Trauma masih saja datang menghampirinya, bahkan ini sudah 7 tahun yang lalu Sihyun masih belum bisa melupakan kejadian mengerikan yang terjadi pada dirinya saat itu.
Sesekali dia ingin melakukan cara untuk balas dendam namun tak tahu cara memulainya. ketika suatu hari dia mengetahui bahwa bos di perusahaannya adalah suami temannya. Terlintas dalam pikiran Sihyun untuk melakukan balas dendam lewat suami temannya.
Bagaimana kisahnya....?
Simak saja langsung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurmaMuezzaKhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Panik
Draaap.. Draaap.. Draaap..
Ceklek.
"Sihyun?!"
Sihyun pun langsung menoleh saat mendengar seseorang yang membuka pintu ruangan dan memanggilnya.
"Eh, Jiho..? Akhirnya kau datang juga, aku baru selesai beres-beres."
"Huft.. Sorry aku sedikit telat dan tak bisa membantumu." Ucapnya sambil mengatur nafasnya karena habis berlari.
Sihyun hanya mengangguk pelan. "Ayo pulang sekarang, aku ingin segera rebahan di rumah, disini nampak membosankan."
"Hm, ayo!" Jiho pun langsung membawa tas kecil yang berisi pakaian Sihyun, tak lupa dia juga memegang tangan Sihyun dan menuntunnya dengan pelan.
"Astaga, kau memperlakukanku seperti nenek-nenek." Celetuk Sihyun.
Jiho memutar bola mata malasnya saat mendengar ucapan Sihyun. "Aku takut kau terjatuh, bagaimana jika bekas operasimu terbuka lagi? Jalanlah dengan pelan."
"Uuuuh romantis sekali kau bocah, bahagia sekali keknya wanita yang akan jadi pacarmu nanti."
"Uhukkk.. What?" Ucap Jiho terkejut.
"Why? Kau sudah besar kali, kenapa terkejut segala, memangnya kau gak mau mencoba berpacaran? Kau tampan, mapan dan yaaa cukup tenar juga dulu."
Sekali lagi Sihyun membuat Jiho memutar bola mata malasnya, Sihyun memberikan saran yang dirinya sendiri saja tidak pernah sekali pun berpacaran, Jiho pun langsung kesal setelah mendengarnya.
"Kau sama saja, kita sama-sama jomblo. Berhenti mengejek!" Timpalnya langsung berjalan duluan meninggalkan Sihyun.
"Yakkk tunggu!!" Pekik Sihyun mengejar.
Tanpa sengaja Sihyun tiba-tiba memicingnya matanya saat melihat leher Jiho yang seperti bekas cakaran, dia pun berjalan cepat untuk melihatnya semakin jelas.
"Jiho, tunggu sebentar..!" Titahnya.
Jiho pun langsung berhenti dan menoleh pada Sihyun. "Astaga ada apa lagi si--
"Kenapa dengan lehermu?"
"Leher...?" Menyentuh lehernya. "Ada apa? Leherku baik-baik saja, kok." Ucapnya dengan wajah bingung menatap reaksi Sihyun.
"Itu.. Kucing betina mana yang mencakar lehermu?"
Deg.
*****
Di tempat lain.
"Yakkk.. A-apa ini?" Ucapnya terkejut saat melihat cermin. "T-tanda merah ini... kenapa tiba-tiba ada tanda merah ini di leherku?!" Pekiknya sambil menyentuh lehernya.
Dengan cepat Jiyun langsung menutupi lehernya dengan handuk kecil yang barusan dia pakai setelah berkeramas, Saat ini, dia masih berada di rumah mertuanya. "Sial.. Jangan sampai ada orang hang lihat. Kenapa ini baru keliatan sih."
"Kukira semalam mimpi.." Gumamnya sambil menggigit bibir bawahnya karena gelisah.
Jiyun mengingat adegan panas semalam, dia tidak mengetahui siapa pria yang tidur bersamanya. Karena mabuknya yang parah, dia sampai-sampai mengira bahwa pira semalam itu adalah Taejun.
"Arrrggghh.. Kukira semalam Taejun, bangsatt!! Lalu siapa pria itu? Aku sama sekali tidak ingat dan mengenalnya." Jiyun merasakan panik yang luar biasa kali ini, dia seperti itu hanya karena alesan takut Hamil.
"Bagaimana jika pria itu mengeluarkannya di dalam, astagaaaaa.. Ini benar-benar gawat!!"
Tok.. Tok.. Tok..
Saat itu juga Jiyun langsung berdiri karena terkejut mendengar seseorang yang tiba-tiba mengetuk pintu kamarnya. "S-siapa..??"
"Ini bunda, boleh bunda masuk?" Ucapnya di balik pintu.
Seketika Jiyun langsung merapihkan pakaiannya dan membenarkan lehernya agar tak terlihat. "Iya bun, silahkan masuk saja." Jawabnya dari dalam.
Ceklek.
Pintu pun terbuka, Inha mencoba masuk ke dalam kamar Jiyun sambil melangkahkan kakinya dengan pelan. "Apa bunda mengganggumu?" Tanyanya.
"Tidak, silahkan duduk di ranjang saja bun."
Inha pun tersenyum tipis lalu duduk di pinggir ranjang, dia menatap sekeliling ruangan kamar yang masih terlihat acak-acakan. Inha mencoba mengerti, dari dulu Jiyun tak pernah sekali pun membereskan kamarnya dan membiarkannya berantakan.
"Boleh bunda berbicara sebentar?" Tanyanya dengan nada lembut.
"Boleh, ada apa bun?" Jawabnya yang mulai penasaran.
"Apa kamu masih menunda kehamilanmu, Jiyun?"
Deg.
Jiyun terkejut mendengar jawaban sang mertua, pembahasan tentang kehamilan selalu paling dia abaikan, dia sama sekali enggan mendengar itu, namun karena ini mertuanya, Jiyun harus menunjukan ekspresi yang tenang.
"Ah, ya.. Aku masih terikat kontrak 8 bulan lagi bun, aku belum ingin hamil sampai kontraku selesai." Ucapnya menjelaskan.
"Huft.. Begitu ya, bunda tak tega melihat Taejun yang kemarin bercerita ingin segera punya anak, tapi ya apa boleh buat jika kamunya masih belum ingin, kami juga berharap segera punya cucu secepatnya."
'Ah, sial. Kenapa Taejun malah membahasnya sih. Dan lagi kenapa ayah bunda juga ikut-ikutan segala, orang tuaku saja biasa saja tidak ikut campur.' Ucap batinnya.
Saat ini Jiyun merasa terpojok mendengar ucapan Inha, dia bingung, kalau masih menundanya pernikahannya akan terancam, dan jika dia hamil reputasi kariernya akan hancur.
"Hm... Nanti akan aku bicarakan lagi dengan Taejun, bun."
"Ya, semoga kau bisa mengerti apa keinginan Taejun, walau bagaimana pun dia adalah suamimu."
"Sialan..." Gumamnya.
To be continue.
