NovelToon NovelToon
Antara Cinta Dan Hukuman

Antara Cinta Dan Hukuman

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Diam-Diam Cinta / TKP / Romansa
Popularitas:8.8k
Nilai: 5
Nama Author: linda huang

Leon Harrington seorang hakim yang tegas dan adil, Namun, ia berselingkuh sehingga membuat tunangannya, Jade Valencia merasa kecewa dan pergi meninggalkan kota kelahirannya.

Setelah berpisah selama lima tahun, Mereka dipertemukan kembali. Namun, situasi mereka berbeda. Leon sebagai Hakim dan Jade sebagai pembunuh yang akan dijatuhkan hukuman mati oleh Leon sendiri.

Akankah hubungan mereka mengalami perubahan setelah pertemuan kembali? Keputusan apa yang akan dilakukan oleh Leon? Apakah ia akan membantu mantan tunangannya atau memilih lepas tangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

Kantor Polisi

Jade yang harus mengikuti persidangan, untuk sementara masih ditahan di sel kantor polisi. Suasana di sana terasa pengap dan mencekam, seakan mencerminkan beban berat yang kini ia tanggung.

Di ruangan pertemuan dengan tahanan, Leon duduk dengan tenang. Kakinya bersilang, sementara jarinya sibuk bermain di atas meja. Wajahnya tampak dingin dan sulit ditebak, meskipun ada kilatan emosi yang terpendam di balik tatapannya. Pria itu terlihat menunggu dengan sabar, namun sorot matanya menunjukkan kegelisahan yang ia sembunyikan.

Tak lama kemudian, suara pintu yang terbuka membuyarkan kesunyian. Jade melangkah masuk dengan tangan terborgol, wajahnya pucat tetapi tetap menampilkan ketenangan yang hampir membeku. Tatapannya hampa, seolah-olah ia telah kehilangan semua alasan untuk bertahan. Saat mata mereka bertemu, Leon merasakan ada jarak yang begitu jauh di antara mereka—jarak yang tak hanya diukur dari waktu, tetapi juga dari luka yang mereka bagi.

Polisi yang mengantar Jade melirik ke arah Leon. Tanpa sepatah kata pun, Leon memberi isyarat halus dengan tangannya. Polisi itu mengerti dan segera meninggalkan ruangan, membiarkan mereka berdua dalam suasana tegang yang menggantung di udara.

"Lama tidak bertemu," sapa Leon akhirnya, memecah keheningan yang terasa menyesakkan. Suaranya terdengar datar, tapi ada sesuatu di balik nada tenangnya yang sulit diartikan.

Jade mengangkat wajahnya perlahan, menatap pria di hadapannya dengan ekspresi yang dingin dan tanpa emosi. "Tuan Hakim datang ke sini, apakah ada yang ingin dibicarakan?" tanyanya, suaranya terdengar datar dan hambar. Tidak ada lagi kehangatan dalam cara ia memanggil pria yang dulu hampir menjadi pendamping hidupnya.

Leon menghela napas tipis sebelum menjawab, tatapannya menelisik setiap gerakan kecil di wajah Jade. "Beritahu aku kejadian yang sebenarnya. Selain dirimu dan korban, apakah ada orang yang mencurigakan?" tanyanya langsung, memotong basa-basi. Ia tidak ingin membuang waktu.

Jade tersenyum miring, senyum yang sama sekali tidak mengandung kebahagiaan. "Aku telah memberi keterangan kepada polisi. Tidak ada yang perlu diulang. Mereka sudah menerima pengakuanku, jadi untuk apa dibahas lagi?" jawabnya dingin.

Leon mengetukkan jarinya ke meja dengan pelan, tanda bahwa pikirannya terus bekerja. "Jade Valencia," ucapnya dengan nada lebih serius, "kau tahu posisimu sudah di ujung tanduk."

"Aku tahu." Jade mengangkat bahu ringan, seolah nyawanya sendiri bukan sesuatu yang penting lagi. "Aku tidak meminta siapa pun membebaskanku. Jadi, Tuan Hakim, lakukan saja tugasmu. Aku akan mengakui semuanya dan tidak akan mempersulit siapa pun."

Tanpa berkata apa-apa, Leon menarik beberapa lembar foto dari map yang ia bawa dan meletakkannya di atas meja di depan Jade. Foto-foto itu menampilkan pemandangan mengerikan—lima korban dengan luka tusukan sayatan yang dalam dan mematikan. Bukti nyata kejahatan yang kini dituduhkan padanya.

"Lima korban ini telah tewas," kata Leon pelan, nadanya menekan, "apakah kau bisa memberitahuku berapa kali kau menikam mereka?"

Jade menatap foto-foto itu tanpa perubahan ekspresi. "Bukankah di foto sudah terlihat jelas? Untuk apa bertanya lagi?" Ia mendongak, menatap Leon dengan dingin. "Tuan Hakim, Anda yang ditugaskan menangani kasus ini, bukan? Kalau begitu, tidak perlu membuang waktu lagi. Aku adalah pembunuhnya, dan aku yang berharap mereka mati."

Kata-katanya menusuk tajam di udara. Ada rasa pahit dan kepasrahan di balik pengakuannya, tetapi Leon tahu—lebih dari siapa pun—bahwa Jade tidak akan membunuh tanpa alasan.

"Apa keuntungan bagimu setelah membunuh mereka?" tanya Leon, suaranya kini sedikit bergetar oleh emosi yang ia tekan. "Kakakmu tidak akan kembali. Dan kau sendiri… tidak akan bisa selamat."

Jade terkekeh pelan, tetapi tawa itu terdengar begitu menyedihkan. "Kalau aku ingin selamat, maka aku tidak akan mengaku salah. Aku tahu aturan hukum, Tuan Hakim," ucapnya, "Lima orang mati di tanganku. Hukuman mati tidak bisa dihindari."

Ia bangkit dari kursinya, seolah pembicaraan ini telah berakhir. Tetapi sebelum ia sempat melangkah pergi, suara Leon kembali menghentikannya.

"Melakukan hal bodoh hanya merugikan dirimu sendiri." Suara Leon terdengar tegas, namun kali ini mengandung sesuatu yang lain—rasa peduli yang berusaha ia sembunyikan. "Jane meninggal dan kau juga akan dihukum. Nama baikmu tercemar dan akan dikenang sebagai pembunuh. Padahal mereka mati bukan di tanganmu!"

Jade membeku di tempatnya. Tubuhnya gemetar halus, meskipun ia berusaha menahannya. Kata-kata Leon menghantam sisi hatinya yang rapuh, membangkitkan keraguan yang selama ini ia tekan.

Ia berbalik perlahan, menatap Leon dengan mata yang berkilat emosi. "Apa maksudmu?" tanyanya, suaranya nyaris berbisik, namun cukup tajam untuk menusuk suasana di antara mereka.

Leon menatapnya dalam-dalam, kali ini tanpa menyembunyikan kekhawatirannya. "Aku tahu kau tidak melakukannya, Jade," ucapnya pelan. "Dan aku akan membuktikan siapa yang sebenarnya bertanggung jawab."

"Mereka memang mati di tanganku. Kenapa kamu bisa mengira pembunuhnya bukan aku?" tanya Jade, suaranya tegas namun getir. Ia menantang tatapan Leon, seolah memaksa pria itu menerima kenyataan bahwa dirinya adalah pelaku sebenarnya.

Leon menghela napas perlahan. Ada keraguan di balik sorot matanya, sesuatu yang membuatnya sulit memercayai pengakuan wanita di hadapannya. "Alasanmu membunuh mereka?" tanyanya tenang, meski di dalam hatinya, kegelisahan mulai merayap. "Dan… kematian mereka, apakah membuatmu puas?"

Jade tertawa kecil, tapi tidak ada kebahagiaan dalam tawa itu—hanya luka dan kepedihan yang membara. "Benar! Aku sangat puas! Aku kembali untuk membunuh mereka. Hukum tidak mampu menghukum mereka, maka biar aku yang melakukannya," jawabnya tanpa ragu. Setiap kata yang keluar dari bibirnya terasa seperti pisau yang menusuk lebih dalam, baik untuk dirinya sendiri maupun Leon.

Ucapan Jade menggema di kepala Leon, tapi ia tetap berusaha menjaga ketenangannya. "Dua hari lagi persidangan akan dimulai," ucapnya, nada suaranya lebih rendah, seakan memberi peringatan yang tak ingin diucapkannya. "Waktumu tidak banyak. Beritahu aku apa yang kamu lihat saat itu!"

Jade memalingkan wajahnya sejenak, seolah mengingat kembali malam yang mengubah segalanya. Ada bayangan kelam yang melintas di matanya sebelum ia menjawab, "Yang aku lihat… lima brengsek yang membunuh kakakku, dan orang-orang klub malam." Ia mengembuskan napas kasar, seolah mencoba menyingkirkan beban di dadanya. "Tuan Hakim, tidak perlu selidiki ulang. Akhiri kasus ini pada sidang lusa nanti."

Ia berbalik menuju pintu, ingin mengakhiri percakapan yang semakin membebani pikirannya. Namun sebelum tangannya menyentuh gagang pintu, suara Leon kembali memecah keheningan.

"Ketulusan seorang adik tidak akan dihargai oleh kakakmu. Kau tidak mengenalnya, Jade Valencia!" ucap Leon, nada suaranya tajam, menyiratkan sesuatu yang belum ia ungkapkan.

Langkah Jade terhenti seketika. Kata-kata Leon menampar batinnya lebih keras daripada tuduhan apa pun. Ada sesuatu di balik ucapannya—sebuah rahasia yang selama ini disembunyikan. Perlahan, ia menoleh, menatap pria itu dengan sorot penuh selidik.

Mata mereka bertemu di udara yang terasa semakin berat. Wajah Leon tetap tenang di permukaan.

"Apa maksudmu?" tanya Jade akhirnya, suaranya lebih pelan namun sarat kecurigaan.

Leon melangkah mendekat, tatapannya menusuk tajam ke arah wanita yang pernah hampir menjadi bagian dari hidupnya.

1
Isnanun
Jade di incar
Ecca K.D
lanjut
Rossida Sity
up yg byk thor
Oktalien Paroke
ceritanya seru dan.menegangkan
Myra Myra
semangat thor
Naufal Affiq
lanjut thor
Naufal Affiq
bagus leon,kau sudah mengambil tindakan paling adil untuk jeda
wiemay
akhirnya
Isnanun
ahirnya ya Jade
Naufal Affiq
lanjut thor
wiemay
pesona Leon no kaleng2
Myra Myra
jgn2 Jane tak meninggal maybe orang lain...makin seru
wiemay
bagus
ayo katakan yg sebenarnya
Isnanun
bagus jade semangat demi dirimu sendiri
Myra Myra
bagus jade...nape rasa Ae Jane tak mati...
wiemay
kemungkinan kakak nya jade iri ama dia
Myra Myra
masih penasaran ape yg terjadi dgn kak Ae si jade Ae...
Isnanun
lanjut masih penasaran
Hanizar Nana
bagus sekali
Hanizar Nana
aku pun bertanya tanya ada apakah gerangan dgn kakak jade
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!