Tsania Zoun adalah anak yang terlahir dari rahim seorang wanita penghibur bernama Laura Zoun.
Lahir dengan status tidak memiliki sosok ayah, Tsania selalu tersisihkan, ia sering diberi julukan sebagai anak haram.
Ibunya, Laura Zoun juga selalu diterpa cercaan karena pekerjaannya yang menjadi wanita malam. Kehidupan sulit keduanya lalui hanya berdua hingga saat Tsania dewasa.
Tsania yang memiliki tekad untuk membahagiakan ibunnya memilih untuk menempuh pendidikan tinggi di kota. Akan tetapi di sana lah identitas aslinya mulai terkuak.
Penasaran bagaimana kisah hidup Tsania dan ibunya; Laura? Ayo! Langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tsania Laura 25.
Kaca besar itu tak lagi menampilkan gelapnya malam karena kini sudah bertukar dengan terangnya sinar surya yang mulai melintas masuk ke dalam ruangan.
Bisa dirasakan hangatnya yang mampu menyapa, tapi tak membuat seseorang yang kini terbaring di atas sofa dengan menutup mata itu terjaga. Ia tetap nyenyak, tenggelam jauh dalam tidurnya.
Ceklek!
Pintu ruangan terbuka dari luar. Ruangan yang malam tadi porak poranda itu kini sudah terlihat rapi kembali, karena sopir pribadi Galang lah yang berinisiatif membersihkan semuanya seorang diri sebelum ia kembali ke rumah.
Sekar masuk, melangkah dengan netra yang menyisir keseluruhan ruang kerja suaminya yang ada di perusahaan.
Ya. Pagi ini Sekar datang ke kantor Galang. Suaminya itu tak kunjung pulang semalam, dan benar seperti dugaannya jika Galang pasti tidur di perusahaan. Netranya menatap ke arah sofa. Di mana di sanalah Galang sedang tertidur.
Sekar mendekat, dan betapa kagetnya ia saat melihat wajah suaminya yang terluka dengan tangan yang dalam kondisi diperban.
"Mas!" Sekar berjongkok, menyentuh wajah Galang. "Apa yang terjadi pada mu? Kenapa wajahmu terluka seperti ini?"
Suara Sekar sontak saja membuat Galang terbangun. Pria yang malam tadi berhasil adu jotos dengan Ardi Lim itu mengerjap kaget, ia lantas beranjak mendudukkan diri.
"Kamu di sini?" tanya Galang dengan suara serak khas bangun tidurnya. Ia sedikit kaget atas keberadaan Sekar.
Sekar tak menjawab, rasa khawatir terhadap kondisi sang suami lebih dominan untuk saat ini.
"Apa yang terjadi pada mu, Mas? Ini kenapa?" Tangan Sekar menyentuh beberapa luka yang ada di wajah Galang. Dan sempat membuat Galang meringis. "Maaf, pasti sakit. Kenapa bisa sampai seperti ini, Mas? Siapa yang sudah memukuli mu?"
Galang hanya bisa menutup mata. Tidak mungkin ia mengatakan secara gamblang pada Sekar jika semua luka di wajahnya adalah hasil perkelahian ia dan Ardi Lim-pria yang berani menyentuh istrinya tepat di depan mata Galang.
Meski Galang sudah sedikit mengetahui jika Sekar sebenarnya tahu tentang Laura, bagi Galang ini bukanlah waktu yang tepat.
"Kamu diserang para preman, Mas?"
"Tidak." Galang berdiri dari duduk dan melangkah menuju kursi putar yang ada di balik meja kerjanya. Meninggalkan Sekar yang saat ini tangannya sudah menggantung di udara setelah menyentuh dan ingin memeriksa wajah sang suami. "Ini hanya luka kecil. Pria, biasa seperti ini."
"Tapi kamu tidak." Galang langsung menatap pada Sekar yang sekarang berada tepat di depannya. Wanita yang sudah memberikan ia satu putri itu kini memasang wajah serius. "Kamu tidak pernah seperti ini, Mas. Kamu tidak pernah berkelahi dengan orang lain hingga terluka."
Galang hanya diam, netranya sudah berpindah fokus pada keadaan luar perusahaan melalui dinding kaca besar yang memperlihatkan dengan jelas deretan gedung-gedung pencakar langit.
"Kamu juga tidak pernah tidak pulang ke rumah, Mas," lanjut Sekar lagi dengan suara yang pelan. "Tapi malam tadi kamu tidak kembali. Aku menunggumu, Anggita juga terus mencari mu."
"Pekerjaanku terlalu banyak. Aku sudah mengatakan sebelumnya, kan?"
Jawaban itu membuat Sekar menarik napas. Benarkah tentang pekerjaan? Bukan tentang wanita itu-Laura? benak Sekar, seraya menekan kuat perasaan kesal yang mulai menghinggapi dirinya.
"Dan tidak perlu menyusulku ke kantor. Aku tetap akan pulang nanti."
"Kapan?"
Galang mengalihkan perhatian pada Sekar. "Kenapa bertanya kapan? Jelas aku akan pulang setelah semua pekerjaanku selesai."
Datang sepagi ini ke perusahaan sang suami tidaklah salah, terlebih untuk memeriksa kondisi Galang yang sudah tidak pulang. Namun selama menjadi pendamping Galang, Sekar tidak pernah melakukan hal itu. Ia hanya akan terlihat jika ada acara formal yang harus melibatkan keluarga, maka barulah Sekar akan memperlihatkan dirinya di perusahaan.
Hubungan dingin dan benar-benar hanya sebatas status suami-istri yang mereka sandang. Sama sekali tidak ada kehangatan keluarga terutama di antara keduanya, Galang dan Sekar.
Tapi kini Galang melihat Sekar mulai bersikap posesif. Istrinya bertanya kapan ia pulang? Konyol! pikir Galang.
Sedangkan Sekar yang mendengar perkataan suaminya itu sudah tersenyum miris. Ia tahu Galang menutupi keadaan sebenarnya dari dirinya.
"Kamu bisa saja membawa pekerjaanmu pulang, Mas. Dan hal itu sudah biasa kamu lakukan." Terlihat lucu jika baru kali ini Galang ingin menyibukkan diri di kantor, hingga untuk pulang pun sulit. "Jangan membohongiku lagi. Jangan mengatakan alasan pekerjaan untuk membodohiku!" Netra itu mulai mengembun. Sekar terlihat sudah tidak bisa lagi menutupi apa yang coba ia tahan.
"Apa maksudmu?!"
"Aku tahu semua. Aku tahu apa yang coba kamu sembunyikan dariku, Mas!" Buliran itu berhasil meluncur membasahi pipi seiring fakta yang coba ia utarakan. "Karena wanita itu, kan? Kamu tidak pulang karenanya! Kamu mengatakan sibuk karena sibuk mengejarnya, kan Mas?!"
Rasanya sudah tidak sanggup lagi menahan semuanya, Sekar mencerca Galang dengan banyak pertanyaan.
"Dan aku yakin, luka yang ada pada wajahmu berkaitan dengan dirinya," kata Sekar lagi. Suaranya sudah terdengar lirih tak menggebu seperti tadi. Ia juga sudah menangis.
Tidak mudah bagi Sekar untuk menahan semua fakta yang satu persatu mulai ia ketahui. Perasaannya dihantam bertubi-tubi begitu keras.
"Kamu mengetahui tentang Laura?" Sekar langsung mengangkat pandang saat mendengar suaminya menyebut nama wanita yang sedari tadi belum ia sebutkan sosoknya. "Dia istri pertamaku. Wanita yang sangat aku cinta."
Deg!
Menggelap. Semuanya tertutup pekat dengan buliran bening yang dengan cepat kembali membentuk pada netra Sekar ketika berhasil mendengar kata-kata Galang.
"Aku ingin kembali bersamanya. Aku harap kamu bisa menerima." Ringan sekali Galang berucap. Mengatakan keinginannya langsung pada Sekar. "Kami juga sudah memiliki putri, ia akan menjadi saudara Anggita nantinya."
Gila! Kata yang saat ini tepat untuk menggambarkan keputusan Galang yang tidak lagi menutupi semuanya dari Sekar. Pria itu bahkan tersenyum tipis saat mengingat sosok Tsania yang begitu cantik, putrinya bersama Laura.
Galang tak memperhatikan Sekar yang menangis, wanita yang juga berstatus sebagai istri dari Galang Abraham itu merasakan begitu hancur saat suaminya dengan terang-terangan mengatakan ingin kembali bersama Laura dan bahkan memintanya untuk bisa menerima.
***
Jangan lupa tinggalkan jejak 😉
Untuk mendukung Galang yang ingin merasakan nikmatnya beristri dua 😮💨🙈
Apa yang kamu rencanakan sekar? gak bisakah kamu bersyukur karena Galang memilikimu,meskipun hatinya memilih Laura,.
mana ada wanita terhormat yg merebut suami orang?
konflik emak dah kelar🤧🤧