Ratih yang tidak terima karena anaknya meningal atas kekerasan kembali menuntut balas pada mereka.
Ia menuntut keadilan pada hukum namun tidak di dengar alhasil ia Kembali menganut ilmu hitam, saat para warga kembali mengolok-olok dirinya. Ditambah kematian Rarasati anaknya.
"Hutang nyawa harus dibayar nyawa.." Teriak Ratih dalam kemarahan itu...
Kisah lanjutan Santet Pitung Dino...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Iblis berujud manusia
Saat lengah sudah pasti Iblis akan datang menggoda, bukan hanya pada yang lengah tapi pada yang tidak kuat imannya.
Sinta begitu gelap mata, siang ini tepat jam sembilan. Ia meminta kedua anak buahnya datang kerumah Ratih, karena ia tahu saat jam-jam pagi Ratih tidak ada dirumah dan pasti anaknya akan di tingal seorang diri, karena ia tahu Ratih selalu pulang sore saat buruh tani.
Pada saat itu, kedua pria yang di perintahkan oleh Sinta, menuju rumah Ratih berjalan seolah biasa saja, menyapa tetangga yang sedang duduk di depan rumahnya, mereka bisa mengecoh seolah seperti pendatang yang penasaran dengan alam didesa itu, dan berkeliling seolah sedang melihat suasana desa itu.
Rumah Ratih yang terpencil, memang sendirian di ujung sana, karena harus melewati hutan bambu dan juga jembatan gantung terlebih dahulu, barulah disana terlihat rumah Ratih dan Bude Sukma, namun Rumah itu nampak berjarak lumayan jauh, sekitar lima puluh langkah.
"Yang Bos bilang bukan itu sih rumahnya?" Salah satu dari mereka menunjuk kerumah Ratih.
"Nah, iya itu, lihat itu anak perawan yang tempo hari kita embat dia sedang berada disana lihat itu." ia menunjuk, saat melihat Sati menimba air di sumur dekat rumahnya.
Melihat Sati, air liur mereka hampir menetes, ia begitu rindu melampiaskan hasratnya pada gadis itu.
Mereka berdua berjalan seolah layaknya maling. Mereka terus mempercepat langkahnya. Kembali menyergap Sati saat sedang menimba air dalam sumur
"Apa kabar Sayang?...." Mereka berdua langsung memeluk Sati dari belakang.
Ember yang ada ditangan Sati jatuh pecah ke tanah, ia begitu kaget saat melihat kedua orang yang melecehkan nya. kembali datang.
"Mau apa kalian kesini?" Sati hampir menjerit, namun kedua orang itu langsung mengangkat tubuh Sati masuk melewati pintu dapur
"Jangan, jangan kembali lakukan itu, aku mohon!" Sati menangis histeris, ia begitu takut bahkan seolah ia nampak trauma.
"Jangan menangis, kami melakukan ini semua karena suruhan atasan kita, sudah gitu bos kami juga meminta sepuas kami, mengeksekusi mu!" Mereka berdua tertawa begitu bengis.
Sati ketakutan ia kembali meminta tolong, namun pelaku langsung membungkam mulut Sati sambil memegangi kedua tubuh Sati.
"Cepat jangan terlalu lama, kita bisa ketauan kalau kaya gini." Mereka berdua langsung melancarkan aksi bejadnya.
Mereka kembali memperkosa Sati, bahkan hinga kemaluan Sati mengeluarkan darah, dan rencana berikutnya saat Sati kembali lemas tidak berdaya, mereka berdua menenggak mulut Sati, meminunkan Racun Tikus pada Sati.
Tindakan itu sangat tidak bermanusiawi, mereka sudah kembali melecehkan Sati, bahkan mereka dengan kejam mencekoki Sati dengan racun tikus.
Sati langsung kejang-kejang, mereka berdua langsung merapihkan barang bukti, merapihkan pakian Sati, dan juga darah yang mengalir di pangkal paha langsung mereka bersihkan.
"Ibu... Maafkan aku bu..." Gumam Sati, air matanya mengalir dari ujung matanya, matanya masih melek saat sakitnya menghadapi maut, tubuhnya menegang, dadanya terasa terhimpit begitu sakit, sesaat kemudian darah keluar dari hidungnya, dan busa keluar dari mulutnya, Sati tewas meregang nyawa.
Dua pelaku jahanam itu saling menatap, mereka menarik nafas dalam, merapihkan TKP menghilangkan semua jejak, kecuali racun tikus itu, agar semua orang mengira Sati tewas karena bunuh diri.
Mereka berdua kemudian meninggalkan rumah Ratih, meninggalkan Sati yang sudah tidak bernyawa di tanah, di dapur. Mereka berjalan dengan santai, seolah tidak ada yang terjadi, meninggalkan kesan bahwa mereka hanya sedang berjalan-jalan di desa.
Saat mereka sudah jauh dari rumah Ratih, mereka berdua saling menatap dan tersenyum. "Misi selesai," kata salah satu dari mereka, sambil mengangkat jempol.
Mereka berdua kemudian menghilang di balik hutan bambu, meninggalkan Sati yang sudah tidak bernyawa di rumahnya dan Ratih yang tidak tahu apa yang terjadi dengan anaknya.
Sementara itu, Ratih masih berada di sawah, tidak tahu bahwa anaknya sudah tidak bernyawa. Ia masih mencoba untuk menenangkan diri, mencoba untuk menerima kenyataan bahwa anaknya hamil. Dan sekarang ia sedang fokus mencari pundi-pundi rupiah.
Dua jam kejadian itu berlalu, Bude Sukma, yang tahu kalau Sati di tingal sendirian di rumah, ia langsung menengok Sati, ia juga berniat akan mengantarkan bubur sumsum pada Sati.
"Sati pasti suka bubur ini." Bude Sukma tersenyum, sambil melihat bingkisan bubur ditangannya.
Saat Bude Sukma, tiba di rumah Sati, ia langsung masuk kedalam rumah, namun Sati tidak ada diruang tamu ataupu kamar, Bude Sukma langsung mengecek kedapur karena ia fikir Sati ada disana.
Bude Sukma, melihat Sati terbaring di lantai dapur, dengan wajah yang pucat dan mata yang terbuka. Bude Sukma langsung berteriak, "Sati! Sati! Apa yang terjadi denganmu?"
Bude Sukma mencoba untuk menenangkan rasa takut di hatinya, ia pelan-pelan mendekat kearah Sati, Bude Sukma memastikan itu semua dengan akal sehat, tubuhnya gemetar hebat saat melihat sebuah racun tikus berada di dekat tubuh Sati, yang sudah kaku.
"Ya-Gusti. Apa yang terjadi ini." Suara Bude Sukma tertahan ia begitu takut melihat kejadian di depannya,
"Sati kenapa jadi begini..." Bude Sukma, luruh ditanah, ia meraung, mengigitkan tangan kebibirnya.
Bude Sukma masih duduk di lantai dapur, memandangi tubuh Sati yang sudah tidak bernyawa. Ia masih mencoba untuk menerima kenyataan bahwa Sati sudah tidak ada lagi. Air matanya mengalir deras, ia merasa seperti kehilangan sebagian dari dirinya sendiri.
Tiba-tiba, Bude Sukma teringat pada Ratih, ibu Sati. Ia harus memberitahu Ratih tentang apa yang terjadi dengan Sati. Bude Sukma segera bangkit dan berlari menuju sawah, tempat Ratih bekerja.
Saat Bude Sukma tiba di sawah, ia melihat Ratih sedang bekerja keras, tidak tahu apa yang terjadi dengan anaknya. Bude Sukma segera mendekati Ratih dan memanggilnya, "Ratih... Ratih..."
Ratih menoleh ke arah Bude Sukma, ia melihat ekspresi wajah Bude Sukma yang tidak biasa. "Apa yang terjadi, Mba?" Ratih bertanya, suaranya sedikit gemetar.
Bude Sukma tidak bisa berbicara, ia hanya bisa menunjuk ke arah rumah. Ratih segera tahu bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi. Ia berlari menuju rumah, diikuti oleh Bude Sukma.
Saat mereka tiba di rumah, mereka melihat Sati masih terbaring di lantai dapur, dengan wajah yang pucat dan mata yang terbuka. Ratih langsung berteriak, "Sati! Sati! Apa yang terjadi denganmu?"
Ratih memeluk tubuh Sati, menangis dengan histeris. "Sati, Sati, jangan tinggalkan aku! Aku tidak bisa hidup tanpamu!" Ratih terus menangis, tidak percaya bahwa anaknya sudah tidak ada lagi.
Bude Sukma mencoba untuk menenangkannya, tetapi Ratih sudah tidak bisa dikontrol. Ia terus menangis dan memanggil nama Sati, tidak percaya bahwa anaknya sudah tidak ada lagi.
.
.
.
Selamat pagi..... jangan lupa tingalkan jejak, buat cerita kremesan ini. Makasih...
pelan pelan aja berbasa-basi dulu, atau siksa dulu ank buah nya itu, klo mati cpt trlalu enk buat mereka, karena mereka sangat keji sm ankmu loh. 😥