Alana tidak pernah menyangka bahwa satu malam di kamar nomor delapan ratus delapan akan menukar seluruh masa depannya dengan penderitaan. Di bawah pengaruh obat yang dicekoki saudara tirinya, dia terjebak dalam pelukan Kenzo Alfarezel, sang penguasa bisnis yang dikenal dingin dan tidak punya hati.
Sebulan kemudian, dua garis merah pada alat tes kehamilan memaksa Alana melarikan diri, namun kekuasaan Kenzo melampaui batas cakrawala. Dia tertangkap di gerbang bandara dan dipaksa menandatangani kontrak pernikahan yang terasa seperti vonis penjara di dalam mansion mewah.
Kenzo hanya menginginkan sang bayi, bukan Alana, tetapi mengapa tatapan pria itu mulai berubah protektif saat musuh mulai berdatangan? Di tengah badai fitnah dan rahasia identitas yang mulai terkuak, Alana harus memilih antara bertahan demi sang buah hati atau pergi meninggalkan pria yang mulai menguasai hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15: Ibu Mertua Yang Angkuh
Alana merasa ada sesuatu yang sangat buruk akan terjadi padanya ketika dia melihat kilatan aneh di mata ibu mertua yang angkuh itu. Sosok wanita bernama Widya Alfarezel tersebut segera berdiri dan memberikan isyarat dengan kipas sutra di tangannya agar Alana mengikuti langkahnya.
Mereka berjalan menyusuri lorong panjang yang dihiasi oleh deretan guci keramik antik yang nilainya mungkin bisa membeli seluruh rumah lama Alana. Suasana mendadak menjadi sangat dingin ketika Widya berhenti tepat di depan sebuah pintu besi yang tersembunyi di balik lukisan besar.
"Masuklah dan jangan mencoba untuk mengeluarkan suara sekecil apa pun jika kau masih ingin bernapas dengan tenang," ucap Widya dengan nada yang sangat tajam.
Alana terpaksa melangkah masuk ke dalam ruangan yang hanya diterangi oleh beberapa batang lilin yang menyala di sudut-sudut dinding. Bau kemenyan yang sangat tipis mulai tercium dan membuat bulu kuduk Alana berdiri tegak karena rasa takut yang sangat luar biasa.
Di tengah ruangan itu terdapat sebuah meja marmer panjang yang di atasnya sudah tersedia berbagai macam ramuan tradisional di dalam mangkuk tanah liat. Widya menatap Alana dengan pandangan yang sangat merendahkan seolah wanita muda itu hanyalah sebuah benda yang tidak memiliki nyawa sama sekali.
"Minum ini sekarang juga agar janin di dalam perutmu itu tumbuh menjadi kuat dan tidak memalukan keluarga Alfarezel," perintah Widya sambil menyodorkan mangkuk berisi cairan hitam pekat.
Alana menatap cairan yang beraroma sangat menyengat itu dengan rasa mual yang mendadak menyerang lambungnya dengan sangat hebat. Dia menggelengkan kepala dengan perlahan sambil terus memegangi perutnya yang mulai terasa kencang akibat ketegangan yang dia alami sejak pagi tadi.
"Saya tidak tahu apa isi dari cairan ini, jadi saya tidak bisa meminumnya tanpa seizin dari dokter pribadi Kenzo," jawab Alana dengan suara yang sangat gemetar.
Widya tiba-tiba tertawa dengan suara yang sangat nyaring namun terdengar sangat hampa dan sangat mengerikan bagi pendengaran Alana yang malang. Dia mencengkeram rahang Alana dengan sangat kuat hingga kuku-kuku jarinya yang panjang meninggalkan bekas kemerahan yang sangat dalam di kulit wajah Alana.
"Kau pikir kau punya posisi untuk menawar di rumah ini, kau hanyalah rahim sewaan yang kebetulan beruntung bisa mengandung benih putraku!" bentak Widya dengan mata yang membelalak lebar.
Alana meringis kesakitan sementara air mata mulai mengalir membasahi pipinya yang pucat akibat tekanan fisik yang baru saja dia terima. Dia merasa seolah-olah seluruh dunia sedang bersekongkol untuk menghancurkan hidupnya secara perlahan-lahan di dalam mansion mewah yang menyerupai neraka ini.
Dengan paksa, Widya mencoba menuangkan cairan pahit itu ke dalam mulut Alana hingga wanita muda itu terbatuk-batuk dan hampir kehilangan kesadarannya. Alana terus meronta-ronta untuk melepaskan diri namun tenaga Widya ternyata jauh lebih kuat daripada yang terlihat dari tubuh ringkihnya tersebut.
"Hentikan semua kegilaan ini sekarang juga sebelum aku benar-benar kehilangan kesabaranku terhadapmu, Ibu!" teriak sebuah suara bariton yang sangat menggelegar dari arah pintu.
Kenzo berdiri di sana dengan wajah yang sangat merah padam akibat amarah yang sudah mencapai puncaknya setelah melihat perlakuan ibunya sendiri. Dia segera melangkah maju dan menarik Alana ke dalam dekapannya yang sangat hangat namun terasa sangat kaku akibat rasa emosi yang meluap-luap.
Widya hanya mendengus sinis sambil merapikan kembali pakaiannya yang sedikit berantakan akibat pergulatan singkat yang baru saja terjadi. Dia menatap putranya dengan pandangan yang sangat tidak setuju seolah-olah Kenzo baru saja melakukan kesalahan besar karena membela wanita rendahan seperti Alana.
"Aku hanya ingin memastikan bahwa cucuku mendapatkan nutrisi yang terbaik, Kenzo, jangan berlebihan dalam menyikapi hal ini," ucap Widya dengan sikap yang sangat tenang.
Kenzo tidak mempedulikan alasan ibunya dan segera membimbing Alana keluar dari ruangan lembap itu dengan langkah kaki yang sangat cepat dan sangat tegas. Alana hanya bisa bersandar pada dada bidang Kenzo sambil mencoba mengatur napasnya yang masih terasa sangat sesak dan sangat berat.
Setelah sampai di dalam kamar, Kenzo segera mengunci pintu dan menatap Alana dengan sebuah pandangan yang sangat sulit untuk diartikan oleh siapa pun. Alana merasa ada rahasia besar yang sedang disembunyikan oleh Kenzo di balik pintu kamar yang selalu tertutup rapat setiap malam hari.