SEASON 1
Menceritakan seorang gadis Jovanka Aretha Nathania yang dipaksa menikah karena perjodohan, akankah pernikahannya berlangsung lama?
COVER FROM PINTEREST
SEASON 2
Orin Quenby Winata putri dari pasangan Arga dan Retha kini sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Selain cantik dirinya juga digadang-gadang sebagai primadona sekolahnya.
Namun apalah daya tidak semua wajah cantik yang menyerupai bidadari itu membuat hidupnya berjalan lurus, justru dia harus menikmati kerumitan tentang cinta yang dia alami. Mau tahu kelanjutannya? Jangan lupa buat tap favorit like dan juga vote ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dina Trisnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
Matahari mulai bangkit menyinari cahaya hangatnya ke permukaan bumi. Retha mulai mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam matanya. Retha merasakan sedikit aneh pada tubuhnya, dia merasakan ada kehangatan didalam dirinya. Setelah sepersekian detik akhirnya tubuh Retha benar-benar sudah tersadar saat ini. Diraba tangan besar yang memeluknya erat, ada rasa kehangatan yang mengalir dari tangan ini.
Wajah Retha merona, tiba-tiba jantungnya berdegup kencang lagi. Ah seharusnya aku tidak seperti ini, pikir Retha.
Retha pun bergegas turun dari ranjang dan menuju ke kamar mandi. Dia hari ini berniat untuk mengunjungi dokter yang biasa menangani nyeri kepalanya. Dia menurunkan tangan Arga dengan hati-hati agar tidak mengganggu tidurnya.
Setelah selesai membersihkan diri Retha menyiapkan segala kebutuhan Arga untuk pergi ke kantor. Setalah menyelesaikan pekerjaannya Retha turun ke bawah untuk membuat sarapan. Hari ini dia memasak nasi goreng dan telur ceplok untuk menu sarapan mereka.
Tak beberapa lama Arga pun turun menuju meja makan. Kini prianya itu sudah rapi dengan setelan jas yang pas untuk ukuran tubuhnya.
Arga pun mendekati Retha yang sedang menata makanan.
Cup
Arga mencium kening Retha. Retha yang mendapat perlakuan Arga seperti itu pun tersentak kaget. Kakinya mundur beberapa langkah untuk dapat melihat wajah prianya itu.
"Aku mau setiap pagi ada morning kiss seperti ini, bolehkah?" Tanya Arga pada Retha yang masih terpaku menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Rona bahagia tidak bisa disembunyikan lagi dari wajah Retha. Rasanya kini tubuhnya seperti melayang-layang diatas awan. Dia hanya menjawab dengan anggukan karena bibirnya masih kelu untuk menjawab pertanyaan Arga.
"Hari kau mau kemana?" Tanya Arga pada Retha yang sudah rapi pagi ini.
"Emm". Retha bingung harus menjawab apa pasalnya hari ini dia ingin menemui dokternya tapi dia tidak ingin Arga tahu, terlebih dia tidak pandai berbohong.
"Aku akan pergi ke rumah teman ku". Ucapnya gugup.
"Cewek atau cowok?" Tanya Arga penasaran.
"Cewek yang waktu itu ada di cafe bersamaku, kau tak lupa kan?"
"Mau aku antar?"
"Tidak usah aku bisa berangkat sendiri, lagian kau pasti sibuk, bukan begitu tuan muda Arga?" Tanya Retha sambil tersenyum.
"Haha baiklah hati-hati dijalan, jangan pulang terlalu malam".
"Oke".
Mereka pun sarapan dengan diam tak ada seorangpun yang mengucapkan sepatah kata. Mereka masih bergelut dengan pikiran masing-masing tentang perasaan mereka pada satu sama lain.
Selesai makan Arga langsung bergegas pergi ke kantor karena ada meeting pagi ini. Retha pun begitu sebelum menemui dokternya Retha terlebih dahulu membersihkan bekas sarapannya.
Setelah semua pekerjaan rumah selesai Retha pun bergegas menuju rumah sakit untuk bertemu dengan dokter yang biasa menangani penyakitnya.
Satu jam kemudian Retha sampai di rumah sakit. Dia menuju ruangan dokter Kenan. Setelah sampai didepan ruangan dokter Kenan Retha mengetuk pintu ruangan dokter Kenan.
Tok
Tok
Tok
"Masuk". Kata orang yang ada didalam ruangan itu.
Retha pun segera masuk dan duduk di depan dokter Kenan. Dokter Kenan yang melihat kedatangan Retha pun sedikit terkejut pasalnya Retha sudah cukup lama tidak mendatanginya.
"Ada apa re? apa kau sudah berubah pikiran?" Tanya dokter Kenan penasaran dengan kedatangan Retha yang tiba-tiba.
Retha sudah mengenal dokter Kenan sejak lama. Sejak Retha mengetahui penyakit yang diderita. Sebenarnya dokter Kenan sudah menyuruh Retha melakukan operasi tapi Retha masih dengan keras kepalanya menolak tawaran dokter Kenan.
"Aku tidak pernah berubah pikiran, aku hanya minta obat, obat yang kemarin kurang bereaksi". Kata Retha datar.
"Re jangan keras kepala, kau tahu kan resiko penyakitmu itu?" Tanya dokter Kenan sedikit sebal karena keras kepala Retha.
"Aku tahu, aku bisa meninggal kapan saja dokter".
"Jangan memanggilku doktar-dokter aku tidak menyukai itu". Ucap dokter Kenan ketus. Retha pun terkekeh dengan jawaban dokter Kenan.
"Kau tidak mau kan meninggal tiba-tiba?" Tanya dokter Kenan lagi.
"Menurutku itu lebih baik, aku tidak mau orang disekitarku bersedih jika mengetahui penyakit ku".
"Jika aku tidak mau memberimu obat bagaimana?"
"Aku akan memaksamu". Kata Retha datar.
"Kalau aku tetap tidak mau bagaimana?"
"Aku akan pergi, permisi". Retha pun bangkit dari tempat duduknya dan hendak keluar ruangan dokter Kenan.
"Aku akan memberimu obat tapi sebagai imbalannya kau harus makan siang denganku, bagimana?"
"Baiklah kita akan makan siang di kantin rumah sakit, mana obatku?"
"Ini". Dokter Kenan menyerahkan satu botol penuh butir pil kepada Retha.
Retha pun segera mengambil botol obat itu dan melangkah pergi meninggalkan ruangan dokter Kenan.
"Aku ingin berkeliling dulu disini, nanti jika sudah jam makan siang aku tunggu di kantin". Kata Retha dan hanya diangguki oleh dokter Kenan.
"Kau kenapa masih keras kepala re, aku tidak mau melihatmu kesakitan, aku harus bagaimana?" Gumam dokter Kenan.
Retha pun berkeliling rumah sakit, melihat orang-orang sedang barlalu lalang di koridor rumah sakit. Mata Retha tertuju pada dua orang lansia yang berada didalam ruang inap. Retha berjalan menghampiri mereka.
Dilihatnya sang kakek dengan telaten menyuapi sang nenek yang sedang duduk di ranjang rumah sakit. Hati Retha tersentuh dengan pemandangan itu, akankah dia bisa menua bersama dengan orang yang dicintainya.
"Permisi kek nek, bolehkah aku duduk disini?" Tanya Retha sambil menunjuk bangku kosong disebelah ranjang sang nenek.
"Silahkan nak". Ucap sang nenek.
"Wah aku iri dengan kalian, kalian sudah cukup berusia tapi masih saja terlihat mesra". Ucap Retha sambil tersenyum.
"Kamu bisa saja nak, kalau tidak aku yang merawat nenek siapa lagi? anak-anak kita tinggal di tempat yang jauh dan mereka sudah punya keluarga sendiri jadi tidak mungkin mereka merawat nenek." Kata sang kakek sedikit sedih meskipun menutupi dengan senyuman.
"Kau sudah menikah?" Tanya sang nenek pada Retha.
"Sudah nek, aku dijodohkan". Ucap Retha sendu.
"Tak apa nak, dulu kami juga dijodohkan dan lihatlah kami bisa bertahan sampai tua, memang dipertama pernikahan hubungan kami sangat buruk tapi lambat laun hubungan kami membaik dan ternyata kami saling mencintai dan takut untuk kehilangan satu sama lain." Kata sang nenek.
"Semoga saja hubunganmu dan suamimu juga membaik, orang tua kalian menjodohkan kalian pasti punya alasan tersendiri mereka ingin yang terbaik untuk anak-anaknya". Ujar sang kakek.
Retha pun tersenyum akankah hubungannya dengan Arga akan membaik dan menjalani pernikahan layaknya suami istri yang sesungguhnya. Sebetulnya Retha ingin egois dia menginginkan Arga agar selalu disampingnya tapi dia takut jika dia meninggalkan Arga dan membuatnya bersedih. Ah memikirkan itu membuat Retha menjadi pusing.
Jerry aja rayuan nya selangit apa lagi papa Arga nya hmm
lanjut donk