Azizah pura pura miskin demi dapat cinta sejati namun yang terjadi dia malah mendapatkan penghinaan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAYIKU KETERGANTUNGAN
"Maaf, saya menolak," kata Surya dengan nada tegas.
"Kenapa lu nolak? Takut jatuh miskin kalau besanan sama gua?" ucap Jayadi. Matanya mendelik tajam, pantang direndahkan oleh Surya.
Surya yang biasanya selalu menanggapi, kini diam. Sikapnya menjadi begitu misterius.
"Kenapa, Pah? Kenapa kamu menolak? Apakah kamu tidak suka dengan Nona Zee?" tanya Laras heran. Ia sudah terlanjur menyukai bayi Aziza dan juga sosok Aziza sendiri.
Surya tetap diam, semakin misterius.
Viona menunjukkan wajah kecewa. Baginya, Romi adalah sosok yang cocok untuk Aziza. "Kenapa, Mas? Bukankah cucuku sangat akrab dengan Romi?"
Semua kembali menunggu jawaban.
"Kalian ini sudah gila, ya? Nona Zee ini istri orang. Masa anakku menikah dengan istri orang? Apa kata dunia nanti?" ucap Surya dengan nada khawatir yang dramatis.
Hening.
Semua orang di ruangan itu tersadar oleh ucapan Surya.
Jayadi sampai menepuk jidatnya. "Astaga! Aku sampai lupa kalau Aziza masih punya suami."
"Iya, benar! Aziza masih istri orang. Tapi ke mana suaminya?" tanya Laras heran. Ia merasa aneh—bagaimana mungkin wanita secantik dan sekaya Aziza bisa disia-siakan? "Mungkin suaminya kebanyakan makan micin," pikir Laras.
Aziza tampak murung. Bukan karena merindukan Raka, tetapi karena anaknya lahir tanpa kehadiran seorang ayah, padahal ayahnya masih ada.
"Mohon maaf semuanya, ini adalah masalah keluarga kami, jadi kami harus menjaga kerahasiaannya," ujar Viona segera mengambil alih keadaan.
Laras tampak mengangguk-angguk. "Jadi, Aziza nggak hamil sama Romi, ya?" ucapnya polos.
Semua menoleh padanya.
"Ibu ini apa-apaan? Aku ini masih pria sejati yang akan menghamili istri sendiri, bukan perempuan lain atau istri orang lain!" jawab Romi tegas, sekaligus memberikan klarifikasi. Andai pertanyaan itu terdengar di luar, reputasinya pasti akan hancur.
"Yah, sayang sekali, Romi. Kenapa kamu nggak menghamili Aziza?" celetuk Laras santai.
"Mamah...!" hardik Surya kesal.
"Kenapa, Pah? Salah aku ngomong gitu?" bentak Laras.
"Ya... ya... Maaf, Mah. Coba Mamah renungkan lebih dalam," ucap Surya tergagap. Ia kelepasan membentak Laras. Wah, kalau Laras ngambek, bisa-bisa dunia ini terbalik.
"Ya sudahlah, karena kalian sudah ada di sini, sebaiknya kita pulang dulu," ajak Surya kepada Romi dan Laras, istrinya.
"Ih, Pah, aku masih mau di sini, boleh, kan?" pinta Laras manja.
"Tanya dulu sama dia, boleh nggak?" ucap Surya, dagunya mengarah pada Jayadi.
"Lu...!" geram Surya, tetapi tangannya keburu dipegang oleh Viona.
"Silakan, Jeung, nggak masalah," jawab Viona.
Laras tersenyum sumringah saat melihat bayi Aziza.
"Ah, andai besanku seperti ini, mungkin aku bahagia. Tapi sayangnya mereka entah ke mana, seolah tak menganggap penting cucu dari keluarga Pratama," ucap Viona dalam hati.
Surya dan Romi akhirnya pulang bersama, sementara Jayadi masih setia menemani Aziza.
Di luar rumah sakit, para pengawal sudah memastikan keadaan aman dan terkendali.
Menjelang sore, Viona pulang. Kini di ruangan hanya tersisa Aziza dan Viona.
"Nak, bagaimana pendapat kamu tentang Romi?" tanya Viona.
"Dulu sih nyebelin. Ceweknya banyak, omongannya nggak jelas, ke semua wanita selalu bilang 'I love you', dan suka tawuran," jawab Aziza santai.
"Kenapa sepertinya kamu nggak suka sama dia?" tanya Viona lagi.
"Aku sebenarnya merasa bersalah sama dia. Dulu, Raka dan Romi sama-sama menyatakan cinta kepadaku. Tapi aku memilih Raka karena dia pria paling dewasa yang pernah aku kenal. Dia sangat menyayangi keluarganya, pekerja keras, dan dulu nggak pecicilan kayak Romi," jawab Aziza mengenang masa lalu.
"Hmmm... terus bagaimana perasaanmu terhadap dia sekarang?" tanya Viona.
"Dia pasti banyak wanitanya. Siapa yang bisa menjamin seorang tuan muda kaya raya nggak punya banyak wanita?" ujar Aziza skeptis.
"Zee..."
Aziza dan Viona menoleh ke sumber suara. Ternyata, Andi Pratama—paman Aziza—datang bersama istrinya, Jesi.
"Gimana keadaan kamu, Zee?" tanya Andi khawatir.
Aziza tersenyum. "Aku baik-baik saja."
"Aku dengar kamu dibawa si Romi, ya? Kamu nggak diapain sama dia, kan?" ucap Andi penuh perhatian.
"Om, tenang aja. Dia nggak ngapa-ngapain aku kok. Dia membawa aku di waktu yang tepat, walau di tempat yang salah," jawab Aziza sambil tersenyum.
"Terus, bagaimana dengan si Raka? Apakah dia sudah ke sini?" tanya Andi lagi.
Aziza merengut. "Aku tadi buka HP, nggak ada satu pun pesan atau panggilan dari dia," jawab Aziza kecewa.
"Kurang ajar! Akan kuhancurkan dia sekarang juga!" geram Andi.
"Jangan, Om! Aku sendiri yang akan menangani. Om cukup bantu aku saja," ucap Aziza tegas.
"Tapi, Zee..."
"Aku punya caraku sendiri, Om," potong Aziza.
"Ya sudah kalau begitu. Jangan lupa hubungi Om kalau ada apa-apa."
"Siap, Kapten!" jawab Aziza santai.
Jesi tersenyum dan membelai rambut Aziza. "Bagaimana bayinya? Sehat?" tanya Jesi.
"Hanya saja apa?" tanya Jesi khawatir.
"Bayiku seperti ketergantungan pada Romi."
"Hah... kok bisa?" Jesi heran.
"Mungkin karena Romi yang mengadzani dan mengiqamati bayiku."
"Wah, gawat itu. Sepertinya kamu harus menikah dengan Romi, Zee," ucap Jesi.
"Tidak! Aku tidak setuju. Romi orangnya arogan," potong Andi.
"Ya, aku juga nggak mau. Dia pasti banyak ceweknya."
"Kenapa?"
"Karena dia kaya raya. Rasanya nggak mungkin kalau dia nggak punya banyak wanita," jawab Aziza.
"Itu berarti termasuk om kamu dong," seloroh Jesi.
"Maksudnya?"
"Karena om kamu kaya raya, plus tampan lagi," jawab Jesi sambil terkekeh.
"Kalau om beda dong! Om kan takut istri, kayak Papa, jadi nggak berani sama cewek lain," canda Aziza.
"Enak saja! Om bukan takut, tapi sayang," jawab Andi membela diri.
"Tapi, Zee, menurutku coba kamu pertimbangkan Romi. Mungkin dia memang jodohmu," ucap Jesi.
"Zee belum mau memikirkannya. Nanti saja kalau bayiku sudah agak besar."
"Menurut Ate sih lebih baik saat masih kecil, biar bayimu nggak kehilangan sosok ayah. Lagipula, nggak mungkin kan kamu balik lagi sama Raka?" ucap Jesi.
Mereka pun mengobrol panjang lebar, terutama tentang cara merawat bayi.
...
Di sebuah rumah mewah...
"Pah, aku mau menikah dengan Raka," ucap Susan.
"Nggak bisa!" jawab Warseno tegas.
"Aku hanya memberi tahu, bukan meminta izin."
"Kamu sudah gila! Kamu pikir bisa menikah tanpa persetujuan Papa?"
"Aku nggak peduli!"
"Nggak bisa! Memangnya apa yang bisa kamu lakukan tanpa Papa?" tanya Warseno dengan nada tajam.
Susan tertawa sinis. "Hahaha! Aku sudah merekam adegan ranjangku dengan Raka. Kalau aku tidak diizinkan menikah dengannya, aku akan sebarkan video itu ke media sosial! Biar hancur kita semua!" ancamnya.
"Kamu sudah gila, ya?!" pekik Warseno.
Susan menatapnya tajam. "Ya, aku memang sudah gila! Dan aku hanya meniru Papa."
Warseno menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. "Papa pikirkan dulu. Sekarang, pergilah."
gk sma suamix tinggal ,dodol bangat Rommy...kejar cinta msa lalu mu