Pernikahan Reynaldi dan Annisa awalnya harmonis. Namun, semuanya berubah di saat pernikahan mereka berusia lima tahun. Rumah tangganya berada di ujung tanduk. Hadirnya Viona sang mantan kekasih Reynaldi, membuat cintanya Reynaldi kepada sang istri menjadi goyah.
Perlahan sikap Reynaldi semakin berubah ke Annisa. Dia kerap menyakiti hati Annisa. Dia lebih memilih menghabiskan waktunya bersama Viona. Sampai suatu hari, Annisa melihat langsung suaminya bergandengan tangan dengan seorang wanita.
Apakah Annisa akan tetap mempertahankan rumah tangganya dengan Reynaldi, dengan menerima Viona sebagai madunya? Ataukah Annisa memilih bercerai, dan mencari kebahagiaannya sendiri? Bagaimana kisah perjalanan cinta Annisa selanjutnya? Ikuti kisahnya dalam karya "Hilangnya Cinta Suamiku."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SyaSyi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sulitnya Untuk Ikhlas
"Bun, Ayah kok jarang telepon kita ya selama kita di sini?" tanya Khanza kepada sang bunda. Khanza adalah tipe anak yang memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar.
"Mungkin Ayah sibuk bekerja, makanya sampai lupa menghubungi kita. Kita tidur saja yuk," ujar Nisa kepada sang anak.
Nisa mengelus punggung anaknya dengan lembut. Membuat mata Khanza perlahan akhirnya terlelap. Perlahan mata dia pun mengantuk, hingga akhirnya terpejam.
Suasana di Yogyakarta sangat berbeda dengan di Jakarta. Terlebih mereka tinggal di pedesaan bukan di kotanya. Suasana saat malam hari sangatlah sepi. Nisa dan Khanza tidur dengan lelap, meskipun tak memakai AC.
Reynaldi melirik ke arah kekasihnya yang sudah terlelap. Tiba-tiba saja dia teringat akan kedua sosok wanita yang selama ini hadir di hidupnya. Hingga akhirnya Reynaldi mencoba mengirimkan pesan kepada istrinya.
"Ayah kangen sama Bunda. Bunda sudah tidur belum sama Khanza? Bagaimana kabar kalian di sana?" tanya Reynaldi di pesan chat.
"Kalian sudah tidur ya? Ya sudah, Ayah ikut tidur juga deh sama kalian. Maafin Ayah ya, seharian ini sibuk banget. Ayah baru pulang dan langsung mandi. Ini baru mau tidur," tulis Reynaldi kembali.
Reynaldi sempat menunggu beberapa menit, tetapi tidak ada balasan dari istrinya. Hingga akhirnya dia memilih untuk tidur menyusul kekasihnya. Nisa pun sudah tertidur pulas.
Seperti biasanya, jam 03.00 dini hari Nisa terbangun dari tidurnya. Untuk melakukan salat tahajud. Bersujud, berdoa, dan bercerita tentang kegelisahan hatinya. Meminta petunjuk yang terbaik untuk rumah tangganya.
"Sudah bangun, Nis?" tegur sang bunda.
"Iya, Bun. Baru selesai salat tahajud," sahut Nisa.
Nisa mengungkapkan rencananya untuk mengajak Khanza dan sang bunda untuk berjalan-jalan ke Malioboro. Perjalanan dari rumahnya menuju Malioboro membutuhkan waktu dua jam untuk bisa sampai di sana.
Pagi ini mereka berniat untuk berjalan-jalan ke pasar, untuk membeli sarapan pagi dan belanja keperluan dapur. Mereka ke pasar dengan berjalan kaki.
"Alhamdulillah Nisa bisa kesampaian ke sini. Rindu suasana di sini. Suasana di sini tenang dan damai. Tak seperti kehidupan di kota besar," ungkap Nisa.
"Tapi, di sini tak ada Ayah. Khanza kangen sama Ayah," ucap Khanza dengan raut wajah yang sedih.
Sungguh ucapan Khanza membuat Nisa merasa bimbang untuk berpisah dengan Reynaldi. Namun, dirinya juga tak ingin dimadu.
"Iya, nanti kita juga 'kan pulang lagi ke Jakarta," rayu Nisa.
"Kamu tidak tahu rasanya menjadi Bunda. Ayah kamu telah menyakiti hati Bunda dan melupakan kita," ucap Nisa dalam hati.
Nisa justru merasa senang, menikmati suasana di kampung halamannya. Sejak lulus kuliah, Nisa memutuskan untuk merantau dan bekerja di Jakarta. Dulu, dia ikut sang kakak yang tinggal di Jakarta.
Biaya hidup di desa lebih murah, daripada kehidupannya di kota. Dengan mengeluarkan uang tiga ratus ribu, dia bisa membeli aneka macam kebutuhan untuk makan beberapa hari.
"Bu, Ibu sudah siap?" panggil Nisa.
Mereka akan berangkat ke Malioboro. Rencananya, mereka akan menyewa dua buah motor untuk mengantarkan mereka ke Malioboro.
"Bun, aku ingin naik delman berkeliling," rengek Khanza.
Mereka berkeliling area Malioboro dengan naik delman. Khanza tampak bahagia, sama halnya dengan Nisa. Nisa berusaha untuk tidak peduli dengan suaminya. Bahkan dirinya memilih menonaktifkan ponselnya.
"Kenapa ya? Pesan Whatsapp aku yang semalam tak dibalas. Sekarang ponselnya tak aktif," gumam Reynaldi.
Membuat Reynaldi penuh tanda tanya, ada gerangan apa yang membuat istrinya bisa bersikap seperti itu. Padahal kemarin-kemarin saja, saat dirinya tak menghubungi. Nisa yang lebih dulu yang menghubungi dirinya.
Sebenarnya, sangat sulit bagi Nisa berada di posisi ini. Kenangan bersama Reynaldi begitu manis, rasanya begitu sulit untuk melupakannya. Bahkan saat di Yogyakarta pun. Nisa teringat akan kebersamaan dirinya dengan Reynaldi di saat mereka menjadi pengantin baru.
Setelah resmi menikah, Rey dan Nisa sempat bulan madu di Yogyakarta selama tiga hari. Sebelum akhirnya mereka kembali ke Jakarta. Bukan itu saja, Nisa juga teringat saat lebaran tahun lalu mereka pulang kampung.
"Semoga aku bisa melewati semua ini," ucap Nisa lirih.
Nisa membeli oleh-oleh baju batik untuk suami dan bapak mertuanya, daster untuk ibu mertuanya dan juga Bi Surti.
Dia juga membeli tiga buah daster batik untuk dirinya dan juga Khanza. Tak lupa membelikan beberapa cemilan khas Yogyakarta untuk guru Khanza.
"Bunda sekalian pilih saja yang Bunda mau," ujar Nisa.
"Tidak perlu, Bunda 'kan dekat rumahnya. Jika menginginkan, tinggal ke sini saja," ujar Bunda.
Kini mereka sedang duduk santai di dekat Malioboro. Nisa menceritakan menginginkan memiliki usaha. Untuk mendapatkan penghasilan.
"Bagus itu, Nis! Sebagai seorang wanita, memang kita harus kreatif. Jangan hanya mengandalkan uang suami. Justru harus memanfaatkan uang yang ada untuk modal awal. Kita harus punya tabungan sendiri," ujar Bunda Anita.
"Iya, Bunda 'kan memiliki pengalaman menjahit. Nanti kita cari pekerja, dan Bunda yang mengarahkan. Kita buat brand batik sendiri," ungkap Nisa.
Batik saat ini sudah terkenal hingga ke mancanegara. Suatu peluang emas. Dari kain batik, kita bisa membuat aneka macam jenis pakaian. Dibuat modis dan mengikuti trend saat ini.
"Doakan aku ya Bun, semoga dilancarkan. Aku coba kumpulkan uang dulu untuk modal. Niat dulu saat ini," ujar Nisa.
"Bunda akan selalu dukung anak-anak Bunda untuk melakukan yang terbaik," sahut Bunda Anita.
"Bunda memang paling mengerti Nisa. Dari dulu hingga sekarang, Bunda sebagai tempat sandaran Nisa. Nisa sayang Bunda," ungkap Nisa. Nisa meneteskan air matanya, saat memeluk tubuh sang Bunda. Bunda Anita tampak mengelus punggung anaknya.
"Nisa lelah Bun," ungkap Nisa diiringi isak tangis.
"Hush, tak boleh bicara seperti itu! Kamu harus semangat! Sudah, jangan nangis begini! Malu sudah besar masih nangis, tuh dilihatin Khanza," ucap sang bunda. Hingga akhirnya Nisa menghapus air matanya.
Khanza menatap ke arah sang bunda. Meskipun dirinya hanyalah anak kecil. Khanza sedikit mengerti, atas apa yang terjadi dengan bundanya. Akhir-akhir ini dia sering melihat bundanya menangis.
"Bunda jangan nangis! Kalau Bunda nangis, Khanza menjadi ikut sedih," ungkap Khanza yang matanya kini sudah berkaca-kaca.
"Iya, Bunda tak akan menangis lagi! Ini air mata bunda yang terakhir. Bunda tidak mau cengeng lagi, malu sama Khanza," ucap Nisa. Nisa berusaha tersenyum dan tertawa, tetapi akhirnya dia menangis lagi dan bahkan semakin deras.
Hingga akhirnya Bunda Anita menyuruh sang anak untuk puas-puasin menangis, meluapkan perasaannya agar Nisa nantinya akan merasa tenang.
"Luapkan kesedihan kamu, Nis! Jangan ditahan, Bunda dan Khanza akan menemani kamu di sini," ujar sang Bunda.