NovelToon NovelToon
TERKUTUK! Rumah Tua Ini Simpan Rahasia Kematian Ibuku Yang Sebenarnya!

TERKUTUK! Rumah Tua Ini Simpan Rahasia Kematian Ibuku Yang Sebenarnya!

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Trauma masa lalu / Keluarga / Roh Supernatural / Romansa
Popularitas:37
Nilai: 5
Nama Author: Bangjoe

Setelah kematian ayahnya, Risa Adelia Putri (17) harus kembali ke rumah tua warisan mendiang ibunya yang kosong selama sepuluh tahun. Rumah itu menyimpan kenangan kelam: kematian misterius sang ibu yang tak pernah terungkap. Sejak tinggal di sana, Risa dihantui kejadian aneh dan bisikan gaib. Ia merasa arwah ibunya mencoba berkomunikasi, namun ingatannya tentang malam tragis itu sangat kabur. Dibantu Kevin Pratama, teman sekolahnya yang cerdas namun skeptis, Risa mulai menelusuri jejak masa lalu yang sengaja dikubur dalam-dalam. Setiap petunjuk yang mereka temukan justru menyeret Risa pada konflik batin yang hebat dan bahaya yang tak terduga. Siapa sebenarnya dalang di balik semua misteri ini? Apakah Bibi Lastri, wali Risa yang tampak baik hati, menyimpan rahasia gelap? Bersiaplah untuk plot twist mencengangkan yang akan menguak kebenaran pahit di balik dinding-dinding usang rumah terkutuk ini, dan saksikan bagaimana Risa harus berjuang menghadapi trauma, dan Pengkhianatan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bangjoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 25: Terjebak di Kegelapan Loteng!

“Kevin!”

Suara Risa pecah, tercekat di tenggorokannya yang kering. Ia berhenti di anak tangga terakhir, di antara labirin bayangan yang menari-nari di ruang tengah. Jantungnya berdebar, memukul-mukul rusuknya dengan brutal, seolah ingin melarikan diri dari tubuhnya sendiri. Ia berbalik, panik, tatapannya menyapu kegelapan di atas. Pintu cermin itu kini tertutup rapat, hanya menyisakan pantulan remang-remang dari lilin yang masih menyala di bawah.

“Kevin!” panggil Risa lagi, kali ini lebih keras, suaranya bergetar. Ia mencoba berlari kembali, menerobos kegelapan, naik tangga menuju pintu cermin yang menjadi gerbang ke loteng terkutuk itu. Namun, kakinya terasa berat, seolah terpaku di lantai. Ada sesuatu yang menahannya, tarikan tak kasat mata yang menjepitnya di tempat.

Seketika, hawa dingin yang menusuk tulang merayap naik dari bawah lantai, memeluk kakinya, merambat ke seluruh tubuhnya. Risa menggigil, bukan hanya karena dingin, tapi juga karena kengerian yang mencekam. Bisikan-bisikan mulai mengelilinginya, berdesir seperti angin musim gugur yang membawa kabar buruk. Bukan bisikan-bisikan yang menuntunnya seperti sebelumnya, ini adalah bisikan-bisikan jahat, tawa-tawa melengking yang menggema dari dinding, dari sudut-sudut yang gelap, dari cermin besar yang kini tampak lebih menyeramkan dari biasanya. Cermin itu. Lagi-lagi cermin itu.

Dalam pantulan cermin, di antara bayangan yang bergoyang, Risa melihatnya. Refleksi dirinya sendiri tampak pucat pasi, matanya membelalak ketakutan. Namun, ada yang aneh. Di belakang pantulan dirinya, di kegelapan cermin, muncul bayangan samar. Sosok wanita berambut panjang terurai, dengan wajah yang mengerikan, menyeringai padanya. Bukan hantu yang baru saja ia lihat di loteng. Ini… ini adalah hantu lain. Atau mungkin… hantu yang sama, tapi kini lebih dekat, lebih nyata, lebih… mengancam. Sosok itu perlahan mendekat ke arah pantulan Risa, tangannya terulur seolah ingin meraihnya, jari-jari panjangnya yang kurus, berkuku hitam, nyaris menyentuh bahu Risa yang terpantul.

Risa menjerit. Jeritan itu tercekat, tersangkut di kerongkongan. Ia memejamkan mata, memalingkan wajah, menolak melihat kengerian itu. Ia tahu, jika ia melihatnya lebih lama, ia akan gila. Ia akan menyerah pada ketakutan yang menggerogoti jiwanya. Ia mencengkeram liontin kunci di lehernya, mencarinya, meremasnya erat-erat, seolah itulah satu-satunya jangkar yang tersisa dalam badai kepanikan yang melanda.

Liontin itu berdenyut hangat di telapak tangannya. Cahaya samar kembali muncul, bukan sekuat di loteng, tapi cukup untuk mengusir sedikit kegelapan yang mengepungnya. Bisikan-bisikan mereda sejenak, tawa-tawa setan itu menghilang, digantikan oleh keheningan yang lebih mencekam. Risa membuka matanya perlahan. Sosok di cermin sudah lenyap. Hanya ada pantulan dirinya yang ketakutan, dan di belakangnya, kegelapan ruang tengah yang pekat.

Namun, ketenangan itu semu. Dari arah pintu cermin di atas, terdengar suara keributan. Bukan lagi bisikan, melainkan suara benda-benda jatuh, gesekan keras, dan sesuatu yang terdengar seperti… perjuangan. Kevin. Dia masih di sana. Sendirian, menghadapi entitas itu. Rasa bersalah menghantam Risa seperti ombak besar. Kevin menyelamatkannya, mendorongnya keluar, tapi dia sendiri terjebak. Dia tidak boleh membiarkan Kevin sendirian. Tidak akan pernah.

Risa mengumpulkan sisa-sisa keberaniannya. Ia menatap ke atas, ke arah pintu cermin yang terkunci rapat. Kevin membutuhkan dia. Liontin ini… pasti ada gunanya. Ia yakin, entah bagaimana, liontin ini terhubung dengan ibunya, dengan rahasia rumah ini, dan dengan kekuatan yang bisa melindunginya.

“Kevin!” panggil Risa lagi, dengan tekad yang lebih bulat. Ia mulai menaiki anak tangga, satu per satu, kakinya yang tadi terasa berat kini bergerak lebih mantap. Dingin masih menusuk, bisikan-bisikan kembali berdesir, tapi Risa tidak lagi peduli. Fokusnya hanya satu: Kevin.

Saat ia tiba di depan pintu cermin, ia mencoba menarik gagangnya, memutarnya, tapi pintu itu terkunci rapat. Terkunci dari dalam. Atau mungkin… terkunci oleh kekuatan lain. Kepanikan kembali menyergapnya. Bagaimana ia bisa masuk? Bagaimana ia bisa membantu Kevin?

Dari balik pintu, suara Kevin terdengar. Samar, teredam, tapi itu jelas suaranya. “Risa! Lari! Jangan ke sini!”

Risa menggelengkan kepala. “Tidak! Aku tidak akan meninggalkanmu!” Ia memukul-mukul permukaan cermin itu, berharap bisa mendobraknya, berharap keajaiban akan terjadi. Tapi cermin itu tetap kokoh, memantulkan wajahnya yang penuh air mata dan keputusasaan.

“Risa, lari! Dia… dia kuat!” Suara Kevin terdengar terengah-engah, diselingi suara erangan. Ada suara hantaman keras, seolah sesuatu terlempar, diikuti oleh keheningan singkat yang memekakkan telinga. Lalu, terdengar suara rintihan tertahan. Kevin. Pasti Kevin.

Darah Risa serasa mendidih. Dia tidak bisa diam saja. Ia harus melakukan sesuatu. Ia menatap liontin di tangannya. Kekuatan apa yang disimpannya? Bagaimana cara menggunakannya? Liontin itu terasa lebih hangat sekarang, cahayanya berdenyut-denyut, seolah merespons gejolak emosinya.

“Tunjukkan padaku,” bisik Risa pada liontin itu, pada ibunya, pada siapapun yang bisa mendengarnya. “Tunjukkan padaku caranya.”

Dari dalam loteng, terdengar tawa hantu yang melengking, kali ini lebih dekat, lebih menyeramkan. Tawa itu diikuti oleh suara benda pecah dan erangan Kevin yang lebih jelas. “Risa… pergi…”

Risa memejamkan mata. Otaknya berputar, mencoba mengingat setiap detail yang pernah ia alami. Bisikan-bisikan ibunya, cahaya liontin, perasaan aneh yang selalu menyertainya. Indra keenam. Apakah ini maksudnya? Apakah ia bisa melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar merasakan?

Tiba-tiba, sebuah ide melintas di benaknya, datang begitu saja, seperti bisikan angin. Liontin ini… kunci. Kunci untuk membuka apa? Bukan hanya pintu. Tapi juga rahasia. Dan mungkin… membuka jalan.

Dengan tangan gemetar, Risa mengangkat liontin itu tinggi-tinggi, mendekatkannya ke permukaan cermin. Ia merasakan energi aneh mengalir dari liontin, menyengat telapak tangannya, merambat ke lengannya. Udara di sekitarnya menjadi tebal, bergetar.

“Buka,” bisik Risa, suaranya dipenuhi tekad yang membara. “Buka, untuk Kevin.”

Liontin itu memancarkan cahaya perak yang lebih terang dari sebelumnya, seolah menyalurkan seluruh energi yang dimilikinya. Cahaya itu menembus permukaan cermin, menciptakan riak-riak kecil di permukaannya, seperti air yang bergelombang. Risa melihat retakan-retakan kecil mulai muncul di cermin, bukan retakan fisik, melainkan retakan energi, pola-pola cahaya yang berpendar. Seolah-olah cermin itu bukan lagi benda padat, melainkan portal yang mulai terbuka.

Dalam retakan-retakan cahaya itu, Risa bisa melihat samar-samar apa yang terjadi di dalam loteng. Kevin terbaring di lantai, wajahnya pucat, tangannya memegangi dadanya. Di atasnya, melayang sosok hantu wanita itu, dengan mata merah menyala, siap melancarkan serangan terakhir. Wajahnya dipenuhi dendam dan amarah. Hantu itu bersiap. Bersiap untuk membunuh Kevin.

Tidak. Tidak akan kubiarkan, pikir Risa. Ia mendorong liontin itu lebih kuat ke cermin, menyalurkan seluruh kekuatannya, seluruh emosinya, seluruh harapannya. Retakan cahaya semakin membesar, membentuk celah yang cukup untuk dilewati. Cahaya perak itu kini membakar kulitnya, panas, tapi Risa tidak peduli. Ia hanya punya satu tujuan. Menyelamatkan Kevin. Menyelamatkan teman yang selalu ada untuknya, yang selalu melindunginya, bahkan saat ia sendiri ketakutan setengah mati.

Dengan dorongan terakhir, Risa melangkah maju, menerobos celah cahaya. Rasa dingin yang menusuk kembali menyergapnya, tapi kali ini bercampur dengan bau debu tua dan bau amis yang memuakkan. Ia berhasil masuk. Masuk ke dalam loteng terkutuk itu, ke dalam sarang entitas yang haus darah. Namun, saat Risa menginjakkan kaki di lantai loteng, celah di cermin di belakangnya mulai menutup, perlahan, seolah ia telah melewati batas yang tidak seharusnya. Cahaya dari liontin meredup, dan kegelapan loteng kembali menelan mereka. Ia dan Kevin, kini terjebak di dalam, dengan entitas jahat itu, dan rahasia yang lebih gelap, yang siap menerkam mereka kapan saja.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!