"Mas tunggu, dia siapa? Jelaskan pada ku Mas" seketika langkah kaki Devan terhenti untuk mengejar Wanitanya.
Devan menoleh pada Sang Istri yang sedang hamil
"Dia pacarku kinara, dialah orang yang selama ini aku cintai. Sekarang kamu sudah tau, kuharap kau mengerti. Aku harus mengejar cintaku, ak tidak ingin Nesa pergi meninggalkan ku."
"Mas kamu ga boleh kejar dia, aku ini istri mu, aku mengandung anakmu. Apakah kami masih kurang berharganya di banding wanitamu itu?" tanya Ibu hamil itu tersendat
"Maafkan aku Kinara, aku sangat mencintai Nesa di bandingkan apapun."
"Tapi mas..."
Devan segera melepas paksa tangan Kinara, tak sengaja sang istri yang sedang hamil pun terjatuh.
"Ahhh perutku sakit..." Ringis Kinara kesakitan
"Maaf kinara, aku tak mau kehilangan Nesa" Ucap devan kemudian pergi
Kinara menatap kepergian suaminya, dan lama kelamaan gelap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mendayu Aksara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Dinner Oleh Devan
"Yan, kamu sudah bangun ternyata"
Ucap Devan sembari menutup buku yang saat ini baru selesai ia baca.
"Hemm"
Balas Briyan sembari mengangguk pelan.
"Makanlah dulu, tadi aku sudah mengambil bubur di dapur Vila"
Ucap Devan lagi, menawarkan.
"Ah aku tak lapar Dev, rahangku masih sakit saat aku membuka mulut"
Ucap Briyan jujur, sembari memegangi pipinya yang bergerak naik turun akibat tertarik mulut yang saat ini tengah sibuk membuka dan menutup.
"Briyan, coba ceritakan apa yang terjadi. Kemarin kau pulang amat petang, bahkan hampir malam. Padahal kau berjanji untuk menemaniku berkeliling desa siangnya. Aku ingin marah karena kau tak menepati ucapanmu. Namun melihat keadaanmu yang kembali dengan banyak lebam, aku pun tak ingin memperburuk suasana. Apakah engkau habis dipukuli warga satu desa? Ha?"
Tanya Devan selidik, ingin tau dengan apa yang terjadi.
"Sembarangan kamu Dev"
Balas Briyan menyanggah.
"Maka dari itu, ceritakanlah apa yang terjadi" Pinta Devan lagi.
Akhirnya, perlahan tapi pasti, Briyan bercerita hal yang kemarin ia alami.
Mendengar cerita Briyan barusan, Devan menganga tak percaya.
"Sungguh, kau rela membahayakan dirimu demi seorang wanita di desa ini?"
Tanya Devan tak percaya.
"Dia bukan wanita biasa Dev, dia wanita yang ku cintai. Entah sejak kapan, tapi nyatanya cinta itu ada"
Ucap Briyan dramatis.
Seketika, tawa Devan pecah. Prihatin yang tadinya ia rasakan setelah mendengar cerita Briyan, tiba-tiba tergantikan oleh gelak tawa.
"Briyan, aku masih tak percaya. Playboy sepertimu bisa jatuh cinta? Sungguh?"
Ucap Devan masih di tengah gelagat tawanya.
"Aku bukan Playboy" Bantah Briyan cepat.
"Lalu, para teman wanitamu yang sebanyak itu, mau kau apakan. Itu yang dinamakan bukan playboy?"
Guyon Devan lagi.
"Ayolah Dev, mereka hanya salah mengartikan sikapku. Kau tau sendiri bukan, bahkan aku tak pernah mengajak mereka keluar hanya untuk makan siang. Karena sedari awal, aku tak memiliki niat untuk berhubungan dengan mereka"
Tutur Briyan lagi membela diri.
"Rasanya, aku ingin lebih lama lagi di desa ini, disini aku merasa begitu nyaman"
Tambah Briyan mengakhiri.
Menyadari ucapan Briyan barusan, seketika Devan sadar akan sesuatu.
"Yan, tidak bisa begitu. Kau tak bisa tinggal lebih lama di desa ini"
Ucap Devan tiba-tiba.
"Kenapa?" Tanya Briyan bingung.
"Ayahmu sakit Yan, sekarang sedang di rawat di California Hospital"
Akhirnya mulut Devan mampu berucap jujur.
"Apa? Kau tidak sedang berbohong kan?" Tanya Briyan kaget sembari menatap Devan intens.
"Untuk apa aku berbohong mengenai kabar tak baik ini. Kemarin, saat aku datang. Aku ingin segera menyampaikan kabar ini, namun kau memintaku untuk tidak mengatakannya"
Ucap Devan membela diri.
"Astaga, aku harus segera kembali kalau begini"
Ucap Briyan menggerutu.
"Baiklah kalau begitu, aku akan meminta sopirku mengantarmu pulang ke ibu kota provinsi. Dari sana kau bisa langsung mengambil penerbangan ke Los Angeles"
Ucap Devan sembari menepuk pelan pundak Briyan.
"Tapi, bagaimana denganmu?"
Tanya Briyan tak enak hati jika harus meninggalkan Devan.
"Kenapa? Kau merasa tak enak? Ayolah, aku sudah dewasa. Bisa mencari istriku secara mandiri. Lagi pula, ini istriku. Bekalku dalam mencarinya lebih banyak ketimbang kau yang tak mengetahui muka, bahkan salah menyebut namanya"
Ucap Devan santai, namun ia berusaha untuk bersikap tak masalah jika Briyan meninggalkannya pulang.
Tampak, Briyan termenung dalam lamunan singkatnya pagi itu.
"Tapi.."
Ucap Briyan lagi di sela lamunan singkatnya.
"Apa lagi?" Tanya Devan kembali.
"Aku ingin berpamitan dulu dengan Nara, wanita yang sedari tadi aku ceritakan. Tak ingin rasanya aku pergi tanpa pamit pada nya"
Ucap Briyan murung.
Melihat ekspresi sahabatnya, kini Devan sadari, bahwa perasaan sahabatnya itu bukanlah main-main.
"Yan, apakah kau benar mencintainya?"
Tanya Devan serius.
"Tentu Dev, aku sangat mencintainya. Bahkan nyawaku rela aku berikan padanya jika dia mau."
Jawab Briyan jujur.
"Apakah dia tau mengenai perasaanmu?" Tanya Devan memastikan.
"Entahlah Dev, sepertinya tidak. Selama ini aku tak pernah mengutarakannya"
Papar Briyan Lesu.
"Oke kalau begitu, besok saja kau pulang. Malam ini, buatlah sebuah candle light dinner dengannya. Ungkapkanlah perasaan mu ini sebelum kau pergi"
Ucap Devan memberi saran.
Seketika, mata yang tadi terlihat kosong dan sayu. Kini menatap Devan tak percaya.
"Apakah ini hal yang benar?"
Tanya Briyan tak yakin.
"Tentu, aku akan bantu mengaturnya"
Tambah Devan mengakhiri.
.
.
.
BERSAMBUNG***
nyesel yah
cinta lama vs cinta baru