Hanna Mahira adalah seorang wanita berumur 27 tahun. Dia bekerja sebagai karyawan staff keuangan pada sebuah cabang dari perusahaan ternama. Anna panggilannya, menjadi tulang punggung keluarga. Setelah ayahnya meninggal dunia, semua kebutuhan hidup ada di pundaknya.
Dia memiliki adik perempuan yang sekolah dengan biaya yang di tanggungnya.
Anna mencintai atasannya secara diam-diam. Siapa sangka jika sang atasan mengajaknya menikah. Anna seperti mendapatkan keberuntungan, tentu saja dia langsung menerima lamaran sang bos tersebut.
Namun, di hari pertamanya menjadi seorang istri dari seorang David Arion Syahreza membawanya pada lubang kedukaan.
Sebab di hari pertamanya menjadi seorang istri terungkap fakta yang amat menyakitkan. Bahwa David sang suami yang sangat Anna cintai mengatakan bahwa pernikahan ini adalah kesalahan terbesar yang dia lakukan.
Ada apa sebenarnya?
Anna berusaha menyingkap tabir rahasia David dan berusaha tegar atas pernikahan tersebut.
Baca kisahnya dan temani Anna mengungkap rahasia besar David
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IkeFrenhas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Ponsel bang David terdengar berdering berkali-kali. Ada rasa lega, tapi juga ada rasa kecewa di hati.
Sekuat apapun aku menolaknya, berusaha membencinya, tapi ... di lubuk hati terdalam, hatiku mengharapkan sentuhan lelaki itu.
Sentuhan yang membuat hubungan kami menjadi dekat, atau mungkin dia bisa melupakan kisah cintanya yang lain. Lalu tersemat namaku di hatinya
Menghayal. Plak.
Sadar, woy!
Lihatlah, bang David langsung melepaskan rengkuhannya. Dengan cepat dia mengangkat ponsel yang tergeletak di nakas. Kemudian berlalu meninggalkanku sendirian di kamar yang senyap ini.
Tidak, bukan kamar ini yang senyap. Melainkan hatiku yang senyap. Walau jantung berdegup kencang, rasa hampa itu telah menutupi seluruh ragaku.
Aku masih bergeming, dengan tatapan kosong. Apa yang aku lakukan?
Ah, iya ....
Aku melangkah ke luar kamar. Mencari sosok yang telah membuatku jatuh cinta dan patah hati secara bersamaan. Siapa lagi kalau bukan bang David.
Di mana, dia?
Langkahku menuju ruang kerjanya. Ingin rasanya mendobrak pintu yang tengah tertutup rapat itu. Tapi, urung kulakukan.
Aku mendekatkan telinga ke pintu, menguping pembicaraan di dalam sana.
"Aku enggak bisa ... tolong mengertilah. Aku sekarang udah jadi kakak iparmu."
"Iya, maafkan aku. Seharusnya dari dulu memutuskan hubungan kita."
"Apa? Ke Malang? Baiklah, jika itu untuk yang terakhir kalinya. Nanti aku atur waktunya dulu."
Itu ... pasti si Chubby yang telpon. Mereka masih berhubungan ternyata.
Eh, tunggu dulu. Itu Alina yang kayaknya bersikeras mempertahankan hubungan mereka. Sedangkan, bang David?
Ada apa dengannya?
Pasti ada yang disembunyikan, sesuatu yang sangat besar.
Setelah mendengar percakapannya itu, aku pun segera berlalu meninggalkan ruang kerjanya. Kembali ke kamar, mengganti pakaian.
Kemudian, aku menuju dapur menemui pembantu rumah tangga di dapur. Membantunya sebisaku, menghidangkan makan malam di meja.
Tanpa berniat menunggu, aku menyantap hidangan sendirian.
Mataku tertuju pada ruangan ini, menatap sekeliling. Rumah besar dengan design modern, sebuah ruang makan dengan ukiran besar ... apalagi hanya digunakan untuk orang dua saja.
Bagaimana lelaki itu selama ini hidup?
Sendirian menikmati hari-harinya, sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan yang ada. Aku tahu, bang David adalah seorang pekerja keras. Lebih tepatnya, seorang yang gila kerja.
Dulu, ada saatnya aku akan menunggunya hanya sekedar makan malam. Atau ... aku akan membawakan makanan untuknya, walaupun berulang kali ditolak.
Namun, makin ke sini. Waktu jualah yang merubah setiap cerita. Aku bisa lebih tidak peduli padanya.
Terserah dia mau ngapain juga.
Aku tidak perduli, lebih tepatnya ... berusaha keras untuk tidak peduli padanya.
Aku wanita yang kurang pergaulan, menghabiskan waktu hanya untuk bekerja demi melanjutkan kelangsungan hidup ke depan.
Tidak pernah berpikir tentang laki-laki. Lagipula, siapa yang mau denganku? Penampilan yang tidak menarik sama sekali.
Yang kuingat, hanya bang David yang aku kagumi bahkan sosoknya aku cintai. Namun, semakin kusadari ... dia, memang tak mungkin akan mencintaiku. Aku terlalu berharap pada pernikahan ini.
Ya, andai aku bisa sesadar ini sepanjang waktu. Aku yakin, hatiku tak akan terus tersakiti seperti ini.
Namun, apakah cinta tak mau mendengarkan logika?
Apakah logika akan selalu kalah oleh rasa itu?
Sungguh malang nasibku ini.
Napsu makanku tiba-tiba menguap entah ke mana.
Kutinggalkan nasi di piring, lantas aku menuju kamar. Iseng, kubuka aplikasi WhatsApp. Tampaklah, pesan dari pak Adrian berderet.
'Anna, kamu udah makan?'
'Anna, maaf tadi aku tidak menahanmu?'
'Anna, kamu tak marah, kan?'
'Anna, kalau aku menunggumu. Kamu bersedia kah?'
'Hmmm, tidak perlu menjawab sekarang. Pastikan dulu rasamu.'
'Anna'
'Anna'
Ya ampun! Pak Adrian. Aku menutup mulut, merasa terharu sekaligus marah.
Terharu karena pertanyaan yang dia ajukan. Marah, kenapa baru sekarang bertemu dengannya?
Namun, ada satu hal yang harus aku tanyakan padanya. Maka, aku segera mengetik pesan balasan untuknya.
'Pak, benarkah ... bapak mau menunggu saya? Tapi, kenapa bapak tidak pernah menceritakan tentang status bapak yang telah menikah?'
Gemetar aku menekan ikon kirim.
Ah, bahkan belumlah aku berkedip. Pesan yang aku kirim telah tercentang biru.
Ponselku terjatuh, saat menyadari pak Adrian menghubungi.
Sekali, dua kali ... akhirnya aku ragu-ragu untuk mengangkat. Beberapa saat menghentikan napas agar lelaki itu tidak mengetahui kegugupanku.
Entah sebenarnya dia tahu atau tidak? ck.
Aku jadi salah tingkah begini. Duh ....
"Halo ...."
"Kenapa lama sekali mengangkatnya, kamu gugup ya ....?"
Ah, dia tahu rupanya. Apa sangat jelas sekali ya?
"Anna ...."
"Ya ...?"
"Bagaimana kalau akhir pekan ini kita jalan, berdua?"
"Bapak bertanya pada saya?"
"Hahahaha. Enggak sih, cuma ngajak aja. Dan kamu harus mau."
"Ish."
"Hahahaha."
Hening.
"Oke. Daah."
Tut. Sambungan ditutup begitu saja.
Ketukan di pintu mengagetkanku. Aku segera membuka, tampak bang David berdiri di sana.
"Temani aku makan."
Aku menurut, mengekorinya menuju meja makan. Piring berisi nasiku sudah tidak ada lagi. Mungkin telah dibersihkan.
Bang David duduk, sedangkan aku segera mengambil piring lalu mengisinya dengan nasi dan lauk untuk bang David.
Setelah menghidangkan makannya, aku duduk di sebrang kursi tempat lelaki itu duduk.
Dia tidak bersuara, menikmati makan dalam diam.
Setelah selesai makan. Bang David menatapku dengan serius.
"Anna, bukankah aku pernah mengatakan jika ingin mencoba mengurai memperbaiki hubungan kita?"
Aku bergeming tidak merespon pertanyaannya. Tatapanku lurus ke depan memperhatikan raut wajahnya yang tampak datar.
"Apakah salah permintaanku itu? Aku minta maaf karena selama ini telah melakukan kesalahan padamu. Namun, biarkan aku memperbaikinya sekarang."
"Apa alasan Bang David melakukan itu?"
"Tidak ada." Dia tampak yakin, hanya saja aku masih meragukan keyakinannya. Bang David menarik napas dalam. "Aku hanya ingin mempertahankan pernikahan kita."
Aku memalingkan wajah. Menyimpan setiap kalimat yang dia lontarkan dalam kepalaku. Aku harap, suatu saat aku tidak melupakan kalimat itu.
"Aku hanya merasa ada sesuatu, Bang. Maka ... berikan aku waktu."
"Bukankah kamu mencintaiku?"
"Kadang, cinta tidak selamanya menjadi alasan bertahannya suatu hubungan. Bahkan Abang sendiri mencintai orang lain, bukan? Malah terjebak pernikahan sialan ini bersamaku. Bukankah ini suatu kesalahan yang fatal?"
"Kenapa kamu selalu mengungkit kalimat itu, Anna?"
"Ah, aku belum pernah mengatakan padamu. Kalau aku ini sangat menghafal setiap kalimat yang keluar dari orang lain."
"Ah, aku baru tahu itu. Yaa, kamu berbeda, Anna."
"Tentu ... dan mungkin Abang akan menyesalinya."
"Apa yang harus aku sesali?"
"Karena pernah bertemu denganku."
"Tidak, aku tidak menyesalinya. setidaknya untuk saat ini."
"Lihat, kan. Kita tak pernah tak bertengkar. Maka berikan aku waktu untuk berpikir kembali."
Aku berdiri, meninggalkan bang David. Ada apalagi ini?
Wahai hati bertahanlah untuk terus tegar.
sungguh menyebalkan
terus adiknya juga kenapa gak sopan gitu , rasanya gak mungkin ada yg gitu amat , gak ada segen² nya sama kaka sendiri
semangat