Menikah?
Setelah mengajaknya berpacaran secara tiba-tiba, kini Tama mengajak Embun menikah.
"Pak Tama ngomong apa sih? nggak usah aneh-aneh deh Pak," ujar Embun.
"Aku serius, Embun. Ayo kita menikah!"
Sebenarnya tidak seharusnya Embun heran dengan ajakan menikah yang Tama layangkan. Terlepas dari status Dosen dan Mahasiswi yang ada diantara mereka, tapi tetap saja saat ini mereka berpacaran. Jadi, apa yang salah dengan menikah?
Apakah Embun akan menerima ajakan menikah Tama? entahlah, karena sejujurnya saat ini Embun belum siap untuk menikah.
Ditambah ada mantan kekasih Tama yang belum move on.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Dwi Febriana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Untuk Calon Menantu
"Assalamualaikum, Bundaaaa aku pulang!"
Seperti biasa setiap Amara pulang ke rumah dia langsung memanggil Bunda nya.
"Jangan teriak-teriak Ra, berisik tau. Gimana kalau Bunda lagi tidur coba?" ujar Embun kepada Amara.
Seperti yang sudah direncakan, Embun ikut pulang ke rumah Amara. Sebelumnya dia sudah pulang ke rumahnya sendiri untuk mengambil pakaian ganti dan beberapa barang yang dia butuhkan untuk menginap.
Mendapat teguran dari Embun, Amara hanya tertawa kecil. Dan tidak lama kemudian terdengar suara langkah kaki menuruni tangga.
"Wa'alaikumsalam, adek udah Bunda bilang kal--- eehh, ada calon mantu Bunda."
Bunda Ambar yang tadi hendak menegur Amara mendadak tersenyum cerah saat mendapati Embun ternyata ada disana. Bunda Ambar tidak tau kalau hari ini Embun akan datang.
Mendengar ucapan Bunda Ambar, Amara sontak tertawa kecil. Sementara Embun langsung tersenyum malu-malu sesaat setelah mendengarnya.
Bunda Ambar langsung menghampiri Embun.
"Kamu kok udah lama banget enggak main ke rumah sih, Mbun? padahal biasanya paling enggak seminggu sekali. Ini udah 2 Minggu loh," ujar Bunda.
Embun tersenyum tipis.
"Embun lagi agak sibuk, Bunda. Jadi belum sempet main lagi," jawab Embun.
Selain karena Embun belum sanggup bertemu dengan keluarga Tama, alasan Embun belum main kesini lagi karena memang sedang sibuk. Akhir-akhir ini kelas selalu dimulai siang hari, yang mana artinya baru selesai menjelang sore. Dan biasanya Embun akan langsung ke Cafe tempatnya bekerja.
"Ooo gitu," ujar Bunda Embun, "Jangan terlalu dipaksakan Mbun, kalau dirasa capek, mending istirahat dulu. Apalagi kamu kan belum lama sembuh dari sakit," ujar Bunda Ambar.
Embun tersenyum tipis, kemudian menganggukkan kepala.
"Iya Bun," jawabnya.
"Ya sudah, istirahat dulu di kamar Amara sana. Bunda siapin makan siang buat kalian," ujar Bunda Ambar.
Mendengarkan itu, dengan inisiatifnya Embun mengajukan diri untuk membantu. Tapi ditolak oleh Bunda Ambar dengan alasan tidak ingin membuat Embun kelelahan. Karena bantuannya ditolak, Embun tidak memaksa. Akhirnya dia langsung ke kamar bersama Amara.
Mendapat perhatian dari Bunda Ambar, sejujurnya Embun agak merasa tidak enak kepada Amara. Embun khawatir kalau Amara merasa iri atau tidak nyaman dengan perhatian yang Bunda Ambar berikan kepadanya. Biar bagaimanapun Amara itu perempuan, dan hati perempuan biasanya cukup sensitif.
Tapi ternyata apa yang Embun khawatirkan tidak terjadi, karena pada kenyataannya Amara justru bahagia saat tau orang tuanya menyayangi Embun. Karena bagi Amara, Embun sudah seperti saudaranya sendiri.
Tama membaca pesan dari Embun, bibirnya tampak sontak tersenyum tipis.
"Jadi pengen pulang deh," gumam Tama, "apa mending pulang dulu ya? kan sebentar lagi juga jam makan siang," tambahnya lagi.
Kemarin malam, Tama sempat bertemu dengan Embun. Tapi sekarang dia merasa rindu kepada Embun. Dan kalau ada kesempatan bertemu, kenapa tidak dia manfaatkan bukan?
"Iya ah, mending pulang dulu hair bisa ketemu sama Embun," ujarnya lagi.
Pada akhirnya Tama memutuskan untuk pulang ke rumah jam makan siang nanti. Pokoknya dia harus bertemu dengan Embun agar rasa rindunya ini bisa segera terobati.
Embun dan Amara sedang asik menonton saat tiba-tiba saja Amara mendapat panggilan telfon dari Bunda Ambar.
"Bunda ngapain telfon coba?" gumam Amara, "jangan-jangan enggak sengaja kepencet."
"Coba angkat dulu aja, Ra. Siapa tau penting loh," ujar Embun.
Menuruti ucapan Embun, Amara mengangkat panggilan telfon Bunda Ambar.
"Ada apa Bun?" tanya Amara.
".... "
"Iya, ini aku sama Embun turun sekarang."
Setelah itu panggilan telfon pun dimatikan.
"Ada apa?" tanya Embun kepada Amara.
"Kita diminta buat turun, kata Bunda makanan sudah siap," jawabnya.
Bunda Ambar malas naik ke lantai dua untuk memanggil Embun dan Amara. Oleh karenanya, dia kemiri untuk menelfon Amara. Dan itu adalah cara paling praktis namun sangat efisien. Terbukti, tidak lama setelahnya Amara dan Embun pun turun kebawah.
"Wahh, menunya banyak banget," ujar Embun.
Diatas meja tersaji berbagai macam masakan. Diantaranya adalah cumi cabai ijo, ayam goreng, tempura udang, onion ring, tumis brokoli, tumis kacang panjang, dan perkedel kentang. Sangat banyak bukan?
"Bunda beli ya?" tanya Amara kepada Bunda Ambra.
Dan tau apa? Bunda Ambar menganggukkan kepala mengakui kalau makanan yang tersaji memang dia beli. Dan semua itu dikhususkan untuk Embun, calon menantunya.
"Padahal enggak perlu sebanyak ini, Bun," ujar Embun.
Bunda Amara tersenyum tipis.
"Enggak papa, biar kamu enggak bingung mau makan yang mana," jawabnya.
Padahal semakin banyak menu makanan yang ada justru membuat Embun semakin bingung harus makan yang mana. Amara pun sepertinya juga bingung. Tapi ya sudahlah ya, Bunda Ambar sudah repot-repot menyiapkan semua ini. Jadi Embun harus menghargainya.
Tunggu ke KUA dulu dong
G maksa tapi kl Embun mau pasti happy y Tama🤗