Istrinya Polisi?

Istrinya Polisi?

1#Dibuang dari Jakarta

Hay pembaca

Warning !!! Karangan ini hanya fiktif belaka aja yeee. Jadi jangan disamakan atau dicari-cari persamaannya dengan dunia nyata, hanya semata-mata imajinasi penulis saja. Kalaupun menemukan kesamaan nama tokoh, latar, tempat dan waktu, itu adalah kebetulan dan dianggap untuk menghidupkan cerita ini saja.

Happy reading guys 😉

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...Blurb...

...Witing tresno, jalaran soko kulino. Cinta akan tumbuh karena terbiasa. Berawal dinikahkan secara paksa, rasa tidak suka dan canggung berubah menjadi rasa kangen mendalam....

...Perbedaan usia tidak menjadi penghalang Aya dan Ghi untuk merangkai cerita, bahkan menjadi pemanis kehidupan pernikahan keduanya. Menikah di usia muda apalagi dengan seorang polisi begitu butuh perjuangan bagi Aya. Semua tentang kesetiaan, pengorbanan, dan loyalitas....

...****************...

Jakarta memang panas, tapi tak bisa lebih panas lagi saat ini untuk Aya.

Ia melirik layar ponsel yang menunjukan suhu 37 derajat celcius siang ini, pantas saja pori-pori kepalanya banjir keringat. Bisa-bisa ia meleleh jika semenit lagi hukumannya tak segera berakhir.

"Panas njirrr, ih." Tatapnya mengernyit dan menyipit sedikit mendongak, tak berani menatap langsung matahari yang sudah say hello getok kepalanya dari tadi, tepat di atas ubun-ubun.

Ia bahkan sudah garuk-garuk tengkuk plus kaki persis ngga mandi seminggu. Karena mendadak, badan pada gatel sebab pegal. Terhitung ia sudah berdiri selama hampir 1 jam di depan tiang bendera sekolah.

Kinan terkekeh, menurunkan sejenak tangannya dari pelipis, "pegel oyyyy, kurang loyalitas apa kite coba? saban hari hormatin benderaaaaa mulu. Mestinya presiden kasih kite sepeda motor...." ujarnya ngawur tertawa, kelamaan dijemur otak kedua gadis ini kering kaya kerupuk gendar, patutnya diloak di pasar gembrong.

Aya tergelak, bukan ciri khas cewek anggun karena jelas tawanya lebih menyerupai tawa om genderuwo, "kamvrettt, lo bener lah! Kurang nasionalisme gimana coba kita berdua jadi generasi muda?!" setujunya mengepalkan tangan ke arah Kinan untuk bertos ria.

Kulitnya bahkan sudah matang seperti kepiting rebus dijemur langsung begini.

Dan again, tatapan beberapa orang manusia yang baru saja keluar dari ruang kepala sekolah jelas bikin dunia runtuh, terkhusus bunda.

Aya menatap bola mata bunda yang baru keluar menenteng tas dan satu bundel map sambil mengangguk sopan pada kepala sekolah, guru dan beberapa orangtua lain, entah kenapa tatapan kali ini tidak seseram nenek lampir seperti biasanya. Namun menyiratkan rasa lelahnya.

Dilemparnya tas ransel tepat di atas sofa. Tidak langsung membuka sepatu ia justru segera menjatuhkan badannya di samping tas dan memencet tombol remote AC. Matanya terpejam berteman omelan bunda, yang kali ini sepertinya ia tidak main-main.

"Kamu tau ngga, bunda malu! Punya anak cewek tapi badung, kaya begundal jalanan! Kamu ngga liat marahnya mamah Yuna, si Yuna cerita sambil nangis-nangis, katanya kamu siram pake air kuah baso yang pedesnya level setan...dia sampe pingsan kamu ajak berantem, kalo sampe mereka perkarain dan lapor polisi gimana?!" geramnya kesal.

"Udah tau kan konsekuensinya, ini udah kelewat batas, Aya! Malam ini beresin baju kamu, bunda udah bingung masukin kamu ke sekolah mana lagi! Kalo tega, udah bunda masukin sekolah singa kamu," geramnya menunjuk anak sulungnya itu, ponsel yang seharusnya layar sentuh pun mendadak jadi layar tonjok ketika bunda langsung menghubungi ayah demi berbagi rasa marahnya.

Aya menghela nafas panjang nan beratnya, ia tau perjanjiannya dengan kedua orangtuanya terutama bunda, tapi kali ini....ia berani bersumpah, ia tak melakukan pembullyan itu. Yuna saja yang *playing victim* karena tak suka padanya, "tapi Aya sama Kinan ngga salah bun. Bunda jangan gitu....dengerin Aya dulu." Ucapannya harus terhenti oleh tatapan tajam bunda, dan obrolan yang sudah terjadi antara bunda dan ayah di sambungan telfon.

"Ck, damnnnn!" geramnya kesal menghentak kaki. Hentakan kakinya itu, untung saja tak langsung membuat keramik rumah langsung retak!

Belum habis siang tadi ia dimarahi bunda sampai kupingnya terasa bolong persis goa, dan berdenyut kaya pan tat ayam. Kini ayah... yang biasanya menjadi malaikat penyelamat Aya, sore ini pulang-pulang langsung nge-reog nyemilin piring.

//

Ia menggelengkan kepalanya di meja makan.

"Bunda tuh ngga habis pikir sama kamu!" masih menatap Aya sinis penuh kekecewaan, meskipun mulutnya sudah mengunyah rakus.

Aya menggeleng kuat, "udah dibilangin berapa kali, Aya ngga salah. Maksudnya ngga salah-salah amat, si Yuna tuh cuma *playing victim*, yah...bun...percaya Aya, *please*!" jelas Aya masih memegang garpu dan sendok, bahkan gadis ini bercerita begitu berapi-api sambil mengacungkan alat makan itu, membuat ayah dan bunda mengangkat alisnya sebelah. *Mana percaya mereka sama cerita Aya*, *yang sekarang aja keliatan mirip pembu nuhh berda rah dingin*!

"Nah kan, nah kan....itu turunin! Dari cara kamu ngomong sekarang aja itu garpu kamu acungin begitu...apa perlu bunda absen kenakalan kamu setengah semester ini?!" ribut keduanya di depan makan malam mereka.

Mulai dari Aya yang kabur bersama Kinan dari kejaran satpam dan kesiswaan karena terlupa membawa topi saat upacara bersama beberapa teman sekolahnya, sampai membuat jahitan roknya sobek.

Menyiram guru dengan air dan terigu, akibat salah sasaran. Lalu bermain bola basket saat istirahat dan memecahkan jendela kaca kelas XII. Dan kini apa, pembullyan yang tak termaafkan.

"Berapa kali ayah harus bayar uang bangunan sekolah dalam setahun Aya? Heran, anak perempuan tapi masya Allah!" kembali ayah hanya bisa menggeleng frustasi, otaknya kembali berputar, dimana letak kesalahan ia dan sang istri dalam pola asuh Aya, tapi Aya.....ya Allah...

"Udah bunda bilang, ngga usah itu ikut-ikutan les taekwondo! Mestinya kamu tuh les balet dari dulu----"jedanya demi mengalihkan tatapan.

"Ayah juga!" tatapannya kini beralih pada sang suami, "ini nih, akibat pergaulan, sama les bakat yang salah..." manyun bunda.

"Kenapa jadi ayah? Salah bunda juga yang ngga bisa jaga pergaulan Aya..." balas ayah tak mau kalah.

"Kenapa jadi ngerembet sama les taekwondo sih?!" omel Aya tak terima.

"Pokoknya bunda ngga tau lagi deh, kepala sekolah minta kamu ngundurin diri....kamu besok masuk pesantren aja lah!"

Secarik kertas tanda pengunduran diri yang masih kosong terlampir di depan meja, membuat suasana hatinya buruk saat itu juga. Terbayang sudah dengan begitu jelas wajah pak kyai bersorban atau ia yang menjadi ukhti-ukhti solehot, pake kerudung segede gaban persis meja ditaplakin.

TIDAKKKK!!!!

"Bunda please, bunda!"

"Ayahhhh! Jangan jahat sama Aya!" ia menjatuhkan diri ke lantai dan merangkak berjongkok ke arah lutut bunda serta ayah, wajah memelas minta dikasihani ia pasang begitu *epic* sebagai seorang terdzolimi.

Keputusan ayah dan bunda tetap tak tergoyahkan untuk menendangnya keluar dari kota Jakarta yang sudah menda rah daging sejak di kandung badan. Meski usulan bunda memasukan Aya ke pesantren diurungkan, karena pada kenyataannya ayah kini tengah sibuk bertelfon ria dengan kerabat dekatnya di Bandung.

"Kali ini kamu harus janji jangan bikin malu. Ini om Sakti sama tante Rena masih ada tali keluarga sama ayah...beliau juga sobat lama ayah dari jaman sekolah. Yang udah bantuin cari sekolah terus pulihin nama baik kamu dari catatan sekolah sebelumnya..." bunda mewanti-wanti Aya ketika sebagian isi pakaian berpindah dari lemari ke koper.

Aya justru sibuk menscroll-scroll ponselnya ketimbang mendengar ucapan bunda, gue mau dipindah ke Bandung! Kabar itu ia sebarluaskan pada teman-temannya, bak pengumuman posyandu balita.

"Assalamu'alaikum bun!" suara teriakan lantang seorang gadis SD menyeru dari bawah. Membuat bunda dan Aya menoleh sejenak dari aktivitas masing-masing.

"Wa'alaikumsalam!" bunda bergegas bangkit dari tepian kasur, "dah. Nanti kalo ada yang kurang bunda paketin."

Ia segera mematikan ponsel dan melemparnya begitu saja ke kasur lalu bergegas mengejar bunda, "bun-----emangnya sekolah di Jakarta cuma satu, dua aja gituh? Kenapa mesti dibuang ke Bandung yang jelas-jelas udah ngga ada siapa-siapa sih! Bunda percaya Aya dititip ke orang, kalo nanti Aya disiksa keluarga om Sakti gimana? Disuruh kerja, dijadiin pembantu, dikurung kaya dogy?" rengeknya membujuk, menakut-nakuti, siapa tau bunda berubah pikiran.

Bunda menghela nafasnya cepat nan kasar dan melotot, menghampiri anak gadis sulungnya itu sejurus kemudian mendaratkan dorongan jemarinya di jidat Aya, "ngaco!"

.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Diah_Kustantie ✨💛

Diah_Kustantie ✨💛

Hallo teh shin no problem teh shin bukan cerita yg diharapkan its ok…pokoknya mah karya k shin aq suka semua,maaf baru sempet baca novel susu coklat ini.masih sibuk dunia nyata,semangat k shin sarangbeo 🫶🏻

2025-02-12

2

Zayyin Arini Riza

Zayyin Arini Riza

Aku sih suka gaya tulisan mu Teh Sin...
love you sekebon bunga....
makasih sudah bikin cerita baru lagi, buat menghibur emak emak rempong ini.... ❤️

2025-02-05

1

sya-sha

sya-sha

pokoknya mah suka semua karya teh Sinta.semangat semoga lancar. updatenya tiap hari kalo bisa

2025-02-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!