tidak mudah bagi seorang gadis desa seperti Gemi, untuk menjadi seorang prajurit perempuan elit di kerajaan, tapi yang paling sulit adalah mempertahankan apa yang telah dia dapatkan dengan cara berdarah-darah, intrik, politik, kekuasaan mewarnai kehidupannya, bagaimana seorang Gemi bertahan dalam mencapai sebuah kemuliaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mbak lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tugas baru
Tubuhku penuh dengan perban, setiap dua kali sehari akan ada perawat yang mengganti perban dengan obat-obat baru.
" syukurlah kau sudah sadar " Galuh datang ke barak pengobatan, anak itu masuk dengan tubuh lemah dan pucat dia tertusuk lambungnya dan ditinggalkan mereka mengira dia sudah mati, Keberuntungan bagi Galuh bahwa dia masih diberi kesempatan hidup.
" bagaimana dengan yang lain " tanyaku, aku merasa bahwa dalam pembantaian itu tidak ada dari kami yang akan selamat, Galuh menunduk.
" Apakah hanya kita ?" kataku berat, aku merasa seperti sedang dihimpit batu besar, kami adalah senapati muda yang baru saja bergabung tapi sudah harus gugur di medan tugas.
" sembuhkan dulu lukamu, jangan terlalu berpikir " Galuh mencoba tersenyum dengan wajah pucatnya.
" pasukan pangeran Adipura masuk disaat yang tepat, selisih beberapa menit saja semua akan habis " kataku dengan pelan.
" berapa orang yang selamat " tanyaku
" ibu suri dan permaisuri baik-baik saja , pangeran Sora putra selir Medawati meninggal ditempat, Selir Triratri meninggal bersama emban kesayanganya,
" pangeran Adipura sendiri yang menggendongmu sampai di Balai pengobatan " kata Galuh, tapi hatiku tawar dengan sosok pangeran disaat aku kehilangan seluruh temanku, keluargaku, aku ingat malah mimpi kak Buat yang mengangkatku.
pada intinya lukaku sangat parah, goresan pedang bahkan melukai pipiku, wajah adalah aset untuk perempuan, pengobat sudah mengatakan kalau wajahku kemungkinan besar akan meninggalkan bekas luka yang tidak sedap dipandang pria, selain itu aku tidak bisa mempertahankan kupingku , kuping kananku hilang begitu saja, tapi bagiku tidak mengapa aku lebih sedih kehilangan saudara.
dari sepuluh orang tersisa dua orang cacat, yang tidak terduga adalah kunjungan selir Gatari ke barak pengobatan, selir yang arogan itu tahu juga datang ke tempat seperti ini, pandanganya sayu menatapku dengan perasaan entahlah, luka disekujur tubuhku tidak memungkinkan bagiku untuk menghormat.
" maafkan saya belum bisa memberikan hormat kepada Selir " kataku walaupun sebenarnya malas, tapi aku tetap harus bersikap ramah kepadanya.
" sudah jangan terlalu dipikirkan, kau istirahatlah, aku khusus membuatkan untukmu bubur dan sup ayam hutan, katanya itu akan mempermudah kesembuhan lukamu " aku cukup terkejut dengan ucapan selir cantik tapi galak itu.
" perhatian dari selir lebih berharga dari hidup saya " kataku menyanjungnya
" sudahlah ssmbuhkan dirimu, kalau sembuh kau menghadaplah ke istanaku, kalau tidak ada yang menerimamu istanaku terbuka untukmu, aku berjanji akan memmncarikan obat terbaik untuk luka di wajahmu " terang selir Gatari, meski galak ternyata selir ini cukup tahu budi,
bukan berarti aku tidak gelisah tentang luka di pipi kananku, juga daun kuping yang hilang, sebenarnya aku juga memikirkannya, apa yang akan kukatakan kepada nenek di madura, dia akan meraung sepanjang malam kalau sampai tahu kondisiku, tapi beberapa hari ini hatiku diliputi kesedihan atas teman-teman seperjuanganku, misi kami mempertahankan keluarga istana walaupun tidak sepenuhnya bisa dikatakan berhasil dengab nyawa kami sebagai tumbalnya.
kesetabilan negara dipertaruhkan, pada masa krisis seperti ini tugas prajurit berkali lipat, kekacauan dimana-mana, pencuri, perampok meraja lela memanfaatkan situasi, dalam sebuah perebutan kekuasaan tetap saja rakyat yang menjadi korban.
pelan tapi lukaku mengering, meninggalkan keropeng mengerikan, aku mengabarkan dengan seorang utusan ke madura mengatakan aku dalam kondisi baik-baik saja dan selamat ketika pemberontakan terjadi, aku juga mengatakan tidak boleh menyebutkan tentang aku terluka atau apapun, selama beberapa bulan aku memakai cadar untuk menutup luka dan kupingku yang hanya sebelah, setelah lukaku benar-benar hilang meninggalkan bercak putih dan lipatan kulit, aku memotong pendek rambutku di atas bahu dan menggerainya sehingga kupingku tertutup rambut, aku memang terlihat aneh tapi aku lebih menyukai penampilan seperti ini,
aku kembali ke kesatuan, delapan bulan dari peristiwa pemberontakan, turun surat tugas untukku, surat itu berupa penugasan selama dua tahun di sebuah tanah perdikan baru, pemilik dari tanah perdikan itu adalah selir Gatari , beberapa waktu setelah pemberontakan ini selir ini berubah manis kepadaku.
" tanah itu di kelola adik tiriku, aku berharap kau bisa membantunya di sana, dan jadilah pemimpin disana, itu lebih baik dari pada hanya menjadi prajurit disini, setelah dua tahun menghadaplah kembali, aku akan mengadiahkanmu tanah di daerah lumajang, kau bisa jadi penguasa kecil disana " aku tersenyum mengembang
" Terimakasih atas kemurahan hati selir " kataku senang sambil memberikan hormat, selir Gatari tampak puas hati.
aku mulai bersiap untuk pergi ke Pekanten, dimana selir Gatari sedang mempersiapkan masa depan yang cukup bagus untuku, aku merasa beruntung bisa mengambil hati selir kesayangan sinuhun.
" surat tugasmu sudah turun " kata Senapati Margono yang berasal dari Pacitan, Senapati ini adalah anggota Bayangkara yang di perbantukan di Candraka, personil kami habis dan proses perekrutan orang baru masih dilakukan.
aku mengangguk mengiyakan
" padahal kita masih kekurangan orang, tapi aku sudah ditarik dulu " kataku sedikit mengeluh
" seharusnya selir menunda keberangkatanmu, lihatlah aku bahkan masih harus merangkap pekerjaan setiap hari, dan keadaan kacau penjara sudah penuh dengan penjahat " kata Margono
" bagaimana penjaramu kang " tanyaku
" penuh sesak, beberapa orang bahkan harus segera dihukum mati, kalau para perampok itu dibiarkan maka mereka akan semakin berani dan muncul perampok-perampok baru lagi, bahkan kali ini mereka adalah generasi muda, seumuran denganmu sudah berani menjadi penjahat " aku mengangguk
tapi hatiku berdebar kencang dengan pernyataan ini.
" kapan mereka akan di eksekusi " tanyaku kuatir, entahlah aku merasa tiba-tiba hatiku berdesir, aku tidak ingin memikirkan hal yang aneh, tapi aku takut kalau Lakso adalah bagian dari ini.
" besok di alun-alun , sekaligus memberi contoh kepada orang lain, hakim juga sudah memutuskan ke sepuluh orang itu tidak ada ampunan, duh Gusti " kata kang margono seperti sebuah keluhan kepada dirinya.
" sudahlah kang, aku harus bersiap " kataku pada akhirnya untuk menghindari pembicaraan lebih jauh, ada yang harus kulakukan.
aku memikirkan cara ke penjara untuk menyelidiki siapa saja pemuda perampok yang akan di hukum mati besok di alun-alun, mendatangi tukang pembuat batu nisan dan melihat nama para perampok itu, serta bertanya dimana mereka akan dikuburkan, dan hatiku berderak kencang salah satu nisan tertulis dengan jelas " Laksono " .
aku bergegas kembali ke barak dan berpamitan kepada temanku karena aku sudah diberi tugas khusus selir Gatari.
" aku akan ke Mojosari, aku sedang memesan senjata di rumah Empu Karni, aku akan mengambilnya sebelum berangkat " kataku memberitahukan tujuanku kepada beberapa orang di barak.
" bukankah celuritmu masih baru " bertanya Sumekar sambil melihat ke arah celuritku, aku tertawa
" semakin banyak senjata semakin bagus " kataku
aku membedal kudaku ke perbatasan kota, disana aku mendapatkan baju, kuda dan pedang untuk mendukung apa yang kuinginkan di sebuah pasar mirip pasar loak gelap, aku tidak mungkin menggunakan celurit yang menjadi ciri khas.