Setelah kehilangan anaknya dan bertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang penghinaan dari suami serta keluarganya, Amira memilih meninggalkan masa lalu yang penuh luka.
Dalam kesendirian yang terlunta-lunta, ia menemukan harapan baru sebagai ibu susu bagi bayi milik bukan orang sembarangan.
Di sana-lah kisah Amira membuang kelemahan di mulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yuhuuuu, Coba Bawa Buku Catatan Amira Kesini
Dalam rangka menyambut tamu agung yang akan bertandang, seluruh penghuni rumah Ardi sibuk dengan persiapan. Ada yang melakukannya dengan terpaksa, ada yang tampak antusias, dan ada pula yang menjalani semua dengan pasrah.
Karena persediaan makanan dan minuman untuk perjamuan sudah menipis, Lisa pun keluar rumah untuk membelinya.
Sementara itu, Shinta yang mendapat tugas membersihkan debu, kini beralih ke kaca depan. Gerak-geriknya cepat dan penuh semangat. Baginya ini adalah kesempatan untuk menunjukkan diri. Namun saat ia hendak membilas lap yang kotor, matanya tiba-tiba menangkap sosok seseorang berdiri di dekatnya.
Shinta terlonjak kaget.
"Huh! Bikin kaget saja! Ngapain kamu ke sini lagi, Amira? Pergi sana! Kami lagi sibuk, nggak ada waktu buat tamu sepertimu. Cuma buang-buang waktu."
Namun dalam hati, Shinta justru terpaku. Eh kok Amira kelihatan makin cantik, ya… batinnya sambil menatap wanita itu dari ujung kepala hingga kaki.
"Buruk sekali caramu menyambut tamu. Belajarlah bagaimana bersikap sopan saat menerima kedatangan orang," tegur Amira, tangannya bersilang di dada, pandangannya tegas.
Benar kata Bi Nunik, Amira memang sudah berubah. Bahkan penampilannya pun… ah, malas aku mengakui dia cantik. Pikir Shinta.
"Enak saja menyuruh-nyuruh belajar etika! Justru kamu yang harusnya belajar tahu diri. Sudah diceraikan, masih saja datang ke rumah mantan suami yang sudah punya istri baru!" hardik Shinta, nadanya semakin tinggi.
"Oh begitu. Ngomong-ngomong istri baru, sepertinya kamu bahagia sekali dengan adik iparmu yang baru itu, ya? Sampai-sampai rajin banget bersih-bersih begini."
Kata-kata itu sukses memancing emosi Shinta. "Tutup mulutmu, Amira!"
"Lho, kenapa? Kok matanya melotot gitu sih. Iiiih tatuuuuut." Goda Amira sambil tertawa pelan.
"Pergi sana! Nggak ada yang undang kamu kemari. Tahu diri sedikit, main datang-datang saja."
Amira tersenyum sinis. "Aku nggak butuh undangan. Karena aku sedang datang ke rumahku sendiri."
Shinta melongo. Beberapa detik kemudian ia tertawa keras.
"Hahaha! Aku nggak salah dengar, kan? Amira… kamu bercerai dari Ardi terus jadi gila, ya? Sejak kapan rumah ini jadi milikmu? Mimpi woy!"
"Mana ada orang gila secantik aku. Sejak kemarin, rumah ini sudah menjadi milikku. Justru kalianlah yang sekarang menumpang di sini!"
Mendengar itu, Shinta makin panas. Ia maju selangkah, berniat mendorong Amira hingga terjatuh. Tapi sebelum sempat menyentuhnya, suara ribut mereka mengundang perhatian. Ardi dan penghuni rumah lainnya segera keluar.
"Amira?" Semua mata terbelalak melihat kehadiran wanita itu. Ardi spontan maju menghampiri mantan istrinya. Amira waspada, memastikan Ardi tidak menyentuhnya sembarangan.
"Kamu… kembali padaku?" tanya Ardi, matanya berbinar seakan tidak percaya, dan juga bercampur terharu.
Amira mencibir. "Cih. Mimpi! Aku ke sini bukan buat kamu. Aku datang karena ingin memeriksa rumahku."
Seisi rumah terdiam. Dahi mereka mengernyit, bingung. Apa maksudnya Amira?
"Sudahlah, Amira. Jangan mengada-ada. Aku akui kamu memang berubah, tapi jangan sampai segila ini. Kami sedang bersiap menyambut tamu agung, jangan ganggu moment keluarga kami dengan kehadiran gembel sepertimu!" Bi Nunik ikutan berbicara.
Amira terkekeh, menyentil rambutnya ke belakang dengan gaya santai.
"Hadeuh... susah banget ya kalian dikasih tahu. Aku ini tamu istimewa kalian, lebih tepatnya pemilik rumah ini. Mestinya disambut dengan ramah. Heran, otaknya kalian masih pada nyangkut di dengkul apa ya?"
Tanpa mempedulikan Shinta dan Bi Nunik yang berdiri menghalangi, Amira nyelonong masuk, menabrak bahu mereka dengan sengaja. Keduanya kontan berteriak.
"Hei! Mau ngapain kamu masuk seenaknya?!"
Namun Amira tidak menggubris. Ia terus melangkah, dan begitu melewati ruang tengah, ia duduk dengan angkuh di atas sofa yang dulu sering didudukinya.
Yang mengejutkan, justru ibunya Ardi yang pertama bereaksi dengan nada lembut.
"Amira, kamu sehat?" tanyanya pelan.
Amira mengerutkan kening. Ia tidak menjawab. Dalam hati, ia bingung. Biasanya ibunya Ardi adalah orang yang paling pedas memarahinya. Tapi kini? Nada suaranya bahkan sudah pasrah.
"Ibu kok nanya begitu sih?" protes Shinta tak terima.
Namun ibunya Ardi hanya diam, tatapannya tertuju terus ke arah Amira.
Sementara itu, para lelaki di rumah itu hanya bisa menghela napas. Ardi, ayahnya, dan suami Shinta duduk di kursi terpisah, menatap para wanita yang sejak tadi saling bersahut-sahutan. Sesekali mereka memijat pelipis, pusing dengan suara-suara tinggi perempuan.
Hingga akhirnya, Ardi angkat bicara.
"Sudah, biarkan saja Amira bertamu di sini. Tolong, ambilkan dia minum."
Tidak ada satu pun yang bergerak. Semua hanya saling pandang, enggan melayani permintaan itu. Sampai akhirnya, ibunya Ardi bangkit, tergopoh-gopoh mengambilkan segelas air untuk Amira.
Amira sempat kembali terkejut dengan aksi ibunya Ardi. Tapi dia cepat-cepat memfokuskan tujuan awal, dia tidak boleh lengah dengan perubahan apapun.
Sementara itu, suami Shinta yang sedari tadi duduk diam, justru memperhatikan Amira dengan pandangan penuh minat. Matanya tidak bisa lepas dari wajah cantik Amira.
Shinta yang menyadari tatapan suaminya ke Amira, langsung mencubit lengan suaminya keras-keras.
"Liat apaan sih, hah?!"
Si suami tersentak, cengengesan menahan sakit, lalu cepat-cepat mengalihkan pandangan. Amira jadi janda makin cantik aja. Boleh kali ehem sama dia. Suami Shinta masih saja mengintai Amira.
Tidak lama berselang, Lisa datang bersama rombongan pria berseragam jas hitam. Penampilan mereka rapi dan berwibawa, membuat Bi Nunik dan Shinta langsung terpukau. Aura ketegasan dan kehormatan yang dibawa para pria itu cukup membuat suasana rumah berubah hening seketika.
Melihat kedatangan mereka, keluarga Ardi spontan menyimpulkan bahwa tamu agung yang ditunggu-tunggu telah tiba.
Panik, Shinta dan Bi Nunik buru-buru mengamankan posisi Amira.
"Cepat, cepat, tamu kami sudah datang!" bisik Shinta sambil berusaha membawa Amira ke arah dapur.
"Ngumpet dulu di belakang, jangan sampai terlihat," sambung Bi Nunik.
Namun Amira tidak tinggal diam. Ia menarik lengannya dan membalas dengan tajam, "Ngapain aku yang harus ngumpet? Kalianlah yang harus minggir. Aku ini tamu agung kalian."
Meski begitu, tubuh Amira tetap berusaha disembunyikan secara paksa. Bahkan Ardi sendiri, ikut membujuk.
"Amira, tolong. Untuk saat ini, lebih baik kamu menyingkir dulu. Setelah tamunya pulang, aku janji akan menjamu kamu dengan baik. Sekarang situasinya lagi nggak memungkinkan." Kata Ardi. Apa selingkuhan Lisa itu sudah datang? Batinnya.
Amira hanya mendecih, merasa Ardi kok bodoh sekali ya.
Namun drama itu langsung terhenti ketika Lisa yang baru masuk ke ruang tengah, mendapati pemandangan tersebut. Matanya membelalak melihat Amira, wanita yang seharusnya diperlakukan sebagai tamu terhormat, justru didesak dan ditekan oleh keluarga Ardi.
Lisa segera melangkah maju, lalu membungkuk hormat di depan Amira. Anak buah Arga yang mengikutinya pun serempak melakukan hal yang sama.
Seketika, rumah itu senyap. Keluarga Ardi terpaku. Bingung.
Lisa berdiri dan menatap mereka satu per satu dengan ekspresi kesal.
"Kalian ini benar-benar bodoh, ya? Tamu agung yang kalian tunggu-tunggu adalah Nyonya Amira. Cepat kalian beri hormat!"
Semua orang tercekat. Wajah-wajah yang tadinya penuh percaya diri kini memucat. Serentak, mereka menoleh ke arah Amira yang perlahan berdiri dari sofa.
Anak buah Arga berdiri tegak di belakangnya, bak pengawal seorang bangsawan.
Dan untuk pertama kalinya, seluruh penghuni rumah Ardi benar-benar terdiam. Tidak ada yang bisa berkata apa-apa. Mereka hanya bisa menatap wanita yang selama ini mereka pandang sebelah mata, kini berdiri anggun dan disegani di hadapan mereka semua.
Apa-apaan ini?
"Yuhuuuuu... pengawal, tolong bawakan buku catatan Amira kesini. Kita lihat, dosa apa yang sudah mereka perbuat padaku." Ujar Amira, dalam hati ia tertawa puas. Seru juga ternyata pura-pura jadi horang kaya begini. Bagi yang mata duitan, mereka akan dihormati berlebihan.
Bersambung.
Mau nebak, takut salah 🤦♀️
Terserah author aja, yang penting up-nya jangan lama-lama