Kembalinya Ratu Ilmu Hitam

"Ratih selama 14 tahun ini, aku benar-benar tersiksa, karena kenangan indah kita tidak pernah bisa aku lumpuhkan dalam ingatanku!" Tuan Zacky langsung meraih tangan Ratih, suaranya bergetar

"Maaf Tuan, bukankah anda adalah suaminya Nyonya Ningrat itu! dan maaf juga Tuan, sepertinya anda salah orang, karena saya bukan Ratih, saya Anjani, perempuan yang lahir di desa ini, bahkan saya tidak tahu dimana itu jawa barat." Ratih berkilah, ia langsung melepaskan tangan Tuan Zacky, wajahnya menunduk tidak berani menatap lawan bicaranya.

Tuan Zacky menatap ke arah Ratih dengan mata yang penuh dengan kesedihan, lalu dia menghela napas. "Ratih, aku tahu kamu masih marah padaku, tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku masih mencintaimu," kata Tuan Zacky, suaranya bergetar.

Ratih menatap ke arah Tuan Zacky dengan mata yang penuh dengan kebencian, lalu dia menggelakkan kepala. "Tidak, Tuan Zacky, aku tidak bisa kembali ke masa lalu. Aku sudah memiliki kehidupan baru sekarang," Batinya Ratih menjerit.

"Maaf Tuan, sepertinya anda salah orang! saya bukan Ratih, saya Anjani." Ratih menekan ucapanya.

Tuan Zacky menatap ke arah Ratih dengan mata yang penuh dengan kesedihan, lalu dia mengangguk. "Aku tahu, Ratih. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku masih mencintaimu, dan aku akan selalu mencintaimu," kata Tuan Zacky, suaranya bergetar, ia masih nampak memaksakan kehendak kalau yang ada di depannya adalah Ratihnya, Ratih yang berusaha ia lupakan selama 14 tahun ini.

Ratih menatap ke arah Tuan Zacky dengan mata yang penuh dengan kebencian, lalu dia berbalik dan pergi. Tuan Zacky menatap ke arah Ratih dengan mata yang penuh dengan kesedihan, lalu dia menghela napas.

Tuan Zacky kembali ke mobilnya, dan dia pergi meninggalkan desa itu. Ratih menatap ke arah mobil yang pergi, lalu dia menghela napas.

Ratih tahu bahwa dia harus berhati-hati, karena Tuan Zacky masih mencintainya, dan dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Kalau Sinta tahu ia bertemu dengan Tuan Zacky, ataupun Tuan Zacky masih kembali menggangunya yang ada rencana balas dendamnya bakalan hancur total!

"Kenapa dia masih saja mengenali wajahku?" Gumam Ratih sambil berjalan. Ia merasa begitu sial karena malah kembali bertemu dengan Tuan Zacky.

Jika ia harus menuruti egonya dan mengulang kisah lama, yang ada Ratih hanya akan berfokus pada dirinya dan perasaannya sendiri tidak lagi memiliki dendan dan tujuan utamanya.

.

.

Sementara Tuan Zacky sepanjang jalan sambil menyetir hatinya merasa bergejolak senyum sumringah terus terpancar diwajahnya.

"Ratih... Aku tidak percaya aku akan kembali bertemu denganmu," Perasan Tuan Zacky begitu bergejolak.

Tuan Zacky terus menyetir mobilnya dengan senyum yang tidak bisa disembunyikan. Dia masih tidak percaya bahwa dia telah bertemu kembali dengan Ratih setelah 14 tahun. Dia masih merasa seperti sedang bermimpi.

"Ratih... aku masih mencintaimu," kata Tuan Zacky dalam hati, suaranya bergetar pertemuannya dengan Ratih, sampai ia melupakan Sinta.

Tuan Zacky terus menyetir mobilnya, tidak memperhatikan jalan di depannya. Dia hanya memikirkan tentang Ratih, tentang masa lalunya, dan tentang apa yang mungkin terjadi jika mereka kembali bersama.

Tiba-tiba, Tuan Zacky tersadar bahwa dia telah melewati jalan yang seharusnya dia ambil. Dia berhenti di pinggir jalan dan mengambil napas dalam-dalam.

"Aku harus fokus," kata Tuan Zacky dalam hati. "Aku tidak bisa membiarkan perasaanku menghalangi aku."

Tuan Zacky kemudian memutar mobilnya dan kembali ke jalan yang benar. Dia terus menyetir, tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

.

.

Ratih mondar-mandir didalam rumah, rencananya malam ini ia akan kembali membantai dua bajingan yang sudah membunuh anaknya.

Sekarang ia nampak begitu di kuasai amarah dan dendam.

Ratih berhenti mondar-mandir dan menatap ke arah jam dinding. "Sudah waktunya," kata Ratih dalam hati, suaranya bergetar.

Ratih mengambil pedangnya dan menuju ke luar rumah. Dia berjalan dengan langkah yang tenang dan pasti, menuju ke tempat di mana, dua bajingan itu berada.

Angin malam berhembus kencang, seolah pedang yang Ratih pegang sudah terasa bau anyir darah. Ratih sudah tidak sabar ingin menebas keduanya.

Ratih tiba di tempat itu dan melihat dua bajingan itu sedang duduk di teras, nampaknya mereka sedang menjaga Sinta, penuh dengan keketatan.

Wajah mereka penuh dengan ketakutan saat melihat Ratih kembali datang.

"Kalian sudah siap untuk mati?" kata Ratih, suaranya dingin dan tanpak emosi.

Dua bajingan itu mencoba untuk melarikan diri, tapi Ratih sudah siap. Dia mengayunkan pedangnya pada keduanya.

"Hiaaaa..... Crassssss...." darah segar melayang ke udara. tangan Bima terputus dari asalnya, sementara pungung Joko terkena sabetan pedang.

Keduanya ambruk dilantai bersimbah darah, bahkan untuk berteriak apalagi melindungi Nyonyanya saja tidak mampu karena mereka telah tewas, lebih dulu.

Ratih terseyum puas, ia kembali memasukkan pedangnya kedalam sarungnya, pedang itu berlumur darah tapi Ratih membiarkan, ia nampak masuk mencari keberadaan Sinta.

Rasa-rasanya ia ingin segera menebas perut Sinta, sesuai dengan keinginannya. Menebas perut Sinta sampai seluruh isinya keluar "Sinta dimana kau Sinta!" Suara Ratih seolah bukan suaranya, karena suara itu nampak iblis yang sedang bermain petak umpat.

Sinta menelan Salivanya dalam, nafasnya naik turun tidak beraturan ia nampak begitu takut saat mendengar suara itu, dan jejak kaki itu mencari dirinya, Sinta langsung mengumpat kedalam lemari.

Lututnya bergetar hebat saat melihat seseorang misterius itu masuk kedalam kamarnya.

Sementara Ratih tidak bisa mengontrol emosinya, bahkan ia merasa bukan dirinya saat sedang membalas perbuatan keji itu.

Sinta sebenarnya hanya bisa menduga kalau sosok dibalik topeng itu adalah Ratih yang membalas dendam atas kematian Sati, atau bisa juga orang suruhan Ratih.

"Sinta... keluar! apakah kau ingin bermain petak umpat denganku!" Pekik Ratih dalam sunyi. Ia Kembali membuka pedang itu dari sarungnya.

Sinta tergagap saat melihat pedang itu bersimbah darah, tubuhnya bahkan gemetar saat mengintip sosok itu melayangkan pedang dan mencarinya.

"Apakah Bima dan Joko tewas terbunuh?!" Sinta bersuara dalam hening, fikirannya tidak bisa berfikir dengan jernih karena ketakutan.

"Aku tahu kau ada dimana!" Ratih menyeringai, menuju kearah lemari tempat dimana Sinta bersembunyi.

Dalam beberapa menit berikutnya Ratih langsung membuka lemari, lemari itu terbuka penuh dengan susunan baju yang semuanya di gantung.

Sinta tidak ada, ia bersembunyi lebih dalam kedalam gantungan baju yang berjajar tetapi Ratih masih begitu yakin kalau Sinta masih bersembunyi di depanya.

Ratih membuka satu persatu gantungan baju itu, tapi bukan dengan tangannya, melainkan dengan pedang yang ia bawa.

Ratih mencari Sinta di dalam baju yang di gantung itu dengan pedangnya, "Sinta..." Suara Ratih seolah begitu menakutkan.