Berlapang Dada

"Kamu mbok ya jangan di kamar terus Ranu. Temui tetangga sama saudara-saudara kita di depan!" ujar bapaknya Ranu.

Ranu menghela nafas panjang.

"Malas pak!" jawab Ranu.

"Ngga sopan banget kamu jawab begitu. Gimana kalau ada saudara mu yang mendengarnya. Bisa sakit hati mereka!"

Ranu menatap bapaknya.

"Bapak mikirin perasaan mereka, sakit hati apa ngga. Tapi perasaan anaknya sendiri ngga di pikirin''

"Apa maksud kamu?" tanya orang tua itu dengan kening yang berkerut.

Ranu mengusap kasar wajahnya yang berkeringat.

"Kamu ngga ada niat buat gagalin pernikahan ini kan Ranu?"

Bapaknya Ranu meremas bahu sang putra dengan cukup keras. Ranu memalingkan wajahnya.

"Bapak memang menjodohkan kalian. Karena bapak pikir, kalian sepadan. Juga kita tidak enak menolak perjodohan dari pak Anshor. Bagaimana pun juga, Novita lah yang sudah membantu kamu sampai di titik ini!"

"Tapi Ranu tertekan pak!"

"Tertekan apanya? Bukannya lamaran kalian satu tahun yang lalu? Bahkan selama ini kamu dan Novita baik-baik saja! Dan kamu sendiri yang sudah mengakhiri hubungan kamu dengan Ajeng, Ranu!"

Ranu menundukkan kepalanya. Ya, dia jahat! Dia bukan lelaki yang teguh pendiriannya. Mencla mencle kalo kata orang mah!

"Sudah! Jangan bertindak bodoh yang akan mempermalukan keluarga kita! Sekarang keluar, temui kerabat yang sudah jauh-jauh kemari!"

Bapaknya Ranu pun keluar dari kamar sang putra. Ranu meremas rambutnya dengan kasar.

Kenapa harus seperti ini Jeng?

💐💐💐💐💐💐💐

Ajeng selesai mandi. Ia pun menghampiri Khalis yang ada di dalam rumah Bu Haji. Gadis kecil itu sedang menonton upilipul dengan setoples camilan gabus keju.

Sepertinya Khalis menyukai makanan itu.

"Lho, udah selesai mandinya Jeng?" tanya Bu Haji yang melihat Ajeng berdiri di ambang pintu.

Ajeng meringis kecil.

"Iya Bu, lagi libur sholat jadi mandi doang kan ngga sholat Ashar."

Bu Haji menyuruh Ajeng masuk. Gadis itu ikut duduk di karpet bersama Khalis yang sedang asik sendiri.

"Dia betah banget dari tadi nonton kartun itu'' kata Bu Haji. Ajeng mengangguk pelan.

"Mas Bhumi belum hubungi kamu?"

"Belum Bu Haji. Mungkin belum selesai berkemas."

Dddrtt....ponsel Ajeng berdering.

"Eh...sebentar ya Bu, ibu saya telepon" kata Ajeng. Bu Haji mengiyakan dan ikut menonton seperti Khalis.

[Assalamualaikum Bu?]

[Walaikumsalam, udah pulang kamu nduk?]

[Udah, ini lagi main di rumah Bu Haji]

Ajeng menunjukkan wajah Bu Haji dan Khalis. Bu Haji tersenyum menyapa Bu Jaenah.

[Lho, ada Khalis di situ? Kamu di titipin anak lagi, Jeng?]

Ajeng meringis. Bu Haji senyam senyum sendiri.

[Ibunya Ajeng, Ajeng ngga apa-apa kan belajar jadi ibu yang baik buat Khalis? Syukur-syukur jadi istri yang baik juga buat bapaknya Khalis heheheh]

Wajah Ajeng bersemu merah. Antara malu dan marah sebenarnya. Tapi Bu Jaenah malah ikut tertawa mendengar ucapan Bu Haji.

Ya, walau pun mereka belum pernah bertemu tapi sering lah ikut nimbrung kalau video call. Bu Jaenah suka menitipkan putrinya pada Bu Haji selama tinggal di sana.

[Iya Bu Haji. Saya malah seneng, langsung dapat cucu! Hahaha]

Astaghfirullah ibuku agak laeeen iniii! Pekik Ajeng dalam hati.

Tapi ekspresi wajah Bu Jaenah berubah saat ingat tujuan dia telpon Ajeng tadi. Dia masih kesal dengan omongan para tetangga yang menjelek-jelekan Ajeng.

[Nduk]

[Ya Bu?]

[Besok Ranu....]

Ajeng tahu apa yang akan ibunya katakan. Tapi mungkin dia hanya ingin menjaga perasaan Ajeng.

Bu Haji pura-pura sibuk dengan Khalis lagi. Padahal ia sedang mencuri dengar obrolan Ajeng.

Bhumi yang akan mengetuk pintu pun urung karena tak mau menggangu Ajeng yang sedang menelpon.

[Iya. Mas Ranu menikah besok. Ajeng tahu Bu!]

Ajeng menunduk menggigit bibir bawahnya. Ia tak mau terlihat cengeng di depan Khalis dan Bu Haji.

[Apa sebaiknya ibu ngga usah datang ke sana ya nduk? Ibu kesal!]

[Ssst...ngga boleh begitu Bu. Keluarga kita di undang kan? Dan....eum...itu, tolong bungkusin kado ya Bu. Ajeng ngga bisa pulang]

[Hah! Di undang sama keluarganya Novita juga. Beneran ibu males Jeng!]

Ajeng menarik nafas dalam-dalam.

[Bu, yang sudah berlalu ya sudah. Ngga ada lagi yang perlu di sesali. Ajeng dan mas Ranu udah selesai. Sebagai tetangga yang baik, kita doakan yang terbaik buat mas Ranu dan istrinya saja]

Bhumi tertegun di depan pintu. Bu Haji menyadari kedatangan duda tampan itu. Sepertinya, sang duda juga sama seperti dirinya yang mendengarkan obrolan Ajeng dengan ibunya.

[Kamu benar-benar sudah ikhlas Jeng?]

[Ngga ada alasan Ajeng buat ngga ikhlas Bu]

Ajeng tersenyum getir. Sungguh, ia hanya ingin terlihat baik-baik saja di depan semua terutama kedua orang tuanya.

Khalis merasa heran dua orang dewasa yang ada di sampingnya terlihat serius. Gadis kecil itu menoleh ke belakang melihat keberadaan ayahnya.

"Yayah!!" Khalis terlihat girang. Gadis kecil itu berlari kecil menghampiri ayahnya.

Ajeng pun spontan memutar kepalanya. Bhumi yang mengenakan celana cargo selutut dan kaos tanpa lengan tampak maskulin menggendong Khalis.

Ponsel yang Ajeng pegang hampir terjatuh.

"Eh....!" pekik Ajeng.

[Kenapa Jeng?]

[Ah, ngga Bu. Ini...Khalis udah di jemput ayahnya]

[Mana coba ibu lihat, mau tahu ibu kayak apa ayahnya Khalis]

Ajeng meringis, tapi Bu Haji malah cengengesan.

Mau tak mau Ajeng pun bangun dari lantai dan berdiri di depan Bhumi dan Khalis.

Bu Jaenah menatap layarnya dan cukup terpesona dengan ayahnya Khalis.

[Lebih ganteng ayahnya Khalis dari pada Ranu sih, Jeng]

Ajeng menutup wajahnya karena malu ibunya terlalu jujur. Bhumi pun sampai tersipu di puji ganteng oleh ibunya Ajeng. Padahal ia biasa di kagumi para gadis. Vibes nya beda kalau ibunya Ajeng yang muji kali???

Bu Haji yang melihat kedua orang muda ikut girang.

[Kawal sampai halal ya Bu Jen]

[Ya Bu Haji!!]

[Ibu sama Bu Haji ngga usah ngarang ih! Ajeng malu sama mas Bhumi nya tahu ngga]

[Oh....namanya mas Bhumi?]

[Udah ah ,Bu! Assalamualaikum]

Ajeng memilih mengakhiri obrolannya dengan sang ibu dari pada merembet kemana-mana.

Bhumi gemas dengan ekspresi Ajeng yang kesal sekaligus malu itu.

"Eum...Khalis mau di jemput mas, udah dapat tempat tinggal?" tanya Ajeng sambil menstabilkan getaran di dadanya.

Sungguh, ia malu sekali!

"Iya, mas udah dapat kost nya. Ngga jauh dari sini sih."

"Oh...gitu, terus besok mas Bhumi kerja Khalis sama siapa?"

"Mungkin mas bawa, sampai mas dapat pengasuh buat Khalis."

Ajeng dan Bu Haji ikut menganggukkan kepalanya.

"Ayo Lis, pamit dulu sama Bu Haji dan..." Ucapan Bhumi terjeda saat Khalis menyela.

"BuBu!" kata Khalis mengulurkan kedua tangannya ke depan Ajeng.

Ajeng tersenyum dan menyambut uluran tangan itu. Di kecupnya pipi chuby milik Khalis.

"Makasih sekali lagi ya Jeng. Udah ngerepotin kamu terus. Dan...aku minta maaf atas apa yang terjadi tadi sore."

"Iya mas, ngga apa-apa!" kata Ajeng mengusap puncak kepala Khalis.

Sepasang ayah dan anak itu pun pulang. Ajeng juga kembali ke kamarnya sebelum menjadi bahan roasting ibu kostnya yang beda tipis dengan sang ibu.

💐💐💐💐💐💐💐

Gut molning selamat pagi 😊

Selamat berpuasa 🥰🥰🥰

terimakasih 🙏