Ig : @ai.sah562
Bismillahirrahmanirrahim
Diana mendapati kenyataan jika suaminya membawa istri barunya di satu atap yang sama. Kehidupannya semakin pelik di saat perlakuan kasar ia dapatkan.
Alasan pun terkuak kenapa suaminya sampai tega menyakitinya. Namun, Diana masih berusaha bertahan berharap suaminya menyadari perasaannya. Hingga dimana ia tak bisa lagi bertahan membuat dirinya meminta.
"TALAK AKU!"
Akankah Diana kembali lagi dengan suaminya di saat keduanya sudah resmi bercerai? Ataukah Diana mendapatkan kebahagiaan baru bersama pria lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keadaan yang Berbeda
"Bunga ini ku persembahkan untuk kamu. Maaf merepotkan mu dan ini ku persembahkan kepada wanita yang aku sukai," ucapnya serius seraya menatap dalam mata Diana.
Deg....
Diana mematung atas ungkapan Fikri barusan. Dia memandangi bunga indah tersebut lalu beralih menatap Fikri. Lagi-lagi Diana teringat kenangan masa lalu dengan mantan suaminya. Dulu, Zio juga pernah memberikan bunga lili ketika pria itu mengungkap isi hatinya.
"Kenapa bayangan itu sulit sekali ku lupakan? Mas Danu..." hati Diana bergetar menyebut nama mantan suaminya. Tidak pernah bisa di bohongi kalau dia masih mencintai ayah dari anak yang ia kandung.
Namun, Diana kembali ke rencana awal untuk melupakan mantan suaminya. Dan ia akan memberitahukan perihal anak ini setelah Zio keluar dari penjara. Ya, Diana juga tahu masalah yang sedang di hadapi Zio. Dia di beritahu oleh mertuanya. Tak ada hal apapun yang di sembunyikan mereka terkecuali masalah kesalahpahaman yang Zio ciptakan masih menjadi hal negatif di benak Diana. Sebuah pernikahan kedua di saat dia menjadi istri Danu.
"Maaf, Fikri. Aku tidak bisa menerima bunga ini. Mending kamu berikan kepada wanita spesial tapi bukan aku." Diana menolak dengan cara mendorong pelan bunga tersebut kemudian melepaskan genggaman tangan Fikri di tangannya.
"Dan wanita spesial itu adalah kamu. Aku menyukaimu semenjak pertama kali bertemu denganmu di toko bunga. Aku juga akan menerima anak yang kamu kandung sebagai anakku." Fikri sudah mengetahui status Diana sebagai janda cerai. Tentunya info itu ia dapatkan dari salah satu pegawai Diana.
Semenjak pindah, Diana membuka usaha toko bunga kecil-kecillan. Dan selama 4 bulan ini, dia mengelolanya hingga cukup ramai dan cukup di minati banyak orang.
"Maaf, aku tidak bisa." Diana kembali menarik Cici membawanya masuk ke dalam pick up.
"Diana, tunggu. Ok, aku tidak akan memaksamu tapi ku mohon terima bunga ini," pinta Fikri memelas berharap Diana menerimanya.
Diana yang hendak membuka pintu menatap tanpa ekspresi. Cici udah lebih dulu masuk kedalam sambil memperhatikan interaksi keduanya.
"Baik, aku terima bunganya tapi aku tidak bisa menerima perasaanmu." Diana pun mengambil bunga tersebut kemudian masuk kembali tanpa tersenyum ataupun tanpa berpamitan.
Fikri menghelakan nafas berat. "Susah sekali menaklukan janda muda ini. Tapi aku harus bisa mendapatkan nya. Semangat Fikri, kau bisa. Janda semakin di depan, gaaas..." ucapnya menyemangati diri sendiri untuk terus berjuang. Sebab ia yakin tidak ada perjuangan yang akan sia-sia selagi terus berdoa dan berusaha.
********
Dinginnya lantai tak menyurutkan semangat seorang pria yang tengah berjuang menebus segala kesalahannya terhadap Tuhannya. Dan mungkin sedang berusaha menebus kesalahan pada ia lakukan kepada wanita yang masih bertahta di hatinya hingga saat ini.
Dengan begitu khusu dia beribadah menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim. Meskipun hidup di tahanan tak menyurutkan semangatnya untuk memperbaiki diri.
Dengan cara seperti ini dirinya merasakan ketenangan, dengan mendekatkan diri kepada Tuhannya, dia menjadi seorang pribadi yang lebih bersabar lagi. Tiada hal yang harus ia lakukan selain memperbaiki diri di dalam jeruji besi.
"Ck, sok alim. Emangnya Tuhan akan mengampuni dosa-dosanya? Emangnya dengan cara terus beribadah kepada Tuhan akan mempercepat proses penahanan? Ck, tidak mungkin terjadi," ujar salah satu penghuni lapas menghina Zio yang sedang beribadah. Tanpa sadar, dia juga menghina Tuhannya.
"Dia itu pria dzolim yang sudah memfitnah istrinya sendiri. Atas perbuatan yang di lakukannya membuat wanita ku cintai di permalukan. Seandainya dia mau menerimaku menjadi kekasihnya mungkin saja gadis itu tidak mengalami hal memalukan seperti saat ini," sindir Jeri yang kebetulan berada di sebelah sel Zio. Dia berkata seperti itu tanpa memikirkan dulu apa yang telah ia lakukan kepada Diana.
Zio yang baru saja selesai beribadah telinganya terasa panas istrinya di bahas. Meskipun Diana sudah menjadi mantan istri, tapi baginya Diana tetap menjadi istri yang ia cintai meski terlambat menyadari.
Zio menarik nafas dalam-dalam, kemudian membuangnya secara perlahan berharap emosinya mereda untuk tidak terpancing emosi.
"Sabar Zio, kau harus bisa mengendalikan emosimu dan kau harus bisa mengontrol amarahmu demi bisa keluar lebih cepat lagi. Ayo semangat Zio! Empat bulan lagi kau akan terbebas di sini," gumam Zio dalam hati menyemangati diri ya sendiri.
"Ada ya seorang suami berprilaku seperti itu? Membiarkan istrinya sendiri di bully, di permalukan, di hina, di fitnah sedemikian rupa oleh semua orang akibat suaminya sendiri. Kalau saya menjadi dia, tak akan ku biarkan istriku di sakiti semua orang. Ck, tampang saja boleh tampan, berpendidikan, berwibawa, tapi kelakuan melebihi hewan dan narapidana," lanjut Jeri semakin menjadi di saat Zio tak membalas apapun.
Biasanya Zio sering membalas dan berprilaku kasar. Namun, untuk beberapa Minggu ini Zio membiarkan omongan miring itu dan tidak menanggapinya. Tujuannya satu, ingin segera keluar mencari Diana kembali. Karena ia masih terpaut pada saru hati, wanita yang tanpa sengaja ia sakiti namun ternyata wanita itulah yang ia cintai sebenarnya.
Zio melipatkan alas ibadahnya tanpa memperdulikan ocehan orang-orang.
"Dia tuli kali, ya? Sok gak denger padahal dalam hati mengakui jika dia pria brengsek."
Zio duduk menyenderkan punggungnya ke dinding dengan satu kaki menekuk serta tangan di atas lutut. Matanya terpejam terus beristighfar dalam hati untuk tidak tersulut emosi.
"Gimana rasanya tidur dengan wanita murahan, Pak? Gimana rasanya istrimu jadi bahan bullyan akibat ulahmu? Bagaimana rasanya wanita yang kau cintai pergi dari hidupmu?"
Zio masih tidak membalas namun tangan kiri sudah terkepal sembari menahan untuk tidak menghajar Jeri.
"Sakit? Menyesal? Itu yang saya rasakan." Sentak Jeri benci pada pria yang tengah duduk di dinding pojok.
"Saya sakit melihat dia menangis di hina banyak orang, saya sakit cinta saya di tolak hanya karena dia memilih Anda, tapi Anda menyakitinya seperti ini. Saya menyesal tidak lebih keras lagi merebut hati dia. Seandainya saya berhasil, mungkin Diana masih ada di sini," sambung Jeri memaki Zio mengungkapkan rasa kesal dan marahnya pada Zio.
Zio membuka matanya menatap tajam pada Jeri. "Kau pikir saya tidak sakit melihat istri saya di lecehkan olehmu, hah? Kau pikir saya tidak sakit melihat dia pergi dari hidup saya? Kau pikir saya tidak sakit hidup dalam penyesalan? Saya juga sakit, Jeri. Saya sangat sakit dan menyesal telah melakukan tindakan bodoh seperti itu," balas Zio menyentak Jeri. Bahkan matanya sudah memanas ingin menangis.
Jeri diam, namun dia kembali berkata, "Saya pun menyesal telah berusaha melecehkannya. Seandainya itu tidak ku lakukan mungkin ku masih terbebas," gumam Jeri.
"Saya mencintainya," lanjut Jeri membuat Zio mengepalkan tangan kaget atas pengakuannya.
Deg....