Tanggal pernikahan sudah ditentukan, namun naas, Narendra menyaksikan calon istrinya meninggal terbunuh oleh seseorang.
Tepat disampingnya duduk seorang gadis bernama Naqeela, karena merasa gadis itu yang sudah menyebabkan calon istrinya meninggal, Narendra memberikan hukuman yang tidak seharusnya Naqeela terima.
"Jeruji besi tidak akan menjadi tempat hukumanmu, tapi hukuman yang akan kamu terima adalah MENIKAH DENGANKU!" Narendra Alexander.
"Kita akhiri hubungan ini!" Naqeela Aurora
Dengan terpaksa Naqeela harus mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih demi melindungi keluarganya.
Sayangnya pernikahan mereka tidak bertahan lama, Narendra harus menjadi duda akibat suatu kejadian bahkan sampai mengganti nama depannya.
Kejadian apa yang bisa membuat Narendra mengganti nama? Apa penyebab Narendra menjadi duda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 - Kala takdir berkata lain
Rumah sakit.
Pak Mulyana tiba di rumah sakit setelah ada orang datang menjemputnya.
"Dimana anak-anak saya?" tanya dia pada Miko.
"Harusnya mereka sudah sampai rumah sakit, Pak. Bu Wulan saja sudah ditangani dokter tapi anehnya mereka belum sampai." Pak Miko juga sama bingungnya.
"Kamu ini gimana, kalian punya orang-orang kan? Kenapa bisa tidak bisa melindungi mereka?"
"Pak saya juga ..."
"Pak Miko ada kabar buruk." Seseorang datang berlari menghampirinya, wajahnya panik.
"Kabar apa? Saya menugaskan kalian untuk mengejar Seto terus kenapa kalian malah kesini?"
"Justru itu Pak, Seto berhasil mengelabuhi kita dan dia mengejar Pak Bos. Mobil Pak Bos ..." dia menggantung ucapannya.
Menyadari raut wajah anak buahnya, Pak Miko mulai merasakan sesuatu tidak mengenakan.
"Bilang yang benar! Kenapa dengan mobil Narendra?"
"Mo-mobilnya .."
"CEPAT BILANG!"
"Mobilnya masuk sungai, Pak."
"Apa!" pekik Miko dan Mulyana.
"Tidak mungkin, anak-anak saya." Syok mengetahui itu, Mulyana meraba dadanya merasakan sesak.
"Pak Mulyana!!"
**************
1 Tahun berlalu.
Deburan ombak menerjang kaki seorang laki-laki tampan, cahaya matahari menjelang malam menemaninya dalam kesendirian, sudah 1 tahun lamanya kejadian naas itu berlalu namun tak bisa membuatnya melupakan hal itu.
"Vaughan," panggil sang ibu ketika melihat putranya sering berdiri menyaksikan matahari terbenam.
Wanita paruh baya itu menghampiri putranya, berdiri disamping Vaughan ikut menyaksikan keindahan alam.
"Sampai kapan kamu terus seperti ini, Narendra?"
"Jangan panggil aku nama itu lagi, Mah." Mendengar nama masa lalunya membuat dia benci dan merasa bersalah sampai detik ini.
"Dengan kamu mengganti nama menjadi Vaughan Alexander apa kejadian di masa lalu bisa di ulang? Tidak Nak, semuanya sudah berubah. Naqeela, kamu, mama, bahkan keluarga Naqeela pun sudah berubah. Sampai kapan kamu terus seperti ini? Tidak ada gairah hidup, selalu menyalahkan diri kamu sendiri, tidak ada kebahagiaan yang mama lihat dari diri kamu, mama ingin melihat kamu hidup seperti biasa, Nak."
Semenjak tragedi kecelakaan itu Narendra berubah, dia makin tak tersentuh, suka menyendiri, pergi ke luar kota, bahkan sampai sangat sulit disentuh oleh setiap perempuan yang mendekatinya hingga Narendra mengubah nama awalnya.
Dari kecelakaan yang menimpanya, dia dan Zae yang dinyatakan selamat sementara Naqeela dinyatakan meninggal dunia sejak ditemukannya baju hanyut milik Naqeela. Hal itu pula membuat Narendra merasa gagal menjaga Naqeela.
Hal itu pula yang membuat Narendra membenci nama Narendra dan merasa bersalah karena tidak bisa melindungi Naqeela sesuai janjinya pada Lintang.
Wulan pun sama merasakan sakit dan kecewa mengetahui suaminya menjadi dalang dibalik musibah yang menimpa putranya.
Kasus Seto dan Fadhil pun terungkap satu persatu sehingga memberatkan mereka berdua dalam jeruji besi, seumur hidup keduanya mendekam dibalik penjara.
Sementara Keluarga Naqeela pun pindah ke kota kelahiran bapaknya demi menghilangkan trauma, ingin melanjutkan hidup tanpa bayang-bayang kekejaman yang menimpa keluarganya.
Kini Narendra baru bernama Vaughan masih belum bisa berdamai dengan masa lalunya. Sering dihantui rasa bersalah pada keluarga Naqeela.
"Aku tidak tahu apa setelah ini aku bisa hidup kembali atau justru masih terjebak dalam kisah masalalu. Rasanya sulit bagiku melupakan itu semua Mah, kehilangan Lintang dan Naqeela yang disebabkan oleh dua orang yang sama. Aku gagal menjaga mereka berdua, aku gagal, Mah."
Dia menoleh, menatap sendu bola mata mamanya yang juga menatapnya. Wulan merengkuh tubuh putranya, sejujurnya ia juga merasakan hal yang sama, menyesal sempat bersikap kasar pada Naqeela dan juga Lintang, menyesal tidak pernah percaya sama putranya kalau Seto bukan orang baik, dan sekarang mereka harus kehilangan karena Seto juga.
Takdir berkata lain, niat menyelamatkan namun malah kehilangan dan mereka harus kehilangan dua orang karena kesalahan suami barunya, bahkan putranya pun menjadi korban.
'Semoga suatu hari nanti akan tiba seorang gadis yang bisa membuatmu kembali hidup. Maafkan mama, Nak.'
"Maafkan Mama Nak, mama juga bersalah sama Lintang dan Naqeela. Tapi kamu tidak perlu menyiksa diri kamu sendiri, kamu harus bangkit memulai hidup baru." Ia melepaskan pelukannya, mengusap rambut sang putra.
"Entahlah, apa setelah ini aku bisa bangkit atau tidak, aku tidak tahu. Rasanya rasa bersalah ini semakin hari semakin sulit dikendalikan."
Itulah sebabnya dia memilih tinggal di Bali demi menenangkan dirinya.
*************
Kota J
"KAK AL!!! GUE NAIK KELAS DENGAN NILAI TERTINGGI!" lengkingan suara khasnya menggema ketua melihat sosok laki-laki tampan berdiri menyambutnya.
"Akhirnya adik gue naik kelas 3, lo hebat banget, gue bangga sama elo." Dia tersenyum mengusap lembut pucuk kepala gadis yang sudah dia anggap adiknya.
"Kok cuman elo yang jemput Kak? Bang Mario mana?" ia sempat kecewa kakak laki-lakinya belum datang menjemput, tapi tak mengapa, dia tetap bahagia sebab ada orang spesial menjemputnya.
"Kakak lo lagi ada kerjaan tambahan jadi tidak bisa datang cepat. Jangan cemberut lah, nih gue kasih buket bunga buat elo." Dia menyerahkan bunga besar pada gadis dihadapannya.
"Makasih Kak."
"Oh iya, Zira mana?" matanya mencari sosok gadis yang sering bersama dengan Aqeela, mencari-cari karena sejak Aqeela keluar dari sekolah tidak menemukan Zira.
"Dia pulang duluan, ada urusan dadakan katakannya."
Dia mengangguk paham. "Hmmm lo ikut gue dulu yuk, ada hal yang ingin gue katakan, ini penting."
Tangannya meraih tangan Aqeela, menggenggam lembut tangan mungil itu. Sadarkah apa yang dia lakukan malah membuat gadis itu tertegun?
'Jangan grogi gini, Qeel. Lo harus tahan jangan nunjukin diri kalau lo suka sama Kak Al, please jangan kelihatan kecintaan. Ingat, lo perempuan harus anggun jangan bar-bar.'
Susah payah ia menahan diri agar tidak grogi, susah payah juga menahan jantungnya agar tidak berdebar kencang, nyatanya ia tak mampu menahan gejolak rasa yang sudah ia pendam dari lama.
"Lo kenapa? Sakit?" tanya Al setelah menyadari tangan yang ia genggang berkeringat dingin.
Cepat-cepat Aqeela menggelengkan kepalanya. "Enggak kok."
"Ok, kalau lo sedang sakit bilang gue ya," balasnya tersenyum sambil memasangkan helm ke Aqeela.
************
Beberapa saat kemudian, mereka sampai di taman, di depan mereka terdapat danau buatan berisi ikan-ikan dan ditengahnya terdapat air mancur.
"Lo ngapain ngajak gue kesini, Kak?" tanya Aqeela bingung.
Tiba-tiba pundaknya dipegang, diarahkan ke hadapan Al. Gadis itu semakin gugup ditatap serius seperti ini.
"Gue mau bicara serius sama elo."
"Soal apa?" Ia menunggu pembicaraan itu, suasana makin nampak serius dan itu mampu membuatnya makin terpesona kedalam pesona laki-laki di depannya.
"Gue suka sama elo."
