Lily, seorang mahasiswi berusia dua puluh tahun, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis hanya karena satu malam yang penuh jebakan. Ia dijebak oleh temannya sendiri hingga membuatnya terpaksa menikah dengan David Angkasa Bagaskara- seorang CEO muda, tampan, namun terkenal dingin dan arogan.
Bagi David, pernikahan itu hanyalah bentuk tanggung jawab dan penebusan atas nama keluarga. Bagi Lily, pernikahan itu adalah mimpi buruk yang tak pernah ia minta. Setiap hari, ia harus berhadapan dengan pria yang menatapnya seolah dirinya adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, di balik sikap angkuh dan tatapan tajam David, Lily mulai menemukan sisi lain dari pria itu.
Apakah Lily mampu bertahan dalam rumah tangga tanpa cinta itu?
Ataukah perasaan mereka justru akan tumbuh seiring kebersamaan atau justru kandas karena ego masing-masing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diandra_Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Desahan di Ruang CEO
Sinar mentari semakin naik dan menyilaukan. Lily terbangun dari tidur lelapnya. Beberapa kali ia mengerjapkan mata, sampai akhirnya kesadarannya penuh.
"Eeuhhhh..." Wanita itu menggeliat, meregangkan otot-ototnya yang kaku. Rasa pegal masih dirasakannya akibat pertempuran semalam. Namun karena tidur yang berkualitas, ia menjadi lebih segar saat bangun.
Lily mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan, tak ia temukan David di kamar ini.
'Kemana pria itu? Ini kan hari libur?' tanyanya dalam hati.
Lily mengendikkan bahunya lalu beranjak dari kasur. Ia mengikat rambutnya yang terurai berantakan, sementara saat ini dirinya hanya memakai kimono berbahan sutra.
Saat ia hendak beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, tiba-tiba matanya memicing pada meja tempat lampu tidur terpasang. Disana ada segelas minuman yang ditutup.
Gelas tinggi itu berwarna kuning kecoklatan dengan irisan lemon. Lily mengernyit sambil mendekat karena penasaran.
"Minuman siapa ini?" Ia terlihat bingung.
"Apa ini? Kertas apa ini?"
Dibawah gelas tersebut terselip secarik kertas. Lily perlahan membuka kertas itu yang ternyata sebuah pesan yang David.
[Ini minuman untukmu agar tubuhmu lebih segar. Terima kasih untuk yang semalam. Aku berangkat ke kantor karena ada urusan penting. Jangan hubungi aku karena aku tidak mau diganggu]
Kedua sudut bibir wanita itu tiba-tiba terangkat hingga menampakkan lesung pipi yang membuatnya terlihat sangat manis. Meski kata-kata David masih terdengar sarkas, namun tersimpan sedikit perhatian yang lagi-lagi membuat Lily tersentuh.
"Mas Dav bilang terima kasih? Dia juga menyiapkan ini untukku?" Pipinya menghangat. Lily berpikir David sudah mulai berubah. Akhir-akhir ini David sering memberinya perhatian meskipun dengan kata-kata yang ketus dan wajah yang datar.
Lily meraih segelas minuman herbal itu lalu menegaknya hingga tandas. Mood-nya benar-benar sangat baik pagi ini. Padahal semalam dia sangat kesal karena David terus saja mengingatkan bahwa Lily hanyalah seorang budak.
"Dasar Mas Dav, hari libur saja masih kerja. Apa dia gak capek?" Tiba-tiba Lily ingat dengan pergumulannya semalam. David begitu gagah hingga pria itu terus menggempurnya tanpa ampun semalam. Wanita itu jadi sedikit merasa bersalah, mengingat saat David berbicara sebelum ia tidur, Lily malah mengabaikannya.
"Ehm, aku harus berterima kasih karena Mas Dav sudah menyiapkan ini untukku. Gimana kalau aku masak dan bawakan dia makanan saja? Mas Dav kan cuma bilang supaya aku jangan menghubunginya, bukan melarangku untuk datang ke kantor."
Entah ide darimana, tiba-tiba Lily punya inisiatif seperti itu.
Wanita itu bergegas menuju kamar mandi. Ia hendak membersihkan diri dari lengketnya ciaran senggama di bagian pahanya yang mulai mengering dan area sensitifnya yang masih terasa basah. Bagaimana tidak, entah sudah keberapa kali ia mencapai orgasme hingga membuat wanita itu begitu lelah namun nikmat.
Lily memilih dress selutut berwarna biru muda. Dress dengan model baby doll itu membuatnya terlihat sangat imut. Rambut panjang yang sedikit bergelombang ia biarkan tergerai. David sangat suka jika rambut Lily digerai, katanya terlihat lebih dewasa daripada dikuncir kuda.
Setelah menyematkan makeup natural dan menyemprotkan parfum pada tubuhnya, ia pun keluar dari kamar. Berjalan dengan perasaan riang menuju lantai bawah untuk segera melakukan ritual sarapan.
Suasana sunyi di rumah mewah ini sudah seperti teman baginya. Lily bahkan sudah terbiasa sarapan sendiri. Namun itu menguntungkan baginya daripada harus duduk satu meja dengan Ricardo. Untung saja pria menyebalkan itu tidak pernah ada di setiap pagi dirinya sarapan. Kemana pria itu, Lily nampaknya tidak peduli.
"Pagi, Mbak Sari!" sapa Lily pada pelayan yang setia menunggunya keluar dari kamarnya itu.
"Selamat pagi, Nona Lily. Waah, nona cantik sekali. Mau sarapan apa? Biar saya siapkan?" tanyanya. Meski sudah terhidang makanan lezat di meja makan, namun Sari sudah tahu jika Lily jarang makan nasi jika pagi hari.
"Aku mau sereal saja, Mbak," ujar Lily seraya menjatuhkan tubuhnya di kursi meja makan besar itu sendirian.
Entah kapan meja makan ini akan penuh dengan penghuninya? Lily sendiri heran, mengapa Tuan Handoko dan Nyonya Amanda yang tak lain adalah mertuanya sendiri jarang sekali ada di rumah?
Terakhir kali Lily bertemu dengan Tuan Handoko setelah sehari pernikahannya dengan David, itu artinya sudah hampir satu bulan mereka tidak bertemu lagi. Sementara dengan Nyonya Amanda, terakhir kali bertemu saat Ibu mertuanya itu mengantarnya ke rumah orang tuanya. Setelah itu, ia tidak pernah bertemu lagi dengan ibu mertuanya tersebut.
Lily serapan sendiri dalam kesunyian. Tiba-tiba saja ia bertanya sesuatu pada pelayan pribadinya itu.
"Mbak, apa Mas David sering ke kantor saat weekend?" tanyanya penasaran.
"Ehm, Tuan David jarang sekali ada di rumah, Non. Jadi jadwalnya pun tidak bisa ditentukan. Kadang jika bukan weekend pun beliau jarang pulang ketika pekerjaan menumpuk. Tapi jika senggang, jangankan hari libur, hari biasa pun kadang Tuan David memilih untuk berdiam diri di rumah."
Lily mengangguk-ngangguk sambil membulatkan bibirnya membentuk huruf o. Ia kemudian bertanya lagi pada pelayannya.
"Apa yang Mas David suka, Mbak? Aku mau ke kantor dan beri dia kejutan," ucapnya seraya melahap semangkuk sereal dihadapannya.
"Ehm, apa ya? Tuan David suka makanan manis. Dia paling lahap jika pelayan dapur membuat kudapan yang ada santannya," tutur Sari si pelayan muda yang ditugaskan untuk melayani Lily di rumah ini.
"Yang ada santannya? Kolak maksudnya?"
"Bukan, Nona. Saya pernah lihat Tuan David menikmati bubur ketan hitam. Untuk makanan berat pun, Tuan David memang suka makanan berkuah santan. Meski beliau besar di luar negeri, namun Tuan Dav suka dengan makanan khas Indonesia seperti rendang ataupun opor ayam."
Lily mengangguk paham. Namun jika membuat makanan itu, sepertinya butuh waktu yang lama.
"Aku buat bubur ketan hitam saja. Rendang dan opornya aku beli di resto. Pasti Mas Dav akan suka," ucapnya sangat yakin.
Lily dengan bersemangat pergi menuju dapur. Berbekal resep yang ia lihat pada channel YouTube, dirinya pun bergegas untuk membuatkan bubur ketan hitam spesial untuk David. Ia juga memerintahkan Sari untuk pergi ke rumah makan di seberang komplek elite itu. Dirinya memesan bermacam-macam lauk matang yang akan ia tata pada kotak makan agar terlihat seperti masakan buatannya sendiri.
"Bohong dikit ga apa-apa lah ya. Aku kan pengen dipuji Mas Dav," ujarnya bersenandika.
Tak butuh waktu lama, bubur pun sudah jadi. Para pelayan dapur yang memperhatikan ingin memberikan komentar mereka. Namun tentu saja tidak berani. Siapa yang berani berkomentar pada majikan di rumah ini?
"Mbak itu ketannya belum matang. Santannya pun pecah. Tampilannya pun kurang menarik," ujar salah satu pelayan dapur.
"Husst, jangan keras-keras. Points pertama di rumah ini, majikan selalu benar. Jadi jangan macam-macam dan jangan berkomentar!" tegas pelayan dapur paling senior.
"Ta–tapi..."
Semuanya bungkam. Tak berani bicara lagi saat sang majikan sudah selesai dan siap untuk berangkat.
"Bubur sudah siap. Nasi dan lauknya pun sudah siap. Aku gak sabar pengen cepet-cepet nympe dan kasih kejutan. Semoga Mas Dav suka."
Lily berangkat bersama supir pribadi di rumah itu. Namanya Pak Beno, dia langsung sigap mengantar ke kantor meksipun sedikit terheran-heran karena hari ini adalah hari libur.
"Permisi, maaf ada yang bisa saya bantu?" tanya security yang berjaga di pintu masuk perusahaan tersebut.
Nampak beberapa mobil terparkir di halaman luas kantor suaminya itu. Meski hari libur, namun beberapa pekerja ada yang masuk lembur.
Lily melebarkan senyumnya, tak sabar untuk memberi kejutan ini pada suaminya. Ia merasa kasihan pada David karena harus tetap bekerja di hari libur ini.
"Saya mau bertemu dengan Mas David, Pak," ucapnya polos. Ditangannya menenteng makanan yang sudah ia susun dalam rantang.
"Oh, Pak David maksudnya. Kebetulan hari ini beliau memang datang. Maaf apa anda sudah membuat janji terlebih dahulu?" tanya security yang memang tidak mengenal Lily karena ini adalah kali pertama Lily datang kemari.
"Apa seorang istri harus membuat janji lebih dulu ya?" tanyanya lagi dengan wajah lugu yang khas. Pertanyaan itu sontak membuat security itu mengerutkan keningnya bingung.
"Apa maksud anda? Apakah anda ini Nona Lily?" tebak security itu. Ia memang belum pernah bertemu secara langsung, namun wajah Lily tentu saja familiar. Apalagi setelah skandal yang menghebohkan waktu itu.
Lily mengangguk mantap. Security yang melihat kedatangan Tuannya pagi tadi hanya sendirian tentu saja langsung mempersilahkan wanita itu untuk masuk.
"Biar saya antar, Nona!"
Lily sangat senang. Ternyata dirinya diterima baik di kantor ini.
"Sepi ya, Pak,"ujarnya saat mereka berdua memasuki lift.
"Iya, Nona. Karena ini hari libur. Cuma ada stap bawah yang lembur. Itu pun cuma beberapa," sahut pak security ramah.
Lily mengangguk paham. Ia kembali terdiam dengan perasaan yang mulai gugup namun tak sabar. Wanita itu terus mengulum senyumnya, sampai akhirnya lift itu terbuka di lantai 19.
"Ruangannya paling ujung, Nona. Yang ada tulisan CEO. Mau saya panggillan Tuan Dav?"
"Oh, gak perlu, Pak. Sampai sini saja. Saya mau kasih kejutan buat Mas Dav."
Security itu mengangguk dan tersenyum. Ia pun pamit untuk kembali ke lantai bawah. Dirinya tidak menaruh curiga apapun dan berpikir jika di dalam sana hanya ada Tuan Dav, CEO itu memang sering datang ke kantor di hari libur. Ia tak tahu jika sebenarnya ada orang lain yang masuk lewat pintu belakang kantor dan saat ini tengah bersama sang CEO.
Jantung Lily berdebar kencang. Suasana begitu sunyi. Ia melangkahkan kaki perlahan sampai akhirnya berhenti di depan pintu dengan tulisan CEO itu.
Pintu ruangan itu sedikit terbuka. Lily mengembangkan senyumnya. Suaminya pasti sangat sibuk hingga lupa menutup pintu.
Tangannya terulur hendak mengetuk pintu ruangan tersebut. Namun samar-samar dirinya mendengar suara yang tak begitu asing. Namun suara tersebut berhasil membuat senyumnya mengendur. Dimana ia mendengar dua suara yang saling bersahutan penuh gairah.
DEGH.
Lily berkeringat. Tangannya tremor saat desahan seorang wanita semakin jelas terdengar dari dalam sana.
"Aahh, Honey... Ayo come on! Aku sangat merindukanmu. Ayo puaskan aku, aahhh...."
***
Bersambung....