Mencari Daddy Sugar? Oh no!
Vina Rijayani, mahasiswi 21 tahun, diperhadapkan pada ekonomi sulit, serba berkekurangan ini dan itu. Selain dirinya, ia harus menafkahi dua adiknya yang masih sangat tanggung.
Bimo, presdir kaya dan tampan, menawarkan segala kenyamanan hidup, asal bersedia menjadi seorang sugar baby baginya.
Akankah Vina menerima tawaran Bimo? Yuk, ikuti kisahnya di SUGAR DATING!
Kisah ini hanya fantasi author semata😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Kebodohan Yang Memabukan
Pukul sepuluh pagi, iring-iringan delapan belas truck yang membawa bantuan sembako dari tuan Bimo tiba di Kampung Rawa Indah.
Suara pentongan riuh terdengar menyambut kedatangan kami. Kampung Rawa Indah, satu-satunya pemukiman warga pinggiran kota yang masih menjaga kelestarian, keasrian, dan keaslian suasana pedusunan, kini menjadi saksi kepedulian tuan Bimo bagi warganya.
Beberapa Linmas sedang mengarahkan perjalanan kami menuju lapangan sepak bola, dimana seluruh warga sudah berkumpul dan menanti kami disana, duduk rapi dibawah tenda bak perhelatan akbar.
Aku dan security hotel kepercayaan tuan Bimo yang mendampingiku dipersilahkan duduk pada deretan kursi terdepan dimana pak lurah dan ketua RT.4 juga duduk disana.
"Kita hadir disini karena laporan salah satu warga, mengatakan bude Romlah memiliki seorang berondong tajir melintir!" penggalan kata sambutan pak Lurah ini tentu saja menyita perhatian seluruh warga yang memang sudah mendengar kabar burung itu, termasuk diriku.
Tanpa komando, tatapan warga otomatis menyerbu keberadaan bibi Anggi yang duduk disudut tenda. Kulihat bibiku itu berpura-pura tidak mendengar, lalu membuang wajah kearah deretan truck yang terparkir.
"Setelah dikonfirmasi langsung oleh ketua RT.4 dan isterinya kemarin siang di kantornya, ternyata beliau datang untuk memberi bantuan pada anak yatim piatu yang tinggal dirumah bude Romlah, adik dari Vina Rijayani, yang berkerja sebagai OB di Viktoria Hotel, yang hari ini juga hadir ditengah-tengah kita ditemani security dari Viktoria Hotel," sambung pak Lurah menatap kearahku dan sang security.
"Berkat permintaan pak Eko sebagai ketua RT.4, tuan Bimo juga memberi bantuan dua ratus empat puluh paket sembako pada warga RT.4. Hanya nama yang didaftar, yang boleh mengambilnya," ucap pak Lurah menunjukan lembaran daftar nama yang ada ditangannya.
"Dan kita patut berterima kasih pada nak Vina. Secara tidak langsung, keberadaannya berkerja disana, membuat tuan Bimo mengenal situasi warga kita dan berkenan menyalurkan bantuan paket sembako pada warga yang memang membutuhkan."
"Setelah ini, diharapkan kesalah-fahaman yang terlanjur beredar dikalangan warga tentang berondong kaya bude Romlah tidak boleh dibicarakan lagi. Kita mengenal baik bagaimana bude Romlah, beliau selalu menjaga harkat dan martabatnya sebagai seorang janda selama ditinggal mendiang suaminya enam belas tahun silam," tutup pak Lurah.
Beberapa warga yang dulu memandangku rendah sebagai anak yatim piatu miskin, kini menatapku dengan cara yang berbeda, penuh hormat dan kekaguman.
Kubalas senyum bude Romlah bersama kedua adikku yang duduk manis dibelakang kami.
Aku terharu melihat antusias dan kegembiraan warga yang menerima paket sembako tuan Bimo. Tidak henti-hentinya mereka datang hanya untuk berterima kasih padaku.
Belum lagi aneka hidangan makan siang mewah yang disiapkan oleh bu Melati dibantu ibu-ibu lainnya, konon hasil dari belanja bu RT sepulang dari Viktoria Hotel, menambah suasana kegembiraan para warga makin terasa. Tidak henti-hentinya pujian terlontar dari mulut para warga atas kedermawanan hati tuan Bimo.
Aku pun turut gembira karenanya.
Tapi disudut hatiku yang lain terbersit rasa cemas, apakah ada harga yang harus kubayar lagi setelah ini, atas paket-paket sembako yang telah digelontorkan oleh tuan Bimo pada warga di kampungku?
"PAKET SEMBAKO-KU MANA?!"
Lamunanku buyar. Semua atensi warga yang sedang menikmati makan siang tersita oleh amukan bibi Anggi yang menggelegar.
"Tenang Jeng, sembako itu kan hanya dikhusus kan bagi warga yang tidak mampu," seorang ibu mengingatkan.
"TENANG-TENANG! SITU ENAK, DAPET! LAH SAYA YANG BERJUANG MALAH GAK DAPET!" Bentak bini Anggi makin menggelegar.
Pak RT dan para Limnas gegas menghampiri bibi Anggi yang masih mengamuk.
"GIMANA SIH PAK RT INI, NGGAK BECUS KERJA! HARUSNYA SAYA JUGA DAPET PAKET SEMBAKONYA!" ketus bibi Anggi kian meledak-ledak.
"KALAU BUKAN SAYA YANG NGELAPORIN SI ROMLAH, WARGA SINI MANA MUNGKIN DAPET!"
Semua tercengang menyaksikan kekonyolan bibi Anggi yang terang-terangan mengakui bila dirinyalah pelapor itu, yang selama ini namanya disembunyikan oleh ketua RT.
...***...
Aku membaringkan diri dikasur empuk, sangat nyaman rasanya, setelah sepanjang hari sibuk dengan kegiatan pembagian paket sembako yang diwarnai insiden amukan bibi Anggi, rasa lelah ini membuatku cepat mengantuk.
Gerakan kasur membuatku waspada.
Benar saja, tuan Bimo naik ke peraduan, aku serta merta mendudukan tubuhku.
"Malam ini aku tidur disini," gumamnya sembari membaringkan tubuhnya disebelahku, satu selimut tebal denganku. Dadaku seketika bergemuruh.
"Tidur saja, aku tidak akan mengganggumu," gumamnya lagi dengan mata terpejam.
Aku tidak menjawab, masih bergeming pada posisiku. Empat malam dikamar ini, baru kali ini pria itu ikut membaringkan diri satu kasur denganku, padahal kamar ini miliknya.
Aku tidak tahu tuan Bimo tidur dimana selama aku disini. Setahuku, penthouse ini hanya punya satu kamar tidur saat aku menjelajahinya tiga hari yang lalu.
Sayup-sayup, kudengar dengkuran halusnya. Aku menoleh, menemukan tuan Bimo sudah terlelap.
Ku pandang wajahnya lama, gurat lelah tergambar jelas disana.
Ingatanku melayang kebeberapa malam lalu, saat dimana aku berusaha melarikan diri.
Aku melihat tuan Bimo masih berkerja disaat semua orang sudah terlelap. Wajahnya tertunduk tekun, juga tangannya tidak berhenti bergerak, sedang membuat goresan-goresan penting pada beberapa lembaran yang telah ia baca dengan teliti.
"Untuk siapa Tuan berkerja sekeras itu?" aku penasaran. Ada rasa keingin-tahuan yang besar saat memikirkan ini.
"Isterinya?" Aku menggeleng pelan saat fikiranku membawaku pada pertanyaan itu. Wanita bernama Regina, cantik, modis, dan berkelas itu sudah menjadi mantan isterinya, begitu yang aku simpulkan saat mendengar ucapannya di pesta pernikahan Tania.
"Anaknya? Orang tuannya? Adiknya?" aku mendesah berat. Ternyata sangat banyak yang aku tidak tahu tentang diri tuan Bimo, padahal aku sudah hampir seminggu tinggal disini bersamanya.
Setelah mengubah mode lampu kamar menjadi redup menggunakan remote, kuputuskan untuk kembali berbaring. Fikiranku terasa semakin buntu memikirkan banyak hal tentang tuan Bimo.
Setelah cukup lama memejamkan mata, aku akhirnya tidak ingat apa-apa lagi.
...***...
Bimo membuka matanya, ia bergerak sangat pelan, tidak ingin Vina yang sudah tertidur pulas sampai terbangun.
Dengan posisi tubuh menghadap gadis itu, ujung jari Bimo terangkat keudara, mendarat pelan pada puncak hidung mungil yang menjulang didepannya.
Bergerak turun, menelusuri alur vertikal yang membentang dari pangkal bawah hidung hingga berhenti pada belahan bibir yang nampak menggoda.
"Gadis ini... kepolosannya... membuatnya terlihat bodoh."
"Dan aku dibuat mabuk oleh kebodohannya..."
Bersambung...✍️
Pesan Moral : Karena kabar hoax dibuat oleh orang jahat, disebar oleh orang bodoh, dan dipercaya oleh orang idiot. (By. Author Tenth_Soldier)
sempet mikir kok baik amat manggil nak/Facepalm/
jika berkenan mampir juga yuk😊