Bismillahirrohmanirrohim.
Siapa sangka dirinya akan terjebak di dalam novel buatan kakaknya sendiri, selain itu, sialnya Jia harus berperan sebagai Antagonis di novel sang kakak, yang memang digambarkan untuk dirinya dengan sifat yang 100% berbanding terbalik dengan sifa Jia sebenarnya di dunia nyata
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hainadia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melupakan semuanya
...Bismillahirrahmanirrahim....
...Sebelum baca jangan lupa bismillah dan shalawat dulu 🤗...
...بسم الله الر حمن الر حيم...
...Allahumma soli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad....
...اللهم صلي عل سيدن محمد و عل ال سيدن محمد...
...🍒Selamat membaca semua🍒...
Perasaan gelisah mulai kecamuk dalam diri Raka, tadi ketika dua keluarga besar sedang berkumpul dari pihak keluarga Baskara dan Li, Raka masih merasa tidak bersalah dan enjoy saja, apalagi secara tidak langsung mendapatkan pembelaan dari keluarga Li.
Awalnya Raka juga senang karena Jia tidak marah pada dirinya. Tapi setelah semua orang pulang dan melakukan kesibukan masing-masing Raka mulai gelisah, setelah dia pikir-pikir ulang lagi biasanya Jia akan sangat marah jika mengetahui dirinya bersama Sania. Apalagi sekarang keduanya sudah tertangkap basah, sampai detik ini Jia belum juga menemui dirinya membuat Raka uring-uringan tidak jelas.
"Kemana sih, Dia!" Raka meremas rambutnya frustasi.
Justru sikap Jia yang tidak marah sekarang ini membuat Raka gelisah, membuat Raka jadi merasa aneh. Padahal sebelumnya saat bersama Sania, dia terlihat enjoy saja.
Sekarang giliran Jia tidak masuk rumah Raka sudah mulai berpikir yang tidak-tidak. Sejak tadi Raka di dalam kamar hanya bolak-balik saja menunggu Jia masuk kamar.
Sesekali Raka duduk di kasur, sesekali dia akan bangkit dari tempat duduknya menuju pintu kamar ketika mendengar suara langkah kaki di depan kamar mereka berharap itu suara langkah kaki Jia yang akhirnya datang masuk ke dalam kamar.
Entah kenapa Raka merasa mulutnya gatal untuk menjelaskan semuanya pada Jia. Dia mulai tidak suka respon Jia yang terlihat biasa saja bahkan menyalahkan diri sendiri di depan semua orang.
"Cek! perempuan itu pergi kemana sebenarnya? Sudah dari tadi aku masuk kamar tapi dia belum datang juga. Apakah dia marah."
Dengan pedenya Raka bertanya pada dirinya sendiri apakah Jia marah atas perbuatannya. Istri mana yang tidak marah dan kecewa melihat suami sendiri bersama perempuan lain. Jika saja Jia yang asli masih ada sudah pasti dia akan sangat kecewa dan tidak terima, hidupnya pasti sudah hancur. Tapi karena sekarang jiwa yang berada di dalam tubuh si antagonis adalah Jia, jadi dia bisa bersikap biasa saja walaupun sebenarnya menahan rasa kesal yang luar biasa dalam dirinya.
Suara langkah kaki yang kembali terdengar dari luar kamar membuat Raka berdiri segera berjalan menuju pintu, saat pintu kamar terbuka benar saja Jia yang masuk.
"Astaga!" kaget Jia pelan ketika mendapat Raka yang berdiri di belakang pintu dengan senyuman mengembang kearahnya.
Jia tak begitu menanggapi Raka, Jia tampak cuek begitu saja. Membuat Raka merasa tidak terima dengan sikap dingin Jia terhadap dirinya, padahal biasanya Jia akan marah atau melakukan hal lain asal tidak mengabaikannya seperti sekarang.
"Jia," panggil Raka, dia akhirnya mulai bersuara setelah barusan Jia seperti tidak menganggapnya ada.
"Kamu marah?"
Sungguh pertanyaan bodoh apa yang baru saja Raka lontarkan untuk dirinya. Karena sudah begitu kesal Jia berbalik seraya menatap Raka tajam. "Tidak! Pertanyaan bodoh apa yang kamu lemparkan barusan," ucap Jia dingin meneruskan langkahnya.
Raka mulai sadar jika sikap Jia semakin hari semakin asing bagi Raka, entah kenapa dia tidak menyukai sikap Jia yang sekarang.
"Kamu berbuah Jia," ucap Raka pelan namun masih bisa Jia dengar.
Jia yang sedang sibuk dengan kegiatannya tidak menanggapi tapi dia membatin dalam hati. 'Jelas berubah! karena aku bukan pemilik asli tubuh ini dan aku tidak akan melakukan hal bodoh yang sama dilakukan oleh pemilik asli dari tubuh ini.' Jia melanjutkan kegiatannya yang sedang merapikan baju mereka.
Walaupun sikap Jia cuek selama ini pada Raka, dia masih tetap mengurus Raka. Menyiapkan pakaian pria itu dan mengurus kamar mereka.
Saat Jia hendak masuk kamar mandi tiba-tiba saja Raka mencekal pergelangan tangan Jia dengan cukup erat.
"Lepas!" suruh Jia dingin. Dia kembali berbalik menatap Raka tajam, posisi barusan membelakangi Raka.
"Jia, kamu berbuah. Kamu tidak mencintai aku lagi seperti dulu, bahkan kamu seperti tidak begitu terganggu melihat aku bersama Sania, kamu bukan Jia yang aku kenal."
Jia menghela nafas kasar, niatnya ingin cepat istirahat setelah membersihkan diri malah ada pengganggu yang tidak tahu diri. Jia melepaskan tangan kasar dari Raka, dia menatap tajam suaminya sendiri.
Sampai membuat Raka tak menyangka, selama ini dia selalu melihat tatapan Jia untuknya penuh cinta. Tapi sekarang apa, Jia justru menatapnya jijik, benci campur menjadi satu. Raka dapat melihat jelas semua itu dari tatapan mata Jia.
"Memang aku bukan Jia yang kamu kenal!" tegas Jia.
Deg...
Hati Raka begitu sakit mendengar jawaban tegas Jia barusan. Entah kenapa dia baru sadar sekarang Jia jika dulu sangat mencintainya.
"Maksud... Kamu...Apa?" ragu Raka.
"Sudah jelas sekarang aku bukan Jia yang kamu kenal! Jia yang dulu sudah mati!"
Raka semakin dibuat syok. "Nggak mungkin kamu pasti bohong!"
Melihat reaksi Raka yang terlihat tidak terima dengan ucapan Jia membuat Jia terkekeh geli menurutnya Raka sangatlah lucu.
"Bohong? Aku beritahu padamu, Raka! Sekarang aku sudah sadar, aku begitu bodoh mencintai seorang pria yang sama sekali tidak mencintaiku. Padahal apa yang salah? Bukankah wajar aku mencintai suamiku sendiri? Kenapa tidak boleh mencintai suami sendiri bukankah itu hakku. Sebagai seorang istri bukanya wajar jika aku mengharap cinta dari suamiku sendiri? Tapi apa yang aku dapat dari kamu Rak!" kesal Jia mulai terbawa emosi.
"Apa yang aku dapat hah! Justru sikap dingin kamu dan aku tidak pernah kamu anggap. Selalu saja Sania, Sania dan Sania yang kamu prioritaskan. Istri, kamu itu sebenarnya Sania atau aku hah! Dimana kamu saat aku butuh? Tidak pernah ada bukan, sedang saat Sania butuh kamu selalu ada untuknya bahkan tega meninggalkanku begitu saja hanya untuk Sania yang statusnya hanya sahabat kamu!"
Jia terkekeh pelan, entah kenapa bayangan-bayangan dimana Raka selalu mengacaukan Jia si pemilik asli tubuh yang Jia tempati sekarang terus terlintas dalam ingatannya membuat Jia semakin meneteskan air mata tak menyangka begitu sulit hidup Jia yang sebenarnya.
Setiap kata yang keluar dari mulut Jia terasa begitu menghantam dada Raka. Apalagi untuk pertama kalinya Raka melihat Jia selemah ini, biasanya dia melihat Jia selalu kuat bagaimanapun keadaannya.
"Jia, aku..."
"Dulu cintaku tubuh begitu besar untukmu, Raka. Sekarang aku sudah sadar semua itu tidak ada gunanya. Jadi sejak hari dimana aku terbangun di rumah sakit, sejak itu juga cintaku untukmu perlahan-lahan mati!" tegas Jia, dia bergegas menghapus air matanya.
'Ya ampun, lebay banget kenapa pula aku harus nangis-nangis sih. Apa ini perasaan Jia yang asli? Aku tak menyangka sesakit itu jadi kamu, Jia. Bahkan lebih daripada cerita aslinya.' Jia tak habis pikir.
"Sekarang aku tahu!"