Mengejar Cinta Gadis SMA

Di dalam ruang rapat yang dingin dan tertutup, Martin duduk di kursi utama, berhadapan dengan Dion Sanjaya, CEO dari Sanjaya Group, dan asistennya yang setia mendampingi.

"Saya sangat senang sekali, Anda menghubungi kami, Tuan Martin. Dan, saya berharap besar, Anda bersedia mempertimbangkan kerja sama dengan perusahaan kami," ujar Dion penuh harap.

Martin tidak langsung menanggapi. Ia hanya mengangguk tipis, matanya tetap tertuju pada lembar proposal yang sedang ia baca dengan teliti.

Setelah beberapa saat kemudian, Martin akhirnya bersuara. "Kalian tahu sendiri, jika aku bukan pemimpin di perusahaan ini. Aku hanya dipercaya untuk mengelola sementara oleh Tuan Axel, selama beliau tidak ada. Tapi, aku sudah menyampaikan maksud dan isi proposal kalian padanya. Dan itu alasan kenapa aku menghubungi kalian hari ini."

Mata Dion berbinar,dengan senyum yang mengembang di bibirnya. "Terima kasih, Tuan Martin. Itu saja sudah berarti besar bagi kami. Sanjaya Group sangat berharap bisa menjadi bagian dari perkembangan AL'X Company."

Martin menutup berkas proposal dan melipat tangan di atas meja. Tatapannya kini lurus ke arah Dion. "Proposal kalian menarik. Tapi ada beberapa hal yang perlu diperjelas sebelum aku menyampaikan rekomendasi final pada tuan Axel."

Dion langsung duduk lebih tegak, sementara asistennya bersiap mencatat.

"Tentu. Hal apa saja yang perlu kami revisi, Tuan?" tanyanya serius.

Martin membuka lembar catatannya. Ekspresinya tetap tenang, tapi sorot matanya menunjukkan bahwa dia bukan tipe yang bisa dibujuk dengan janji-janji saja.

"Pertama, aku ingin penjabaran lebih rinci soal pembagian keuntungan. Dan kedua, aku ingin tahu lebih dalam soal latar belakang supplier yang kalian libatkan. Ada nama yang cukup mencurigakan muncul dalam daftar mitra kalian."

Dion menelan ludah pelan. Ia tidak menyangka Martin akan menyoroti bagian itu. Tapi ini adalah kesempatan, dan ia tidak ingin kehilangannya.

"Baik, Tuan. Kami akan segera menyiapkan dokumen revisi dan informasi tambahan yang Anda butuhkan. Beri kami waktu satu atau dua hari,".ujar Dion.

Martin mengangguk. "Baiklah, aku beri waktu dua hari. Lebih dari itu, tuan Axel tidak akan melihat proposal ini lagi."

Dion berdiri dan menjabat tangan Martin. "Terima kasih atas waktunya, Tuan Martin. Kami tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini."

Martin mengangguk singkat. Begitu Dion dan asistennya keluar dari ruang rapat, Martin kembali ke ruang CEO. Ia melepas jasnya, meletakkannya rapi di sandaran kursi, lalu duduk dan membuka ponsel untuk menghubungi Axel.

"Halo, Ax. Aku sudah melakukan apa yang kau perintah kan. Mereka terlihat sangat ingin bekerjasama dengan kita," ucap Martin.

Ada jeda sejenak. Martin mendengarkan suara di seberang dengan ekspresi serius.

"Baiklah, aku mengerti. Aku akan mengawasi mereka dan mencari bukti yang kuat. Tapi, jika aku boleh meminta, bisa kah kau kembali ke perusahaan? Aku benar-benar ... "

TUT! TUT! TUT!

Martin mengumpat kesal saat Axel mematikan teleponnya begitu saja. Ia bersandar di kursinya, matanya menatap ke arah jendela besar yang menghadap kota.

"Aku ingin berlibur. Tapi, pekerjaan ku masih banyak. Semua karena Cinta. Hah, entah mengapa aku lebih suka Axel yang patah hati daripada tergila-gila dengan anak kecil seperti sekarang," gerutu Martin.

Sementara di dalam lift, asisten Dion tampak gelisah. Dia seolah tidak yakin dengan rencana mereka kali ini.

"Tuan, apa Anda yakin ingin bekerja sama dengan AL’X Company? Anda tahu sendiri ini bukan perusahaan biasa. Bagaimana jika mereka mengetahui tujuan kita sebenarnya?" bisik Danny.

Dion menoleh tajam. "Diam, Dan. Kita selalu berhasil mendapatkan keuntungan besar tanpa ketahuan. Kita hanya perlu sedikit lagi dorongan. Dan sekarang, satu-satunya cara menyelamatkan Sanjaya Group adalah dengan kerjasama ini."

Danny menghela napas panjang, bersamaan dengan pintu lift yang terbuka. Mereka melangkah keluar, namun pembicaraan belum selesai.

Kau hanya perlu diam dan bantu aku merevisi proposal ini sebaik mungkin. Buat Tuan Axel tidak berpikir dua kali untuk menandatanganinya. Jika kau ceroboh, kita bisa ketahuan.”

Tanpa mereka sadari, kata-kata Dion itu terdengar oleh seseorang yang berpapasan dengan nya di lobby.

Pria itu menghentikan langkahnya sejenak. Matanya mengikuti Dion dan Danny yang berjalan ke arah pintu keluar.

"Bukankah itu tuan Dion dari Sanjaya group? Untuk apa dia kesini? Jangan-jangan ... " orang itu buru-buru masuk lift, menuju ruang CEO. Dan, begitu sampai di depan ruangan CEO, orang itu menerobos masuk tanpa mengetuk pintu.

"Bisakah kau mengetuk pintu sebelum ... " ucapan Martin terhenti, saat menegakkan kepalanya, menatap sosok yang saat ini berdiri di depannya.

"Uncle?" Martin langsung berdiri, kepalanya menunduk dan jari-jari nya saling bertautan di depan.

"Wah, wah, wah, Jadi sekarang, kau yang menghandle perusahaan, ya? Lalu, di mana si Jones itu?" sindir Alexio sambil berjalan masuk.

"Jo-jones siapa maksud uncle?"

"Tentu saja Axel. Kau pikir siapa lagi yang pantas mendapat gelar jomblo ngenes jika bukan Axel, hah? Cih, hanya karena satu wanita membuatnya patah hati dan gila kerja. Apa dia pikir, di dunia ini hanya ada wanita itu saja?"

Martin sekuat tenaga menahan tawa. Lalu, ia berdehem pelan, menghampiri Alexio dan mempersilahkan nya duduk di kursi CEO.

"Jangan begitu, Uncle. Bagaimanapun juga, Glenzy adalah cinta pertama Axel. Jadi, wajar jika dia parah hati," ucap Martin. "Tapi, uncle tidak perlu khawatir. Saat ini, Axel sedang mengejar anak SMA."

"APA? ANAK SMA?" pekik Alexio.

"I-iya, uncle."

"Astaga Axel." Alexio memijat batang hidungnya. "Apa tidak ada wanita lain? Kenapa harus anak SMA?"

"Tenang dulu, Uncle. Walaupun gadis ini masih SMA, tapi dia berbeda dengan gadis-gadis lainnya. Bahkan, demi mendapatkan gadis itu, Axel rela melakukan hal yang akan membuat Uncle terkejut," ujar Martin.

"Oh, ya? Apa itu?" tanya Alexio penasaran.

"Uncle bisa mengeceknya sendiri."