CEO.
"Membenci seseorang yang sudah membawa Magenta di posisi seperti ini? hanya karena kakak bagai kulkas berduri? ck, itu gak adil. Hatiku bisa terluka dan beku," kekeh Maghala, menafsirkan bahwa dia mengerti posisinya.
Madaharsa mendengus kesal adiknya memberi julukan kulkas berduri padanya. Sebegitu menyakitkan kah berada di sisi Madaharsa, pikirnya.
"Ku kira kau akan mengkudetaku lebih cepat, aku menantikan itu," ujar Madaharsa, memulai obrolan sinis tentang kisruh perusahaan.
"Itu bukan gayaku, Kak. Malah ku kira kakak akan turun dengan membawa tongkat kehormatan dan menyerahkan padaku. Aku tidak suka merebut apapun sejak dulu. Kau lebih pantas," imbuh Ghala, menekankan sesuatu.
Maghala menoleh sehingga tubuhnya ikut berdiri menyamping. Dia menepuk lengan Mada sebelum meninggalkan kakak kandung satu-satunya.
"Asha menungguku di rumah. Dia wanitaku, untuk yang satu ini, aku akan mati-matian menjaganya sampai mati. Jangan coba-coba mencari tahu tentang kami. Oke?"
"Oh, iya. Satu lagi, kakak adalah pria yang aku hormati sampai kapanpun. Kamu akan tetap jadi kakakku, tapi tidak akan termaafkan jika menoreh luka di hati kakek. Madaharsa bukankah selalu mendapatkan apa yang di mau bukan? maka kejarlah dengan cara yang baik."
Madaharsa menatap manik mata adiknya ini. Masih tetap sama seperti dulu, teduh bagai milik ibunya. Dia tak suka berebut dengan Ghala sebab selera mereka berbeda sejak belia, bukan karena arogan.
Jangan salahkan posisi anak sulung yang selalu mendapatkan semua hal terbaik. Itu bukan mutlak kemauan diri. Harapan di pundak terlalu berat dia emban jika hanya menjadi seorang biasa. Untuk itulah, Mada menyiapkan mental dengan segala hal hingga akhirnya sebutan dan julukan negatif tersemat padanya.
Maghala tersenyum tipis, tahu bahwa sang kakak tengah menyelidik melalui sorot mata, tentang kesungguhan mengikrarkan Asha.
"Eira Niara Lahya, wanita baik lagi salihah. Kakak jangan buat dia menunggu lama. Majulah," ujar Maghala, memeluk sekilas tubuh kaku di sisinya lalu beranjak melangkah meninggalkan dia seorang diri.
Maghala selintas melihat ke arah Gani, dia berhenti di hadapan lelaki itu. Tak ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya akan tetapi asisten Madaharsa, mengangguk lalu membungkukkan badan pelan bagi tuan muda kedua.
Putra bungsu Mahananta, tersenyum manakala asisten itu mengerti akan isyarat darinya meski ini adalah perjumpaan pertama mereka.
"Syukron." Maghala lalu meneruskan langkah dengan Hilmi, kembali menaiki lift menuju rooftop dan terbang ke Jakarta.
Tiada percakapan antara Hilmi dan Maghala, keduanya lalu mulai memangkas jarak. Berjibaku melintas waktu dengan cara menerjang angkasa bagai Gatot kaca.
Netra teduh itu memejam, mengistirahatkan otak agar tak terlalu lelah setelah banyak peristiwa mendera. Urusan utamanya telah menunggu di kediaman Cyra.
Esok hari, dia akan kembali menjalani rutinitas seperti biasanya. Mengerjakan segala tanggung jawab dari Adhisty seraya tetap waspada menunggu pergerakan Sade. Dia memilih bertahan, bukan menyerang sebab kekuatan yang dimiliki hanya terbatas pada Hilmi.
"Hilmi, kenapa tidak menikah lagi?" lirih Maghala masih memejam.
"Lagi gak nafsu lihat paha, Tuan muda. Intinya, belum menemukan gua yang nyaman, aman dan hangat untuk pulang. Paling penting tidak berisik," jawab Hilmi memberikan pengandaian yang aneh.
Maghala terkekeh atas jawaban sang asisten kakeknya. Istrinya yang dulu memang tidak berisik sebab tunawicara. Hilmi terbiasa menerima titah dan mandat, maka dia seolah mencari pasangan yang tak banyak cakap jika di perintah. Sebuah keinginan aneh, menurut sekitar.
"Kamu bagai hidup di film Flinstone atau Megalitikum, jaman batu. Rumah kok di samakan dengan gua, ckckck Hilmi, bilang saja masih sangat mencintai beliau ... Al Fatihah," balas Ghala, menggelengkan kepala sambil mengirim doa untuk mendiang istri Hilmi lalu memilih diam ketika asisten Janu hanya terkekeh atas kalimatnya.
...***...
Di bumi belahan Asia.
Seorang wanita tengah berdiri menatap kaca besar di salah satu ruangan kondominium mewah miliknya.
Rambut panjang tergerai, tersemat hairpiece bertabur Swarovski di salah satu sisi membuat tatanan hairstyle itu serasi, manakala berpadu gaun hitam dengan belahan dada rendah menjuntai menutup mata kaki. Terdapat cutting sobekan hingga ke atas lutut, menjadikan penampilan wanita blasteran Asia Afrika ini sangat seksi dan elegan.
Tangan kanannya memegang tangkai wine glass sementara yang kiri, menopang agar lengan itu tetap tegak berdiri.
Stiletto dengan heel berwana silver menyembul dari balik gaun sebab kaki jenjangnya berdiri menyamping hingga paha mulus pun terekspose.
Dia baru saja memamerkan hasil karya lukisan indah untuk di pajang di gedung galery seni ternama di dunia. Ini adalah salah satu mimpinya kala memulai karir sepuluh tahun silam.
Dirinya kalah telak dengan gadis sebaya yang baru memulai debut lima tahun terakhir. Keinginan mengikuti even kompetensi di Jerman tersingkir olehnya. Dia bahkan tidak masuk nominasi sejak awal sebab karya tersebut tidak memiliki feel yang sama dengan tema saat itu.
"Apa kabarmu di sana? bagaimana rasanya putus asa sekaligus patah hati? Hem?" gumam sang gadis, mengayunkan pelan gelas wine seraya menyeringai lebar dengan tatapan benci hingga pantulan diri terlihat di permukaan dinding kaca.
Sayang, lamunannya buyar manakala sang manager meminta dia untuk konferensi pers yang akan di siarkan live ke seluruh channel.
"Nona Diazae, saatnya menemui media," ujar sang manager, berdiri di ambang pintu.
Wanita ayu pun menoleh, tersenyum sinis sembari melangkah cantik menuju aula. Dia ingin memberikan sedikit wejangan bagi seseorang nanti.
.
.
..._____________________...
magala itu aslinya orang arab ya...