"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Indira Kabur?
Indira bingung dengan sikap suami yang tiba-tiba kasar, bahkan menyeretnya keluar dari mobil setelah pria itu menerima telpon dari kekasihnya.
"Mas, kenapa sih kamu tiba-tiba marah?"
Plak!
Juno memberikan tamparan pada pipi Indira,dengan emosi dan tanpa mempedulikan Indira seorang perempuan. Pipi Indira terasa panas dan perih, tapi tidak seperih hatinya yang mendapatkan tamparan untuk pertama kalinya dari Juno. Selama mereka menikah, Juno tidak pernah menyakiti fisik Indira, dia hanya menyakiti batinnya. Tapi bukankah sakit batin itu jauh lebih sakit?
"Mas... kamu kenapa tampar aku?" tanya Indira sembari memegang pipinya yang masih terasa panas itu. Dia menatap suaminya dengan pertanyaan kenapa.
"Kamu tanya kenapa? Ternyata kamu cuma pura-pura polos selama ini Indira, dan sekarang kamu sudah menunjukkan sifat asli kamu," desis Juno yang kecewa dan marah pada istrinya.
"Apa maksud kamu Mas? Aku benar-benar tidak paham apa yang membuat kamu marah begini?" tanya Indira yang tidak terima diperlakukan seperti ini tanpa alasan.
"Tidak paham! Sudahlah Indira, kamu jangan pura-pura terus. Aku muak dengan wajah polos kamu itu!" bentak Juno dengan suara meninggi.
"Aku benar-benar nggak paham, Mas. Apa yang kamu katakan?" tanya Indira lagi dengan sorot mata tajam pada suaminya.
"Ngapain kamu ngomong sama Sheila soal kita yang pernah tidur bersama! Sheila jadi marah padaku dan dia akan meninggalkanku. Sudah aku duga kamu tuh ember ya!" tunjuk Juno pada wajah istrinya itu.
Indira terkejut, karena dia sama sekali tidak pernah mengatakan hal tersebut pada Sheila. Bertemu berdua saja tidak kan? Dia bahkan baru bertemu Sheila satu kali dirumah mereka tadi.
"Nggak masuk akal Mas. Apa benar dia bicara seperti itu tentang aku?" tuntut Indira dengan kesal.
"Jangan pura-pura nggak tahu!"
"Karena semua yang kamu bilang nggak masuk akal. Aku kan dari tadi sama kamu Mas, di rumah sakit sama kakek juga. Gimana caranya aku bisa ngobrol sama dia? Coba kamu pikir Mas, emang aku mau ngomong sama teman zina kamu itu?" sarkas Indira dengan berani, karena dia memang tidak bersalah.
Pria itu langsung terdiam seperti sedang berpikir, setelah mendengar perkataan Indira. Dia juga merasa ucapan wanita itu ada benarnya, akan tetapi dia tetap mempercayai Sheila.
"Kalau kamu tidak memberitahu dia, mana mungkin Sheila bisa tahu? Tahu darimana Sheila kalau bukan dari kamu?"
Bahkan setelah Indira memberikan penjelasan fakta yang masuk diakal, Juno masih tetap menuduhnya. Cinta memang benar-benar sudah membutakan mata hati Juno. Hal ini memperlihatkan betapa besar cinta Juno untuk Sheila.
"Mas, kamu menutup fakta hanya karena ucapan wanita itu. Dia memfitnah ku Mas!" seru Indira tak habis pikir dengan ucapan suaminya.
"Kamu yang salah disini, tapi masih nggak mau ngaku!" ujar Juno yang tak mau kalah dari Indira. Lalu dia pun masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan Indira sendiri dijalanan. Mobil itu melaju kencang, sedangkan Indira ditinggal dijalanan sepi itu seorang diri.
"Mas! Mas Juno!" teriak Indira memanggil suaminya sambil setengah berlari, dia tetap berhati-hati karena kehamilannya.
"Teganya papa kamu sama mama nak. Apa Mama memang harus mengurus kamu seorang diri?" gumam Indira sambil menahan tangisnya, tangannya mengusap perut datarnya dengan lembut. Dia mulai memikirkan untuk masa depan anaknya kelak, haruskah dia menahan diri untuk anaknya? Ataukah dia akan memilih perpisahan.
Jalannya adalah istikharah, ya dia akan mencari petunjuk dengan istikharah.
Indira berjalan mencari kendaraan yang lewat di sana untuk bisa mengantarkannya pulang. Jalanan terlihat sepi, karena memang jalan itu adalah jalan alternatif yang digunakan Juno untuk pulang ke rumahnya.
Ketika Indira sedang berjalan, tiba-tiba saja ada sebuah mobil dari arah belakangnya yang berhenti tepat di sampingnya. Dari mobil hitam itu keluar seseorang yang memakai topeng monster berwarna hitam. Ternyata bukan hanya satu orang saja yang keluar dari mobil tersebut, melainkan tiga. Mereka memiliki tubuh yang tinggi dan sekarang mereka sedang berjalan menghampiri Indira.
"Astaghfirullah, siapa mereka?"
Indira panik, dia merasa ada bahaya yang mengintainya dan langsung saja dia berlari pergi dari sana. Akan tetapi, langkahnya kurang cepat dibandingkan dengan ketiga pria itu.
"Siapa kalian? Jangan dekati saya!" ujar Indira yang saat ini sudah terkepung oleh ketiga pria itu. Dia berusaha mencari celah untuk melarikan diri, tapi usahanya sia-sia. Karena seorang pria sudah memukul kepalanya lebih dulu, sampai Indira pingsan.
"Bawa dia!" seru seorang pria pada kedua rekannya itu.
Mereka membawa Indira masuk ke dalam mobil, yang entah mau dibawa kemana.
****
Tanpa mempedulikan Indira, Juno malah pergi ke apartemen kekasihnya. Dia terlihat terburu-buru, dan disana dia melihat Sheila sudah bersiap-siap pergi dengan kopernya. Mata wanita cantik itu sembab dan merah. Juno langsung menghampirinya.
"Sayang, kamu mau kemana? Kamu nggak boleh pergi dari aku! Kamu mau buat aku gila lagi?"
Kedua tangan Juno memegang tangan Sheila dengan erat, dia terlihat takut kehilangan Sheila. Dia tidak mau Sheila meninggalkannya untuk kedua kalinya.
"Kenapa aku nggak boleh pergi? Bukankah kamu sudah bahagia sama istri kamu. Jadi, buat apa aku disini?" ucap Sheila sambil terisak.
"Siapa bilang aku bahagia sama dia! Jelas aku bahagia sama kamu, Shei."
"Kalau kamu bahagia sama aku, harusnya kamu setia sama aku Jun. Sama seperti aku yang setia sama kamu. Tapi apa? Kamu bahkan nyentuh dia!" ucap Sheila dengan berurai air mata. Hingga Juno semakin merasa bersalah melihat wanita yang dicintainya menangis seperti ini karenanya.
"Aku memang menyentuhnya, tapi itu nggak sengaja sayang. Itupun hanya terjadi sekali, dan seperti yang kamu tau...aku cuma cinta sama kamu!" ucap Juno sambil menangkup pipi Sheila.
Sheila menepis tangan Juno. "Bohong! Aku nggak percaya lagi sama kamu, Jun."
"Shei, apa yang harus aku lakukan untuk membuat kamu percaya sama aku?" tanya Juno dengan tangan yang tidak mau melepaskan Sheila.
"Udah lah, kamu nggak usah lakuin apa-apa. Bahagia aja kamu sama istri kamu. Lagipula aku cuma seorang pelakor, aku orang ketiga diantara kalian." Sheila terlihat masih menangis, dia bahkan memegang kopernya erat.
"Nggak! Dia yang orang ketiga, bukan kamu Sayang."
"Tapi istri kamu benar, dia bilang aku orang ketiga. Kenyataannya emang begitu kan? Udahlah, lebih baik kita pisah...masalah anak ini, aku yang akan mengurusnya sendiri. Lagipula kami tidak diakui!" ucap Sheila yang membuat jantung Juno berdegup kencang.
"Aku akan menceraikan dia sekarang, lalu segera menikahi kamu."
'Inilah yang aku mau' batin Sheila senang mendengar perkataan Juno. Inilah yang dia inginkan.
"Kamu bohong!"
"Aku serius. Mana mungkin aku meninggalkan kamu dan anak kita, demi wanita kampung sama sekali tidak berarti apa-apa buat aku. Dan aku juga akan mengatakan kepada semua keluargaku, tentang kamu yang sedang hamil anakku!" tutur Juno yang membuat Sheila cukup puas dengan keputusan pria itu. Karena Juno mengatakan bahwa dia akan menceraikan Indira sekarang, bukan dalam waktu 2 bulan lagi.
"Tapi, bagaimana dengan kakek dan papa kamu. Mereka kan tidak setuju sama aku Jun?" tanya Sheila.
"Urusan mereka biar aku yang atur. Sekarang yang harus kamu lakukan adalah tetap tinggal di sisiku," ucap Juno yang lalu menarik Sheila ke dalam pelukannya. Sheila tersenyum penuh kemenangan, semuanya berjalan dengan lancar.
****
Dua hari lamanya, Indira menghilang. Namun, Juno sama sekali tidak mempedulikan kemana istrinya pergi, apalagi mencarinya. Malah sekarang Juno sedang marah, karena buku tabungan dan juga beberapa uang yang disimpannya di brankas menghilang.
Suatu siang, Juno dan Sheila mengunjungi Pak Edwin di kediamannya.Tentu saja hal itu membuat Pak Edwin sangat terkejut.
"Juno, kenapa kamu datang bersama wanita ini? Mana istri kamu!" tanya Pak Edwin yang sekarang sedang duduk di kursi roda. Dia menatap wanita yang berdiri di samping Juno dengan tatapan tajam yang memancarkan permusuhan.
"Aku tidak akan pernah datang bersama wanita penipu itu lagi Kek."
"Penipu? Apa maksudmu?" tanya Pak Edwin.
"Cucu menantu yang kakek banggakan itu, dia sudah kabur dan membawa uangku Kek!"
****
Hayo, Indira kemana? Apa Indira beneran kabur?
Kalau mau up lagi, yuk komennya banyakin...kasih gift sama vote juga ya kalau ada hehe
penyesalan mu lagi otw juno